Prihatin Klithih, Anak-anak Butuh Pola Asuh yang Seimbang dan Sehat

Ilustrasi stop klitih. (Foto: Wiradesa)

YOGYAKARTA – Tragedi meninggalnya DAA (18) pelajar SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta akibat kekerasan jalanan menyisakan duka bagi keluarga, teman, sekolah, dan masyarakat Yogya. Nasib malang yang menimpa pelajar asal Kebumen bukanlah kali pertama dalam kejahatan yang acapkali disebut dengan istilah klithih.

Keprihatinan mendalam diungkapkan Psikolog Islam Dr Azam Syukur Rahmatullah SHI MSI MA C PNLP. Dosen Pascasarjana Magister Ilmu Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu mengatakan, prihatin atas kondisi yang terjadi. “Saya ikut takziah, mengikuti proses pengantaran jenazah hingga proses pemakaman sampai selesai. Kebetulan kenal baik dengan ayah almarhum,” ucap Azam kepada wiradesa.co Kamis 7 April 2022.

Azam prihatin kepada peristiwa memilukan, terjadi pada anak-anak yang berperilaku baik. “Siapapun yang jadi korban termasuk dari pelaku yang dianggap punya perilaku tak baik sekalipun, saya prihatin,” imbuhnya.

Para pelaku, lanjutnya, adalah anak-anak yang telah kehilangan figur orangtua, kehilangan figur pengasuhan, kehilangan figur yang mengedukasi, kehilangan figur yang memberi pemahaman tentang keagamaan. “Karena berbagai hal tersebut, akhirnya mereka jadi sampah masyarakat. Jadi perusuh di tengah masyarakat. Kepada para pelaku, meski umur biologis dibilang anak atau remaja namun apa yang dilakukan substansinya kejahatan pembunuhan. Jadi sebaiknya tetap diberikan hukuman setimpal,” jelasnya.

Baca Juga:  Menjaga Jogja Tetap Ayem Tentrem

Dalam telaahnya, kejahatan jalanan ala anak klithih tak hanya terjadi di Yogya. Dalam perspektif lain ia menyebut kejahatan begal. Meski beda, para pelaku sama-sama bisa dari kalangan anak remaja usia belasan tahun. “Belum lama di Bekasi alumni pondok yang saya asuh di Buayan meninggal jadi korban begal. Para pelaku diketahui remaja usia belasan yang awalnya tengah mencari lawan tawuran. Karena tak ketemu lawan akhirnya membegal barang bawaan korban. Karena mendapat perlawanan maka berujung pembacokan,” kata Azam.

Substansi perbuatan yang terjadi di Jalan Gedongkuning Yogya dengan peristiwa di Bekasi tersebut kurang lebih sama. Diawali provokasi bleyeran suara knalpot, dikejar lalu terjadi penganiayaan. Di Bekasi diawali niat tawuran lalu membegal. “Substansinya sama. Melakukan tindakan amoral, abnormal, pelampiasan dengan kekerasan hingga terjadi korban luka atau meninggal,” jelasnya.

Dikatakan Azam para pelaku bertindak keji dan bengis seperti itu dilatari pola asuh yang tak seimbang dalam keluarga sehingga anak mengalami disharmoni kejiwaan.

“Ayah kasar tanpa anak tahu, ibunya mengumpat-ngumpat. Si anak kehilangan kesejahteraan diri,” ungkap Azam.

Baca Juga:  Basarnas Yogyakarta Siagakan Personel di Obwis Pantai Selatan

Pelarian akibat ketidaknyamanan di tengah keluarga berimbas ke kehidupan sosial. Ketika berhubungan dengan dunia sosial mereka melampiaskan atas disharmoni yang dirasakan. “Dasarnya itu. Mereka kemudian bisa masuk ke geng motor, geng tawuran. Melampiaskan kekecewaan batiniah mereka akan cari sosok pengganti keluarga,” timpal Azam sembari menambahkan, masuk geng motor, geng tawuran pada tataran manusia normal merupakan hal negatif namun bagi mereka dianggap sesuatu yang baik-baik saja. Saking menyatunya terkadang kelompok geng bahkan dianggap sebagai keluarga sesungguhnya.

Tipikal anak-anak remaja belasan tahun yang brutal, emosional seperti anak klithih, kata Azam akibat jiwa mereka krisis kasih sayang, krisis keteladanan, ilmu, akhlak dan moral serta agama. Agar anak-anak tak sampai terjerumus kepada salah pergaulan seperti halnya anak klithih dan geng tawuran, Azam menyarankan kepada para orangtua dalam membimbing anak melalui edukasi dan pengasuhan yang seimbang, pengasuhan yang betul-betul sehat.

“Pengasuhan sehat akan terjadi bila jiwa bapak, ibu sehat. Kepribadian sehat. Bapak dan ibu cukup mempunyai ilmu parenting yang sehat. Boleh sesekali marah tapi berilmu bukan marah karena hawa nafsu,” terang Azam. Ketika orangtua merasa belum cakap dalam pengasuhan anak, merasa tak mampu membentuk etika adab yang baik pada anak, diharapkan orangtua dengan penuh kesadaran minta bantuan pihak ketiga seperti menyampaikan kepada guru di sekolah.

Baca Juga:  Leo: Lagu Jogjakarta Wujud Kecintaanku terhadap Kota Yogyakarta

Penting juga menurut Azam bagi para orangtua selalu menjaga komunikasi intensif akrab tanpa menekan dengan anak sebagai upaya pencegahan sembari menyampaikan motivasi positif, pesan spiritual agar anak-anak tak menjadi korban dan menjadi pelaku kejahatan jalanan seperti halnya klithih di Yogya dan kejahatan serupa di daerah lain.(Sukron)

Tinggalkan Komentar