Wiradesa.co – Desa Jatimulyo, Kecamatan Petanahan, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah (Jateng) sudah sejak dulu terkenal sebagai lumbung pangan. Sebelum Indonesia merdeka tahun 1945, warga Jatimulyo sudah mandiri pangan, bahkan sudah berdaulat di bidang pangan.
Para petani dari Jatimulyo tercatat dalam sejarah, sebagai penyuplai logistik pangan kepada para prajurit Mataram yang menyerbu ke Batavia tahun 1628. Mereka memberikan hasil buminya kepada prajurit Mataram dibawah komando Tumenggung Bahurekso dan Ki Mandurarejo.
Saat perang Diponegoro tahun 1825 sampai 1830, lumbung pangan Jatimulyo juga berperan besar sebagai penyedia pangan bagi pengikut Pangeran Diponegoro yang mengadakan perlawanan terhadap penjajah Belanda. Para petani membantu pangan prajurit yang tergeser ke arah barat.
Peran petani Jatimulyo tempo dulu itu mungkin belum banyak diketahui masyarakat, khususnya anak-anak muda Jatimulyo. Sudah selayaknya para pemuda turun ke sawah mengembalikan kejayaan desanya yang dulu menjadi lumbung pangan. Tentu dengan cara milenial yang disesuaikan dengan jamannya.
Melihat hamparan sawah yang luas, irigasi tertata baik, dan semangat para petani, maka tidak mengherankan jika Jatimulyo penghasil beras terkemuka di Jateng bagian selatan. Berdasarkan data desa tahun 2019, di wilayah Jatimulyo terdapat 163,098 ha tanah sawah, terdiri dari irigasi teknis 133,133 ha, irigasi setengah teknis 29,985 ha, dan tidak ada sawah tadah hujan.
Sawah 163 ha tersebut menghasilkan panen tiga kali dalam setahun, meliputi panen dua kali padi dan sekali palawija (kacang). Setiap panen padi menghasilkan 978 ton gabah. Jika harga gabah sekitar Rp 5.000.000, maka setiap panen mendatangkan uang Rp 4.890.000.000. Jika setahun dua kali panen padi, maka sawah di Jatimulyo menghasilkan 1.956 ton per tahun.
Dengan produksi gabah ribuan ton per tahun itu, Desa Jatimulyo dikenal sebagai penghasil padi terbesar di wilayah Kabupaten Kebumen. Dari desa ini sedikitnya memproduksi 1.956 ton per tahun. Jika dirupiahkan nilainya Rp9.780.000.000. Sebuah nilai rupiah yang menggiurkan.
Besarnya hasil panen para petani Jatimulyo, sempat mengagetkan Kepala Desa Jatimulyo Sabit Banani. Dia tidak menyangka jika para petani, warganya, sebenarnya kaya-kaya. Tapi hidupnya tetap sederhana. “Ternyata sekali panen, hasilnya 4,5 miliar. Besar sekali nilai itu,” ujar Sabit Banani kepada Wiradesa.co, Sabtu (12/9/2020).
Sudah sekitar satu tahun menjadi Kades Jatimulyo, Sabit Banani tidak menyangka jika hasil padi di wilayahnya sampai miliaran rupiah. Namun dia mengerti dan paham jika sawah menjadi tumpuan harapan hidup kebanyakan warga Jatimulyo. Maka setelah dilantik menjadi lurah, Sabit langsung turun ke sawah.
Satu hari setelah dilantik menjadi Kepala Desa Jatimulyo 23 Juli 2017, Sabit Banani langsung turun ke sawah. Mantan fasilitator pemberdayaan PNPM ini selama 36 hari terus menerus menunggui ili-ili banyu di aliran irigasi yang mengaliri sekitar 163 hektar (ha) area persawahan di wilayah Desa Jatimulyo, Kecamatan Petanahan, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah (Jateng).
Sebagai aktivis pendamping desa, Sabit Banani mengerti betul potensi yang ada di desa tanah kelahirannya. Baginya, sawah menjadi jantung kehidupan warga yang dimulyakannya. Maka saat dipercaya menjadi lurah, dia bertekat untuk serius memperhatikan permasalahan pertanian agar mata pencaharian para petani tersebut benar-benar bisa menyejahterakan.
“Kami bersama para petani Jatimulyo bertekat untuk tanam pertama panen pertama dari 10 desa yang ada di wilayah Petanahan,” ujar Sabit Banani kepada Wiradesa.co, Sabtu (12/9/2020). Karena sebelum Juli 2017, para petani Jatimulyo selalu pada urutan 9. Sehingga hasil jual panennya tidak setinggi yang panen pertama.
Dengan program sebar pethuk, tanam pertama panen pertama, maka harga jual gabahnya lebih tinggi dibandingkan lainnya. Selisihnya antara Rp30.000 sampai Rp40.000 per kwintal. Harga gabah kering antara Rp500.000 sampai Rp530.000 per kwintal. Kini para petani Jatimulyo bersemangat untuk tanam pertama panen pertama.
Setelah mampu meningkatkan kekompakan petani dan nilai jual gabah, Pak Lurah Sabit Banani ingin agar Lumbung Padi yang sejak dulu ada di wilayah Jatimulyo dihidupkan lagi. Kini masih ada 7 lumbung di Jatimulyo, tetapi hanya 2 yang masih aktif diisi oleh para petani. Lumbung padi ini kelak menjadi penanda jika para petani Jatimulyo berperan sebagai penyuplai logistik pangan bagi prajurit Mataram.
Kampung Hijau
Selain menggalakkan sebar pethuk dengan tanam pertama panen pertama, serta menghidupkan kembali Lumbung Padi, aparat desa Jatimulyo juga meluncurkan program “Mana Kebunmu”. Program ini bertujuan, antara lain agar warga gemar menanam. Menanam apa yang dimakan dan memakan apa yang ditanam.
“Kami mewajibkan setiap warga memiliki minimal 10 polibag dengan tanaman sayur dan buah,” tegas Sabit Banani. Program yang mendukung Kampung Hijau ini dilaksanakan warga. Kini setiap halaman rumah di Desa Jatimulyo ada puluhan polibag dengan tanaman lombok, terong, seledri, bayam, kangkung, dan lainnya.
Banyaknya warga yang membeli bibit di luar Jatimulyo, membuat ibu-ibu tergerak untuk membuat kebun bibit sendiri. Akhirnya Tim Penggerak PKK Desa Jatimulyo, Kecamatan Petanahan, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah (Jateng) membangun Kebun Bibit Sekartaji. Kebun bibit sayuran, buah-buahan, dan tanaman unggulan ini, selain mendukung program Pekarangan Pangan Lestari (P2L) dengan slogan “Mana Kebunmu” juga menghasilkan pendapatan bagi ibu-ibu rumah tangga.
Keberadaan Kebun Bibit Sekartaji memanfaatkan pekarangan warga. Pelaksanaan P2L “Mana Kebunmu” dimotori 30 anggota TP PKK Desa Jatimulyo. “Kami mewajibkan setiap anggota menanam sayuran atau tanaman pangan, minimal di 100 polibag,” ujar Sigih Ustianingsih, Ketua Tim Penggerak PKK Desa Jatimulyo.
Aksi menanam oleh 30 perempuan penggerak PKK itu ternyata diikuti hampir semua warga di Desa Jatimulyo. Desa yang terkenal dengan lumbung padi ini memiliki 884 kepala keluarga. Setiap KK minimal memiliki 10 polibag. Sehingga paling sedikit ada 8.840 polibag dengan berbagai tanaman sayur dan buah di wilayah Desa Jatimulyo.
Jumlah ini masih ditambah dengan sekitar 3.000 polibag yang dimiliki 30 anggota penggerak PKK, Jadi totalnya ada 10.000 lebih polibag yang ada di Jatimulyo. “Sebelum terbangun Kebun Bibit Sekartaji, warga membeli bibit sayur dan buah dari tempat lain, yang ada di luar desa,” ungkap Sigih, istri Kades Jatimulyo Sabit Banani.
Untuk membeli 10.000 bibit diperlukan dana sekitar Rp10.000.000. Agar dana sebesar itu tidak keluar dari Desa Jatimulyo, ibu-ibu penggerak PKK memiliki inisiatif membuat kebun bibit sendiri. Kebetulan ada warga bernama Sudirman yang mempersilahkan tanahnya untuk demplot dan persemaian bibit.
Atas kerja keras ibu-ibu penggerak PKK dan dukungan aparat desa, Kebun Bibit Sekartaji bisa direalisasikan pada 7 Agustus 2020. Bibit-bibit sayuran yang tersedia, antara lain tomat, kembang kol, terong, cabe, bawang merah, selada, pare, pokcay, seledri, dan kecipir. Sedangkan bibit-bibit buahnya, di antaranya mangga, jeruk, dan dua buah unggulan Jatimulyo, pisang, alpokat.
Siang itu tampak sejumlah ibu-ibu penggerak PKK, seperti Bu Kamsiah, Bu Fatimah, Bu Sofi, dan Bu Sigih bersemangat menanam bibit sayuran di demplot Sekartaji. Mereka mengaku senang, karena dengan menanam sayur dan buah, bisa memenuhi kebutuhan keluarga dan menambah pendapatan rumah tangga. “Dulu kami hanya ibu rumah tangga, sekarang bisa menghasilkan pendapatan,” kata Bu Kamsiah.
Bibit-bibit sayur dan buah-buahan di Kebun Bibit Sekartaji selain untuk memenuhi kebutuhan warga Jatimulyo juga dijual ke luar desa. Saat wartawan wiradesa.co berkunjung ke kebun, ada warga dari luar desa yang membeli sejumlah bibit sayuran di Kebun Bibit Sekartaji.
Keberadaan Kebun Bibit Sekartaji semakin menghijaukan Desa Jatimulyo. Ketika masuk di desa ini ada yang beda dibandingkan dengan desa lain. Setiap rumah ada gapura melengkung terbuat dari bambu dan ada tanaman yang merambat ke gapura tersebut. “Gapura melengkung dari bambu ini menjadi cirikhas Desa Jatimulyo,” ujar Sabit Banani.
Kebun Bibit Sekartaji semakin menguatkan sebutan Desa Jatimulyo sebagai Kampung Hijau. Nantinya Pak Lurah bersama warga juga berkeinginan membuat kebun pisang dan alpokat di pekarangan warga. Pisang dan alpokat selama ini menjadi buah unggulan dari Jatimulyo. Suatu saat nanti, Desa Jatimulyo menjadi Desa Wisata Mandiri Pangan.
Wisatawan yang berkunjung ke Jatimulyo akan bisa menikmati keindahan Kampung Hijau Jatimulyo, memetik pisang dan alpukat langsung dari kebun, bisa belanja bibit di Kebun Bibit Sekartaji, menelusuri sejarah Lumbung Padi, dan membeli oleh-oleh produk dari Sekar Kinanthi. Mereka juga bisa belajar tentang budidaya pisang, alpukat, sayuran, dan bagaimana merealisasikan budaya menanam “Mana Kebunmu”. (Sihono HT)