Banjarnegara Mendominasi Kompetisi FFP 2021

Malam penganugerahan FFP yang ke-15 itu digelar secara terbatas di Bioskop Misbar Purbalingga. (Foto: Wiradesa)

PURBALINGGA – Sineas pelajar dari Kabupaten Banjarnegara mendominasi kemenangan di Festival Film (FFP) 2021, yang diselenggarakan secara daring, karena masih dalam kondisi pandemi Covid-19.

Malam penganugerahan FFP yang ke-15 itu digelar secara terbatas di Bioskop Misbar Purbalingga, akhir pekan lalu. Penyerahan penghargaan dilakukan dengan menghadirkan para sutradara kompetisi dan tamu undangan.

Dalam malam penganugerahan tersebut, sineas Banjarnegara mendominasi melalui Film Lanang, sutradara Yustika Indah Pratiwi produksi Sinematosaka SMA Negeri Karangkobar Banjarnegara berhasil diganjar film fiksi terbaik. Disusul film Nggolet Dewek, produksi Hika Production SMK HKTI 2 Purworejo Klampok, Banjarnegara menyabet penghargaan khusus dewan juri fiksi.

Sementara, Seperti Mimpi, sutradara Erika Hartini produksi DN Film’s SMK Darunnajah Banjarmangu, Banjarnegara sebagai film dokumenter terbaik.

Pada penghargaan film fiksi favorit penonton, diraih Cap Jempol, sutradara Nabila Nur Fajrin produksi Brankas Film SMA Negeri 2 Purbalingga.

Sementara Sineas Daerah, sutradara Salsa Nurlaini produksi Candradimuka Production SMK Negeri Gombong, Kebumen sebagai film dokumenter favorit penonton.

“Kaget, tidak menyangka film kami jadi terbaik, soalnya film-film lain juga bagus,” ungkap Yustika Indah Pratiwi sutradara film Lanang ini.

Baca Juga:  Misteri di Balik Kali Gumelem

Dia berharap, bisa terus membuat film untuk Banyumas Raya. Erika Hartini merasa senang karena dua tahun berturut-turut terbaik dikategori dokumenter.

“Membuat film di masa pandemi tentu menjadi kendala karena produksi banyak di dalam rumah sementara kami dari luar rumah subyek,” ujar sutradara Seperti Mimpi ini.

Dewan juri fiksi yang terdiri dari Benny Benke (jurnalis), Ismail Basbeth (sutradara), dan Teguh Trianton (akademisi) menilai, hampir keenam nominasi kompetisi film fiksi seragam atau tipikal, meski bukan sesuatu yang mengecewakan. “Film terbaik dinilai karena pembuat film berani mengangkat ideom penari lengger laki-laki yang menstigmanya tidak mudah ditanggungkan,” ujar Benny Benke, wartawan Suara Merdeka Biro Jakarta.

Sementara dewan juri dokumenter, yaitu Chairun Nissa (sutradara), Mohammad Akbar (jurnalis), dan Muhammad Taufiqurrohaman (akademisi) menganggap, pembuat film pelajar perlu memperkaya teknik bercerita dan meningkatkan kualitas riset. “Kami menilai, film dokumenter terbaik karena berhasil lepas dari jebakan narasi ‘kasihan-mengasihani’ dengan mengangkat kelebihan dan kekuatan subyek,” tutur Chairun Nissa yang akrab disapa Ilun.

Baca Juga:  Digelar Saat Pandemi, Dieng Culture Festival Digelar Secara Hybrid

FFP yang merupakan program tahunan CLC Purbalingga, tahun ini memberikan penghargaan Lintang Kemukus bagi seniman atau maestro seni tradisi kepada Ismail Marzuki, pelawak yang kini tinggal di Desa Selagaggeng, Kecamatan Mrebet Purbalingga.

Pada Lintang Kemukus modern dianugerahkan kepada almarhum Achmad Basirun, perupa kawakan aseli Purbalingga yang menorehkan karyanya lewat beragam media, selain kanvas, juga kertas, harbot, tembok, dengan cat minyak, air, pensil, arang, dan lainnya.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Tengah Mukhlis Husein memberikan apresiasi kepada pelajar dan Festival Film Purbalingga yang konsisten dalam menggelar festival. “Meski dimasa pandemi, namun tetap menunjukan eksistensinya,” tutur anggota dewan asal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang malam itu turut hadir. (Prima Intan DI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *