Fotografer Istano Basa Pagaruyung dan Air Terjun Lembah Anai: Mengabadikan dan Menceritakan Sejarah Minang

Wisnu, anggota Perkumpulan Photografer dan Pakaian Adat Minang Istano Basa Pagaruyung, Jumat (17/3/2023). (Foto: Wiradesa)

Fotografer di lokasi wisata, khususnya di Istano Basa Pagaruyung dan Air Terjun Lembah Anai, Sumatera Barat, tidak hanya mengabadikan pengunjung saja, tetapi juga menceritakan sejarah Minang. Mereka mendokumentasikan kunjungan wisatawan dalam bentuk foto dan memaparkan sejarah kehidupan masyarakat Minang dengan story telling.

Samsuardi, fotografer yang menjadi anggota Perkumpulan Photografer dan Pakaian Adat Minang Istano Basa Pagaruyung (PPDPI) awalnya menawarkan jasa foto di area Istano Basa Pagaruyung. Satu foto Rp 25.000. Lokasi fotonya bisa di luar atau di dalam bangunan Rumah Gadang yang memiliki nilai sejarah tinggi, bagi kehidupan masyarakat Minang.

Namun Samsuardi tidak hanya menawarkan jasa fotografinya saja, tetapi juga menarik bercerita tentang motif ukiran di bangunan tempat tinggal raja, kamar-kamarnya, dan adat istiadat masyarakat Minang tempo dulu. “Di tanah Minang itu adat bersendi sarak dan sarak bersendi kitab,” cerita Samsuardi.

Menurutnya, di tanah Minang, Sumatera Barat, adat bergantung agama, dan agama bergantung kitab. Jadi adat istiadat yang dijalankan warga Minang berdasarkan nilai-nilai agama, dalam hal ini agama Islam. Sedangkan nilai-nilai agama itu berdasar kitab, dalam hal ini kitab Alquran. “Jadi tidak ada adat istiadat Minang itu bertentangan dengan nilai-nilai agama Islam,” jelas Samsuardi, fotografer yang juga pencerita ini.

Baca Juga:  Kenalan Kampung Andong di Yogyakarta

Terkait dengan motif ukiran di bangunan Rumah Gadang, Samsuardi mengungkapkan didominasi dengan bentuk daun tumbuhan yang ternyata itu menjadi bahan makanan dan obat bagi manusia. Seperti daun pakis, yang bisa untuk sayuran. Kemudian daun sirih, untuk pengobatan keputihan dan pendarahan di hidung, yang biasa disebut mimisan.

Kemudian kenapa bangunan utama yang ada di Istano Basa Pagaruyung itu bertingkat tiga. Ternyata ada artinya. Karena di zaman kerajaan tanah Minang itu ada Raja Adat, Raja Ibadat, dan Raja Alam. Mereka memiliki tugas sesuai dengan kewenangannya masing-masing.

Namun fotografer yang pencerita ini menegaskan adat Minang sangat menjunjung tinggi posisi perempuan. Menurutnya, di tanah Minang yang mendapat warisan itu anak perempuan. Karena anak perempuan itu dianggap harga diri keluarga. Perempuan pantang melanggar adat. Jika sampai melanggar, maka akan dibuang ke tempat lain, atau istilahnya dibuang sepanjang adat.

Sedangkan Wisnu, mengungkapkan anggota Perkumpulan Photografer dan Pakaian Adat Minang Istano Basa Pagaruyung (PPDPI) berjumlah 100 orang. Namun tidak semua anggota bertugas setiap hari. Biasanya setiap hari ada sekitar 50 orang yang bertugas. Mereka menjadi ujung tombak, pelaku wisata di Istano Basa Pagaruyung.

Baca Juga:  Jejaring Desa Wisata Berbasis IT
Ujang, salah satu Fotografer Air Terjun Lembah Anai. (Foto: Wiradesa)

Fotografer di destinasi wisata Air Terjun Lembah Anai juga tidak hanya menawarkan jasa foto saja, tetapi juga piawai menceritakan sejarah Lembah Anai. Ada cerita menarik dan masih dipercaya sebagian masyarakat, tentang air yang mengalir jatuh dari Lembah Anai.

Menurut penuturan Ujang, salah satu fotografer yang pencerita ini mengungkapkan Air Terjun Lembah Anai berhulu di Gunung Singgalang. Di puncak tersebut ada telaga Namanya Telaga Dewi.

Air yang terjun dari Lembah Anai merupakan aliran dari Telaga Dewi yang dipercaya tempat mandinya para dewi yang cantik rupawan. Sehingga beredar cerita legenda, kalau mandi di tempat aliran air terjun akan awet muda.

Benar atau salah cerita tersebut, kenyataannya air terjun dari Lembah Anai memang jernih dan bersih. Sehingga kalau untuk membasuh muka, terasa segar. Kesegaran ini yang memancarkan pesona wajah dan tubuh manusia. (Ono Jogja) 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *