BANTUL-Genap berumur 10 tahun, gerakan literasi Selasa Sastra menyelenggarakan 10 jam Live Streaming Pagelaran Sastra di Pendapa Manggala Parasamya II Pemda Bantul, pada Kamis 1 Februari 2024. Kegiatan sebagai ungkapan syukur dalam membangun apresiasi sastra bersama jejaring anak muda Yogya dan sekitarnya.
Koordinator utama Selasa Sastra Tedi Kusyairi mengatakan, selain untuk merayakan ulang tahun ke-10 Selasa Sastra, Live Streaming Pagelaran Sastra sebagai wujud rasa syukur atas penghargaan seniman/budayawan dari Pemkab Bantul yang diberikan kepadanya pada Desember 2023 lalu.
“Acara ini juga sebagai launching perdana pembukaan program sambang komunitas sastra 2024 sebagai bagian dari Temu Karya Sastra Daulat Sastra Jogja. Yakni workshop, lomba, pementasan dan sambang komunitas. Habis ini akan keliling menyambangi komunitas sastra di wilayah DIY,” ujar Tedi di sela acara.
Pertunjukan dari pukul 10 pagi hingga 20.00 diisi baca cerpen/cerkak dan puisi/gurit, penggalan naskah drama atau novel, happening art, musikalisasi puisi dan diikuti 50-an sastrawan, seniman, dan komunitas sastra di DIY. Penampil diantaranya dari Sanggar Sastra Mangir Bantul, Sanggar Wiwitan Kota Yogya, Sanggar Paramarta Bantul, Regas Kulonprogo,
Menurut Tedi, geliat komunitas sastra dan produksi karya sastra saat ini sangat pesat. Komunitas sastra mampu saling berjejaring dengan baik. Publikasi karya sastra pun makin luas memanfaatkan beragam media. Setelah makin sempitnya kanal media cetak dalam menampung karya sastra, kini beragam karya bisa diekspresikan melalui postingan di sejumlah platform media sosial. Bertindak sebagai kurator masyarakat langsung sebagai penikmat karya sastra.
“Saking banyaknya konten sebaran karya entah itu puisi, cerpen, mungkin orang bilang sebagai sampah sastra. Nyampah atau nyepam. Tapi dari ‘sampah’ itu saya yakin akan ada yang bisa diambil manfaatnya. Pasti ada karya sastra yang ‘bunyi’,” ungkap Tedi.
Jalan menerbitkan buku sebagai kanal dari penulisan karya sastra saat ini masih terbuka. Di Selasa Sastra pun terdapat penerbitan buku namun hal itu bukan menjadi yang utama. Yang utama lebih ke apresiasi sastra. “Kami ingin ada pengembangan ekonomi kreatif lewat celah sastra,” imbuhnya.
Tedi punya harapan, lewat Selasa Sastra anak muda mau bergabung membuat karya, berkomunitas, berkreasi sastra lalu berkembang dengan dunia barunya. Selasa Sastra menjadi ruang publik yang bisa dimasuki siapa pun tidak hanya teridentifikasi pada karya sastra Indonesia tapi sasta dalam semua bahasa.
Lahir dari Obrolan Pinggir Jalan
Kegiatan Selasa Sastra bermula dari obrolan di angkringan pinggir jalan, sepuluh tahun lalu. Obrolan sekumpulan anak muda yang suka baca karya sastra berlanjut ketika sastrawan Satmoko Budi Santosa hadir sebagai pemantik kegiatan sastra. Kemudian Tedi Kusyairi mengajak teman-teman pecinta sastra untuk tampil pentas membaca karya sastra masing-masing di kawasan Jalan Bejen Bantul dalam sebuah acara launching buku. Kegiatan berlanjut dari kampung ke kampung, desa ke desa, kafe ke kafe, berjalan hingga sekarang.
“Bila ada yang ngunduh bisa ke mana saja bahkan pernah sampai ke luar Yogya. Pasang surut juga. Akhir-akhir ini sakmadyo. Minimal sebulan sekali berkumpul dan berkegiatan. Tapi pernah pula sampai seminggu tiga kali ada kegiatan. Dulu pertama dimulai 1 Februari 2014. Bukan Selasa. Tapi kemudian kegiatan sering dilaksanakan pada Selasa. Meski begitu, kegiatan tak terpatok pada hari. Konsep bukan pada hari tapi pada sastranya,” beber Tedi.
Selasa Sastra pun berkembang menjadi ikon gerakan, tak melulu di Bantul, dan tak harus terlaksana Selasa. Konsep Selasa Sastra bahkan makin meluas menjadi sebuah gerakan literasi. Bukan sekadar soal buku, tulisan. “Tujuannya lebih kepada kembali sisi humanisme. Ruang fiksi kan ruang kemanusiaan. Harapannya itu,” ucapnya.
Sisi humanisme yang terbangun dalam ruang Selasa Sastra diharapkan akan mempengaruhi circle lain. Bertambahnya kekayaan wacana pengetahuan, pendidikan, sosial budaya juga ekonomi. (Sukron)