Pertunjukan Membakar Ala di Rumah Tua Bienalle Jogja

Salah satu adegan dalam pertunjukan Pekarangan (Tinampil-Tumbuh) di Rumah Tua Bianelle Jogja. (Foto: Wiradesa)

BANTUL – Pekarangan (Tinampil-Tumbuh) pertunjukan yang berlangsung di Rumah Tua Bienalle Jogja, pada Jumat (17/11/2023). Pertunjukan merupakan salah satu rangkaian acara Bienalle 2023 yang salah satu tempatnya terletak di sebuah rumah tua di Dusun Ngentak, Bangunjiwo, Kalurahan Kasihan, Bantul.

Pertunjukan tersebut berusaha menceritakan bagaimana kisah masa lalu dari rumah tua yang masih berdiri. Dahulu, rumah tua dengan tembok kayu merupakan rumah terbesar di Dusun tersebut. Namun, sempat terdengar desas-desus adanya peristiwa pesugihan di rumah tua. Hingga kini, pemilik rumah pun tidak lagi menempati rumah sejak punya hunian yang lebih layak di daerah sekitar desa.

Pada pertunjukan, para pemeran berusaha menceritakan ulang bagaimana kisah kelam rumah tua dari sudut pandang para pemeran masing-masing. Salah satu pemain dalam pertunjukan, M. Ichsanuddin Adnan atau dikenal sebagai Suden, menerangkan, premis utama dari cerita yang dibawakan dalam pertunjukan adalah membakar “ala”.

“Ala ini dalam bahasa Jawa dapat diartikan sebagai keburukan atau kejelekan. Jadi membakar ‘ala’ disini bertujuan untuk membakar semua hal negatif termasuk emosi negatif yang ada dalam diri manusia,” jelas Lysandra Zulfa Anindita yang berperan sebagai perempuan berkemben dengan pekerjaan domestiknya.

Baca Juga:  Pekan Seni dan Literasi Warga Lempuyangan RW 05 Tingkatkan Kreativitas Anak

Lakon menyimbolkan membakar ‘ala’ atau hal-hal negatif itu dengan membakar api dalam tungku tanah liat yang diletakkan di atas kepala Lysandra. Keduanya menjelaskan, semua adegan sebelum membakar ‘ala’ mereka lakukan dengan improvisasi. Improvisasi dilakukan sesuai dengan interpretasi atas peristiwa rumah tua dan keburukan manusia yang harus dibakar melalui perspektif diri masing-masing.

Pada perspektifnya Lysandra berusaha membebaskan dirinya dari beban-beban domestik yang bertimpuk dalam dirinya. Kemudian memaknai ‘ala’ untuk membakar emosi negatif dari peran domestik yang membebani.

“Pada prosesnya kami melakukan banyak dialog dengan orang-orang sekitar, untuk memahami apa yang terjadi sehingga kami dapat menginterpretasikan peristiwa yang telah terjadi dengan persepsi yang kami miliki,” ujar Suden yang berperan memimpin doa dan melempar tanah pada pertunjukan.

Tapi sebenarnya Suden tak mau menyebut apa yang dilakukannya saat itu sebagai pertunjukan, sebab ia dan teman-teman Sanggar Premature yang berlakon sejujurnya benar-benar berniat mendoakan rumah itu. Jadi ia tidak menganggap apa yang dilakukannya sebagai pertunjukan melainkan doa selamatan untuk rumah tua itu.

Baca Juga:  Warga Ngayogyakarta Pentas Ketoprak “Sri Huning Putri Tuban” di Bumi Anoa

Rumah Tua Bienalle Jogja sejatinya merupakan rumah pribadi yang tidak lagi dihuni pemilik. Rumah itu telah berdiri sejak 1977 lalu kembali digunakan saat acara Bienalle 2023 ini.

Rumah Tua Bienalle Jogja menjadi salah satu tempat di daerah Bangunharjo untuk memamerkan instalasi karya para seniman di bidang arsitektur dari 6 Oktober-25 November 2023. Pengunjung pun bisa masuk melihat-lihat karya pameran yang ada di dalam rumah tua itu.

“Harapanku dan tim Bienalle ada aktivasi di sini (di lingkungan rumah ini) melalui acara Bienalle ini. Entah nantinya ruang ini bisa aktif (lagi) digunakan oleh warga sekitar ataupun karang taruna desa ini,” harap Gito salah satu panitia acara Bienalle ketika pertunjukan usai. (Asy Syifa Salsabila)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *