MALANG – Kampung Warna Warni Jodipan Kota Malang menyita perhatian para wartawan dari 34 provinsi di Indonesia saat mengikuti Porwanas XIII di Malang Raya Jawa Timur 21-27 November 2022. Kampung yang berada di pinggir Sungai Brantas ini tidak hanya terlihat indah dan bersih saja, tetapi juga menjadikan warganya berdaya, khususnya di bidang ekonomi.
Pada Kamis 24 November 2022, wartawan Wiradesa.co berkunjung ke Kampung Warna Warni Jodipan. Selain melihat, mengamati, dan merasakan suasananya juga berkesempatan mendengarkan langsung penjelasan warga, termasuk Ketua RW 02 Soni Parin tentang kampung tempat tinggalnya dulu dan sekarang.
“Dulu kampung sini ini kumuh, tetapi sekarang menjadi bersih dan layak huni,” ujar Soni Parin. Perkampungan dengan 98 rumah di tiga wilayah RT di pinggiran Kali Brantas semula dianggap kumuh. Namun, sejak dibenahi mahasiswa KKN Universitas Muhammdiyah Malang pada awal 2016, situasi berbalik. Perkampungan tepi sungai di wilayah Kelurahan Jodipan, Kecamatan Blimbing, Kota Malang menjadi berwarna-warni, indah, bersih, dan layak huni.
Rumah-rumah warga dicat dengan warna-warna cerah. Satu rumah dengan rumah lain sengaja dicat berbeda. Dari kejauhan perkampungan di Jodipan seperti di RT 09 RW 02 terlihat berwarna-warni. Sesuai coraknya yang beraneka warna, kampung pun punya julukan baru, kondang dan viral dengan nama Kampung Warna Warni.
Berkunjung ke Kampung Warna Warni di Kota Malang cukup mudah. Mengikuti petunjuk Google Maps, Anda akan dituntun menuju lokasi. Para pelancong dikenakan tiket masuk Rp 5 ribu perorang untuk dapat menikmati wisata blusukan ke Kampung Warna-warni.

Pengelola Pokdarwis Kampung Warna-warni sekaligus Ketua RW setempat Soni Parin (76) menuturkan, sejak pertama kali dirilis pada 2016, animo masyarakat berkunjung dan menikmati Kampung Warna Warni amatlah tinggi. Ribuan orang berkunjung bahkan sampai berdesakan laksana suasana pasar. Akibatnya pada sore hari kala para pengunjung sudah kembali selalu menyisakan tumpukan sampah menggunung.
“Uang hasil tiket masuk Rp 5 ribu dikumpulkan untuk operasional. Sekadar upah beli rokok buat warga yang bertugas bersih-bersih sampah. Selebihnya uang ditabung, digunakan pula untuk perbaikan dan perawatan rumah yang catnya pudar. Sebagian lagi buat dibagi ke warga dalam wujud sembako,” jelas Soni Parin.
Parin pun mengisahkan awal mula Kampung Warna-warni dirintis pada 2016. Bermula dari kegiatan kuliah kerja nyata (KKN) mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang. Agar tak kelihatan kumuh dan tertinggal, pembenahan dilakukan hingga suasana kampung menjadi semarak penuh warna.
“Pendeknya anak KKN memprakarsai pembenahan kampung yanh semula kumuh menjadi rapi lebih layak huni,” ucapnya. Pengecatan sepenuhnya memanfaatkan dana CSR salah satu pabrik cat termasuk eksekusi oleh tenaga pengecatan yang telah ditunjuk. Warga hanya membantu sekadarnya.
“Sebelum proses pengecatan rampung, kampung sudah sempat viral. Dengan adanya kunjungan masyarakat berbagai wilayah. Dari banyaknya kunjungan dapat menambah pendapatan warga seperti dari jualan makanan,” ujar Soni Parin sembari menerangkan meski dulu dikenal kumuh namun wilayahnya bukan termasuk kawasan hitam dan remang-remang.
Banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Kampung Warna Warni Jodipan, mendorong warga untuk membuka warung makanan dan minuman. Juga membangun tempat untuk menerima rombongan dari berbagai daerah yang ingin studi banding di Kampung Warna Warni. “Alhamdulillah, kedatangan para tamu mendatangkan rezeki pada kami,” kata Bu Sri yang menjual gorengan dan minum nasgitel.
Dengan kreativitas anak muda, dukungan pemerintah dan swasta, serta kesadaran lingkungan masyarakat, membuat kampung kumuh girli Brantas menjadi destinasi wisata Kampung Warna Warni Jodipan. Kampung ini sekarang terlihat indah, bersih, dan mendatangkan rezeki bagi warga penghuninya. (Sukron Makmun)








