Senin, 20 Oktober 2014, pukul 10.26 WIB merupakan salah satu hari yang bersejarah bagi Bangsa Indonesia, ketika untuk pertama kalinya, seorang lelaki tinggi kurus, yang bernama Ir. Joko Widodo dilantik dan diambil sumpahnya di hadapan ketua Mahkamah Agung Hatta Ali, menjadi presiden yang ke-7 bersanding dengan Jusuf Kalla sebagai wakil presiden.
Menurut Darmono Prasodjo dalam bukunya “Jokowi Mewujudkan Mimpi Indonesia”, Kali Anyar menjadi guru yang tak kenal lelah memberinya pelajaran hidup berulang-ulang. Yang mengajarkan kasih sayang sekaligus ketegasan. Dengan sangat sabar dibimbingnya Joko kecil mencapai pemahaman yang sempurna. Sehingga ketika ia mentas (selesai menjalani) dari sana, nilai-nilai hidup itu mengendap dalam sanubarinya. Menjadikannya sosok eling lan waspada (sadar dan selalu waspada).
Di bantaran Kali Anyar, tempat menyatunya orang-orang sederhana dan miskin, ternyata masih ada kelas-kelasnya lagi. Mereka yang paling miskin, salah satunya ditandai dengan tiada akses listrik langsung ke rumah mereka. Yang bisa mereka lakukan adalah menumpang dari tetangga. Ngganthol, kata orang Jawa.
Jokowi berkata, “Lima masalah besar yang harus dibenahi. Kelima masalah itu adalah merosotnya kewibawaan negara, melemahnya sendi perekonomian nasional, merebaknya intoleransi dan krisis kepribadian bangsa, kebabasan pendapat yang kebablasan, dan masalah etos kerja dan budaya yang semakin menurun.
Hadirnya Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, merupakan tonggak kembalinya marwah desa, yang mencukupkan prasyarat bagi semua desa sebagai tempat untuk membangun kedaulatan dan kemandirian desa. Dengan kebijakan Dana Desa ini, Jokowi telah mengubah orientasi pembangunan nasional, bukan dari kota lagi seperti masa-masa lalu, melainkan dari desa. Pembangunan dan pemberdayaan desa merupakan salah satu komitmen pemerintah untuk menghadirkan pemerataan ekonomi di Tanah Air.
Anggaran Dana Desa menjadi oase di tengah gurun. Dengan anggaran Dana Desa yang langsung masuk rekening pemerintah desa, impian warga desa bisa diwujudkan. Warga menentukan sendiri melalui musyawarah desa untuk menggunakan Dana Desa, tanpa terancam oleh prioritas di tingkat kecamatan, pemerintah kabupaten, ataupun provinsi. Berkat Dana Desa, orang desa pun menjadi tuan rumah di desa-desa mereka sendiri. Masyarakat desa menjadi penentu pembangunan. Mereka sendiri yang memutuskan arah kehidupan mereka. Mereka bukan lagi objek pembangunan. Mereka sejajar dan berdaya saing.
Tujuh tahun telah berlalu, pageblug Covid-19 datang meluluhlantahkan semua sendi-sendi kehidupan di kota dan di desa. Faktanya desa, lebih survive daripada kota. Desa lebih punya daya lenting (resiliensi ) yang luar biasa dahsyatnya. Adalah Yayasan Sanggar Inovasi Desa (YSID), menginisiasi terselenggarnya gelaran Kongres Kebudayaan Desa tahun 2020 sebagai problem solving bagi desa untuk mengonstruksi kembali arah tatanan Indonesi baru dari desa. Gelaran seri webinar menghasilkan sumbang-gagasan dari akademisi, praktisi, lembaga swadaya masyarakat, lembaga peneliitian, dan semua stake holder yang konsen dan peduli terhadap sustainable dan kemandirian desa.
Bentuk keseriusan dari Yayasan Sanggar Inovasi Desa (YSID) sebagai panitia Kongres Kebudayaan Desa (KKD) 2020, dengan mendokumentasikan semua hasil kongres dari para sumber baik berupa tulisan, catatan-catatan penting panitia, di dukung pula oleh call for papers yang telah dikurasi oleh panitia menjadi 21 buku pengetahuan.
Buku pengetahuan ini terdiri dari dari 21 judul, yang dikemas dalam satu paket, yang terdiri dari: 1) Arah Tatanan Baru : Hidup di Era Pandemi dan Sesudahnya. 2) Ekonomi Berkeadilan: Perekonomian dan Kemandirian. 3) Inklusi Sosial: Meujudkan Masyarakat Inklusi. 4) Pendidikan yang Membebaskan: Membalik Paradigma Pendidikan Urban. 5) Kesehatan Semesta : Menghadirkan Kembali Kesehatan Setara. 6) Keamanan dan Ketertiban: Menghadirkan Rasa Aman dan Perlindungan Masyarakat. 7) Perempuan dan Anak: Pemberdayaan dan perlindungan Masa Depan yang Inklusif. 8) Kedaulatan Pangan: Merdeka Sandang, Pangan dan Papan. 9) Pemuda: Merekonstruksi Ulang Formasi Strategis Pemuda. 10) Agama: Transformasi dari Situs ke Substansi. 11) Kebudayaan: Mengkonstruksi Ulang Alam Pikiran Nusantara sebagai Basis Peradaban. 12) Tata Ruang dan Infrastruktur: Negosiasi Ulang Peta Ruang dan Lingkungan Permukiman. 13) Reformasi Birokrasi: Merumuskan Tata Birokrasi yang Kompatibel. 14) Hukum dan Politik: Regulasi yang Memuliakan Martabat Manusia.15) Antikorupsi dan Akuntabilitas: Sistem dan Habitus Transparansi. 16) Datakrasi: Meningkatkan Kualitas Hidup Berbasis Data. 17) Keluarga: Peran Strategis Keluarga dalam Pemuliaan Martabat Manusia. 18) Kewargaan (Citizenship): Pola Relasi Baru Warga dan Negara. 19) Komunikasi, Media, dan Influencer: Kebijakan Komunikasi Publik dalam Tata Pemerintahan. 20) Kebhinnekaan Desa-Desa Nusantara: Perspektif masyarakat Adat. 21) Arah Tatanan Indonesi Baru dari Desa.
Dalam tulisannya yang berjudul Epilogi: Kongres Kebudayaan Desa, Ryan Sugiharto, selaku ketua penyelenggara KKD 2020 dan juga sekaligus ketua Yayasan Sanggar Inovasi Desa (YSID) menambahkan bahwa dari sekian banyak rekomendasi yang dihasilkan oleh KKD, klaster utama rekomendasi adalah mewujudkan kemandirian desa melalui tiga pilar: pertama, kedaulatan politik dan pemerintahan desa; kedua, kedaulatan perekonomian desa; ketiga, kedaulatan data desa.
Yang tidak kalah penting lagi bahwa dalam KKD 2020 menghasilkan formulasi arah tatanan Indonesia baru dari desa itu telah termaktub secara ringkas dan padat dalam rumusan visi Indonesia baru dari desa berwujud Deklarasi Arah Tatanan Indonesia Baru dari Desa, yang isinya antara lain berbunyi:
“Atas berkat dan rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur, maka desa dengan ini menyatakan bahwa cita-cita tatanan Indonesia baru adalah terselenggaranya politik pemerintah desa yang jujur, terbuka dan tanggung jawab untuk mewujudkan masyarakat yang partisipatif, emansipatif, tenggang rasa, beradaya tahan, mendiri serta memuliakan kelestarian semesta ciptaan melalui pendayagunaan datakrasi yang ditopang oleh cara kerja pengetahuan dan pengamalan lintas ilmu bagi terwujudnya distribusi sumber daya yang setara untuk kesejahteraan warga.”
Terdapat tiga misi yang diposisikan sebagai cara pencapaian demi terwujudnya visi Indonesia baru dari desa tersebut, yaitu: menjadikan desa sebagai arena demokrasi politik lokal sebagai wujud kedaulatan politik, kedaulan ekonomi dan kedaulatan data.
Junaedi, S.E.,
Tim Media Yayasan Sanggar Inovasi Desa (YSID)