Pembangunan Jalan Tol, menyebabkan antara lain terjadinya perubahan sosial bagi masyarakat desa. Terbelahnya wilayah desa oleh jalan bebas hambatan, tidak yang justru menghambat hubungan kekerabatan warga desa.
“Saiki pengin nonton wayang wae kudu nyebrang jalan tol (Sekarang mau nonton wayang aja harus menyeberang jalan tol),” ujar Suroto, warga Desa Mendak, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Kamis 11 April 2024.
Suroto yang gemar nonton wayang kulit itu tidak mengeluh, tetapi hanya mengungkapkan isi hatinya. Setiap Lebaran, dia selalu nonton wayang di Desa Jetis, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, sebuah desa yang terletak di barat Desa Mendak.
Namun karena perbatasan Desa Jetis Polanharjo dan Desa Mendak Delanggu terbelah Jalan Tol, dibangun Jalan Tol Solo – Yogyakarta, maka Suroto dan juga warga Mendak lainnya harus menerobos jalan tol.
Selain itu warga yang memiliki lahan sawah di dekat jalan tol, khususnya yang berada di wilayah Desa Mendak, susah mendapatkan air. Sehingga banyak yang dibiarkan mangkrak dan tidak produktif.
Jika yang sawahnya terkena langsung pembangunan jalan tol, pemilik sawah mendapat ganti untung, tetapi yang tidak terkena dan sawahnya berada di dekat jalan tol, pemiliknya hanya gigit jari. Karena lahannya terisolir, sulit air, dan banyak yang dibiarkan mangkrak, tidak ditanami apa-apa.
Pembangunan jalan tol merupakan program nasional. Rakyat, warga desa hanya bisa pasrah kepada pemerintah. Sudah kewajibannya aparat negara memberikan bimbingan, arahan, dan solusi kepada warga terimbas dampak langsung proyek jalan tol. Jangan setelah ganti untung lahan sawahnya, terus selesai. (*)