Joglo Suratno, Tampak Kontras di Antara Bangunan Modern

Joglo Suratno di Padukuhan Kayen, Condongcatur. (Foto: Wiradesa)

PUNYA bangunan joglo nyempil di kampung perkotaan dengan rumah-rumah diapit dinding tembok memang akan terasa kontras dengan suasana sekitar. Kontras antara bangunan etnik dan bangunan modern. Kontras pula antara konsep lawasan dan konsep kekinian.

Bila disatukan kesannya bertabrakan. Tetapi satu bangunan yang berbeda akan kelihatan paling menonjol di antara deretan bangunan lain.

Begitulah kesan Joglo Suratno di Padukuhan Kayen RT 07 RW 45 Condongcatur, Depok, Sleman. Suratno, pemilik Joglo Suratno mengungkapkan, ia mulai membangun joglo sekitar dua tahun lalu. Tergerak membangun joglo setelah menjumpai kayu ukiran dodo peksi lawas. Lantas mulai mengumpulkan balok kayu jati dan ditambah sisa kayu bangunan limasan lama miliknya.

“Awalnya nggak punya niat buat membangun joglo. Mulai tergerak membangun joglo saat lihat kayu ukiran dodo peksi. Pelan-pelan mulai mencari dan mengumpulkan balok jati untuk membangun joglo,” kata Suratno, Minggu 13 Juli 2025.

Suratno mengerahkan sejumlah tenaga tukang dan dapat menyelesaikan bangunan joglo dalam jangka waktu tiga bulan. Joglo jati ukuran 8×10 cukup megah. Bersebelahan dengan rumah tinggalnya. Membangun joglo kayu jati, Suratno menghabiskan dana sekitar Rp 300 juta.

Baca Juga:  Studio Tani Panti Asuhan An-Nur Ajarkan Anak Yatim Menanam

Sebagai penggemar barang antik, dan sering jual beli barang antik, Suratno punya niat mendirikan joglo sebagai sampel. Manakala ada yang minat Joglo Suratno akan dilepas untuk dijual. Ia membanderol bangunan Joglo Suratno seharga Rp 400 juta. Dengan banderol harga segitu, pembeli bongkar, angkut dan pasang sendiri. Bila ingin dibantu hingga pasang kembali, pembeli tinggal menambah harga pembayaran sedikit jadi Rp 500 juta. Pembeli terima beres, tinggal pakai.

“Kalau sama pemasangan jadinya Rp 500 juta. Sama biaya kirim paling. Tergantung jauh dekatnya,” kata Suratno.

Suratno mengaku, saat pandemi lalu sudah ada pihak yang rembukan harga di angka Rp 400 juta namun hingga kini belum kontak kembali lanjut tidaknya. “Sembari menunggu pembeli, Joglo Suratno sementara ini dipakai untuk berbagai kepentingan warga. Kegiatan RT, coblosan, rapat warga, reses DPR tanpa dipungut biaya,” jelasnya.

Di bagian dalam joglo terdapat dokar lawas asal Pasuruan. Dulunya bekas dokar bupati. Bupati dapat dari bekel. Konon dulunya dokar tersebut dipakai kirab manakala ulang tahun daerah. Di samping dokar Pasuruan, Suratno masih punya satu unit dokar Kebumen. Dipajang di teras rumah.

Baca Juga:  GKBRAA Paku Alam Menutup Pelatihan Penggiat Desa Bersinar

“Dokar masih bisa dipakai buat jalan. Tinggal ditarik kuda bisa jalan,” jelas Suratno yang punya koleksi barang antik macam lampu gantung lawasan berharga antara Rp 2 juta hingga belasan juta rupiah.

“Pembeli langsung dan peminat barang antik biasanya berani beli harga tinggi. Karena tahu, untuk mencarinya tidak mudah,” imbuhnya. (Sukron)

Tinggalkan Komentar