YOGYAKARTA – Para pemuda merancang penataan Kota Yogyakarta sesuai dengan keinginan, kebutuhan, dan bayangan mereka sendiri. Latarbelakang mereka beragam, ada yang dari pemuda kampung Jogonegaran, mahasiswa UGM, aktivis komunitas ketjilbergerak, serta mahasiswa Ateneo Manila dan University for Peace Kosta Rika.
Setelah fokus berdiskusi secara grup, anak-anak muda ini terbagi dalam empat kelompok. Setiap kelompok diberi peta buta Kota Yogyakarta. Mereka diminta menyusun penataan kota sesuai keinginan, kebutuhan, dan bayangan mereka sendiri. Hasilnya 4 peta dengan penataan yang beragam, peta-peta tersebut kemudian dipresentasikan di depan forum.
Hampir semua peta penataan kota, memperhatikan soal sampah, kebersihan, keasrian, kenyamanan, dan kepedulian tentang lingkungan. Karena sebelumnya, sejumlah mahasiswa asal Vietnam dan Jepang menjelaskan soal manajemen sampah di kota tempat tinggalnya.
Mahasiswa asal Jepang, Sho dan Koki berbagi soal manajemen sampah di kota masing-masing. Sho dari Osaka dan Koki dari Tokyo. Menurutnya, di Jepang, warga selalu membuang sampah dengan memisah-misahnya. Misal satu botol akan dipisah antara tutup, plastik label, dan botolnya.
Karena warga Jepang sudah teredukasi dan memiliki kesadaran jika sampah-sampah yang sudah dipisahkan tersebut akan direcycle menjadi benda-benda yang bermanfaat bagi kehidupannya. “Bahan pakaian di Jepang, seperti kaos itu terbuat dari campuran plastic yang sudah didaur ulang,” ungkap Koki.
Sedangkan mahasiswa asal Indonesia, Wira, dan mahasiswa asal Vietnam, Phuong, yang keduanya mengambil double degree di Ateneo de Manila dan University for Peace Kosta Rika, juga berbagi soal bagaimana manajemen sampah di Kosta Rika dan Vietnam.
Sesi sharing dilanjutkan dengan tanya jawab. Anak-anak muda aktif bertanya dan curhat tentang peran masyarakat sipil dalam menejemen sampah di masing-masing kota. Mereka ingin berkontribusi secara aktif bagi kebersihan di kotanya.
Phuong, mahasiswi asal Vietnam, merasa senang bisa berdiskusi dengan pemuda kampung dan mahasiswa tentang perencanaan tata kota di Yogyakarta. “Acara hari ini menarik. Saya berharap untuk bisa melibatkan partisipan survei dari para mahasiswa di luar kampung Jogonegaran. Topik yang dibicarakan, tidak hanya menyoal kampung saja, namun tentang kota secara lebih luas,” papar Phuong.
Phuong berharap melalui aktivitas ini para peserta menyadari bahwa kesadaran kecil yang dimulai dari kehidupan sehari-hari adalah langkah kecil untuk memulai perubahan yang lebih besar. Pemuda punya potensi untuk menjadi agen perubahan. “Kami harap mereka menjadi lebih percaya diri dalam membaca kota dan menginisiasi perubahan. Meskipun waktu terbatas, tetapi para pemuda membuat komentar dan pertanyaan yang sangat bagus,” ujarnya.
Founder ketjilbergerak, Greg Sindana, menjelaskan aktivitas pemuda kampung, mahasiswa dari berbagai negara, dan aktivis lingkungan di Kota Yogyakarta ini sangat menarik. Hal yang menarik, antara lain tentang bagaimana para pemuda kota dari berbagai kota di dunia bertemu dan memperbincangkan tentang kota ideal menurut mereka.
Selain itu juga bagaimana para pemuda, sebagai penduduk atau masyarakat sipil, bisa turut serta dalam pengelolaan dan penciptaan kota yang ideal di masa depan. Sehingga pemuda kota tidak hanya sebagai obyek pembangunan yang pasif, tetapi bisa aktif urun ide bahkan ikut mengelola, meskipun dalam lingkup sekitar mereka, misalnya manajemen sampah di lingkungan rumah atau RT.
Agenda selanjutnya pada Minggu 25 September 2022: Mural bersama pemuda Kampung Jogonegaran. Pada 1 Oktober: Workshop menyoal lingkungan kota bersama pakar lingkungan kota. Selanjutnya 2 Oktober: Kelas Kreatif, belajar menyuarakan kepedulian terhadap lingkungan kota dengan cara kreatif bersama ketjilbergerak. (*)