RUTINITAS santri sewaktu mondok di pesantren yang paling pokok yakni mengikuti jadwal mengaji. Jadwal mengaji bagi para santri telah ditentukan sesuai jadwal. Bisa pagi, siang, atau malam. Sistem dan kurikulum kajian juga telah ditetapkan, sesuai tingkatan. Kurikulum berstandar madrasah diniyah.
Di kalangan pesantren salaf, kurikulum madrasah diniyah biasanya mengkaji kitab klasik dari berbagai cabang ilmu. Ilmu nahwu dan sorof, fikih, tasawuf ada juga kajian kitab tajwid, hingga kajian kitab ilmu hikmah. Yang mengajar bisa para ustaz, para gus atau putra kiai dan beberapa kajian diasuh para kiai pengasuh pesantren. Para kiai pengasuh pesantren juga punya jadwal mengaji sendiri. Misalnya sewaktu nyantri di Pesantren Ath Thohiriyyah Karangsalam Purwokerto, saya ikut mengaji membaca Alquran. Diajar oleh Almaghfurlah KH Thoha Alawy Alhafidz. Waktunya sehabis salat Maghrib. Para santri kala itu umumnya mahasiswa yang nyambi mondok di pesantren.
Dari proses nyantri yang tak berapa lama, tetapi relasi dengan almamater pesantren terjalin hingga kini. Bahkan 23 tahun berlalu setelah meninggalkan pondok, silaturahmi dengan keluarga kiai dan teman satu angkatan tetap terjalin. Akhir Juni lalu para alumni dan keluarga kiai pengasuh melaksanakan temu alumni di Petanahan, Kebumen. Dalam nasihatnya, KH Imam Mujahid mewakili keluarga ndalem Pesantren Ath Thohiriyah menekankan agar para alumnus tetap menjalin silaturahmi, tetap mengaji. Meski beberapa sudah menjadi kiai tetapi hakikatnya tetaplah santri.
Di pesantren, di luar agenda mengaji rutin, ada beberapa hal yang membekas hingga kini. Proses pembiasaan yang diajarkan kiai dalam menjalankan rutinitas ibadah misalnya, cukup terekam kuat dalam memori. Bagaimana saat diajari doa-doa khusus, sholawat tertentu seperti sholawat Nariyah 4444 kali dilaksanakan berjamaah bareng seluruh santri di Pesantren Ath Thohiriyyah. Dilaksanakan malam Jumat setelah Isya. Baca sholawat Jibril saat nyantri di Pesantren Al Ikhsan Beji Purwokerto di mana laku sholawat dibaca 100 ribu kali dibarengi puasa tujuh hari. Aktivitas wirid sholawat sholalloh ‘ala Muhammad itu juga menjadi rutinitas para santri Al Ikhsan saban malam Jumat sehabis Magrib sampai menjelang Isya. Bacaan sholawat Jibril masih menjadi rutinitas hingga saat ini, menjadi amalan harian.
Berbilang tahun kemudian, setelah tak lagi mondok di pesantren, ternyata aktivitas bersilaturahmi ke pesantren di beberapa kota bisa terwujud. Bedanya kunjungan ke pesantren bukan lagi untuk mengaji. Tetapi silaturahmi sembari bertemu pengasuhnya untuk wawancara mencari bahan tulisan rubrik dari Pesantren ke Pesantren milik salah satu koran mingguan di Yogya.
Dari banyak pesantren penerimaan para kiai pengasuhnya umumnya sangat istimewa. Bahwa antara ilmu, akhlak dan adab yang ditunjukkan para kiai itu sangat menyatu. Bagaimana cara menghormati dan menjamu tamu, misalnya. Saat bertemu Gus Hakim pengasuh pesantren An Nur Maron Purworejo, Gus Hakim menunjukkan cara menghormati tamu bagaimana beliau tergopoh-gopoh memungut dan mengambilkan sandal lalu meletakkan di hadapan saya. Saat sowan kepada KH Muhaimin Asnawi Salamkanci Magelang, sebelum wawancara beliau mengajak ke ruang tengah kediamannya dan menyuguh makan dengan berbagai hidangan yang sangat lengkap. Saat berjumpa dengan Habib Husein Bin Abdullah Assegaf Sedayu pun tak kalah unik. Saat itu beliau tengah menyantap semangkuk bubur kacang ijo. Tanpa ragu dia meminta santri mengambilkan satu mangkuk bersih lalu menuang isi bubur kacang ijo yang tengah ia santap. Setengah untuknya dan setengah sisanya diberikan ke saya. Hidangan berikutnya termasuk kahwa atau kopi Arab tak ketinggalan. Kisah nyata itu hanya sebagian saja dari banyak pengalaman berkesan lain ketika sowan kepada kiai di pesantren.
Tentu apa yang dilakukan para kiai dan habib, semua membawa pesan edukasi bagi siapa pun yang sowan kepada mereka.
Di era media sosial saat ini, sejumlah channel Youtube pun ikut semarak dengan beragam sajian khas pesantren salaf. Kita bisa dengan mudah menyimak kajian Gus Baha, pengajian Gus Iqdam, hingga pengajian para kiai sepuh nan berilmu seperti pengajian Almaghfurlah KH Maemun Zubair, pengajian Gus Anam dari Leler Banyumas yang dijuluki kitab berjalan, pengajian KH Thoifur Mawardi Purworejo, dan banyak lagi rekaman pengajian para kiai sepuh yang kharismatis. Juga pengajian kiai muda macam KH Anwar Zahid yang kondang. Banyaknya channel pengajian tentu membawa banyak hikmah. Ilmu dan kajian keagamaan makin mudah disimak untuk menambah referensi dan pengetahuan keagamaan serta memperkuat keimanan.
Di bagian amalan riyadoh sholawat dan amalan lain juga sama banyaknya bertebaran melalui channel Youtube. Dari bacaan, fadhilah atau keutamaan bagi para pengamalnya, lengkap dibahas. Para pemateri pun tak sedikit yang berpredikat kiai pesantren bahkan para habib. Dari konten tersebut masyarakat bisa mengetahui seluk beluk amalan sholawat maupun amalan lain.
Sudah barang tentu, menyimak berbagai materi pengajian atau materi berbagai amalan ciri khas pesantren lewat kanal Youtube merupakan hal yang baik. Namun, sudah barang tentu akan lebih utama agar bisa hadir dan bersua untuk mendapat ijazah langsung dari kiai khususnya perihal berbagai amalan. Agar ilmu dan amalan yang didapat tersambung langsung atau ada sanadnya. Lebih dari itu dengan sowan kiai bisa jadi akan mendapat pelajaran langsung dari figur mereka. Pelajaran yang disampaikan dengan penuh keteladanan. Yang mungkin, hal itu tak sempat tertangkap kamera para youtuber. Wallohu ‘alam.
Sukron Makmun, penulis pernah nyantri dan menumpang tidur di Pesantren Ath Thohiriyyah Purwokerto.








