‘Mawarid Tempe’ Ajarkan Santri Berlatih Wirausaha

Pondok Pesantren Raudlatul Ulum ajak santri berwirausaha (Foto: Wiradesa)

KEBUMEN – Produksi tempe termasuk salah satu usaha pengolahan pangan yang menjanjikan. Seluruh kalangan masyarakat di desa hingga kota, pasti mengenal tempe. Tempe pun diolah dalam beragam menu masakan.

Unit usaha tempe tak terbatas pada sentra industri rumahan. Lembaga seperti pesantren punya peluang besar ketika membuka unit usaha pengolahan tempe. Hal itu telah dibuktikan ‘Mawarid Tempe’ di lingkungan Pondok Pesantren Raudlatul Ulum, Desa Karangtanjung, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen.

“Mawarid Tempe sudah berdiri sejak dua tahun terakhir. Yang mengurus para santri,” kata Barkah, salah satu santri yang ikut membuat tempe kepada Wiradesa.co, Jumat, 9 April 2021.

Menurut Barkah, produksi tempe sebagai salah satu cara melatih santri Pondok Pesantren Raudlatul Ulum asuhan Kiai Agus Alfian untuk berwirausaha serta berlatih mandiri.

Pesantren asuhan Kiai Agus Alfian ajarkan santri mandiri (Foto: Wiradesa)

Peralatan yang dibutuhkan untuk memproduksi tempe antara lain takaran, ember besar, cething besar, panci kukus, tungku pembakaran, penggiling kedelai, karung, gelas plastik dan plastik kemasan tempe ukuran 16×12 cm. Sedangkan bahan yakni kedelai 20 kg, ragi 35 gr, air dan tepung beras. “Tepung beras biasanya berguna untuk memutihkan tempe,” imbuhnya.

Baca Juga:  Budidamber: Konsep dan Teknik Pemanfaatan Lahan Sempit untuk Ketahanan Pangan

Teknis pembuatan tempe, siapkan kedelai 20 kg. Setelah itu, kukuslah selama 2 setengah jam agar kedelai lunak. Lalu giling kedelai agar kedelai terpecah menjadi dua bagian. Lakukan perendaman selama sehari semalam agar kedelai mengembang.

Tahap berikutnya, pencucian bertujuan untuk menghilangkan bau lendir yang ada. Selanjutnya, siapkan panci kukus untuk mengukus kedelai sampai kira-kira matang. Jika sudah, angkat dan tiriskan kedelai sampai benar-benar kering. Pindahkan kedelai ke wadah yang lebar atau bisa juga menggunakan karung. Biarkanlah kedelai sampai kering. Jangan lupa taburi ragi hingga merata dan tepung beras bertujuan agar tempe terlihat lebih putih. Kemudian siapkan plastik yang sudah ditusuk-tusuki menggunakan ujung pisau.

“Masukkan kedelainya. Jangan lupa tutup plastik tersebut dengan mesin pres,” jelas Barkah yang juga mahasiswa PGSD UNS Kebumen. Terakhir, simpanlah tempe di rak atau wadah yang mengalami sirkulasi udara baik. Usahakan jangan sampai terkena panas matahari agar tempe tidak lembek.

Kedelai ditiris sampai benar-benar kering (Foto: Wiradesa)

Pemasaran tempe produksi para santri biasanya di sekitar wilayah Kebumen. Wilayah pemasaran meliputi Gemeksekti, Kemitir, Jemur Clowok dan sekitarnya. Harga tempe juga variasi disesuaikan dengan permintaan konsumen berkisar Rp 800 sampai Rp 1000.

Baca Juga:  Santri Berperan Gerakkan Ekonomi Desa

“Di pondok kami tak lagi memikirkan kebutuhan makan. Karena sudah ditanggung sama pak kiai. Dan, yang pasti kami dapat berlatih wirausaha,” kata Barkah. (Nur Anggraeni)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *