“Alhamdulillah, saget bantu kulo mendet ijazah anak (Alhamdulillah, bisa membantu saya untuk mengambil ijazah anak),” kata penjual es sari tebu di Jalan Stasiun Delanggu, saat melayani pembeli, Rabu 10 April 2024.
Rabu kemarin tepat 1 Syawal 1445 Hijriyah. Saat umat Islam, sebagian besar rakyat Indonesia, merayakan Hari Raya Idulfitri, Hari Kemenangan, tetapi seorang penjual es sari tebu bernama Budi Utomo (44) tetap bekerja.
Budi Utomo warga Desa Tegalgondo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, tetap bekerja jualan es sari tebu agar bisa mengambil ijazah anaknya yang lulus sekolah menengah atas (SMA) swasta di Kartasura.
Untuk mengambil ijazah anaknya, Budi Utomo mengaku harus membayar Rp 1.000.000 ditambah Rp 450.000 untuk “ninggali” sekolah. Istilah “ninggali” ini apa untuk membantu pembangunan sekolah atau subsidi bagi pendidikan adik-adik kelasnya.
Selayaknya orang seperti Budi Utomo yang terus bekerja saat tetangganya merayakan Lebaran, tidak dibebani dengan berbagai sumbangan sekolah. Namun karena sekolahnya swasta, Pak Budi tidak bisa menolaknya dan nurut aja kebijakan sekolah.
Pak Budi mengungkapkan, sebenarnya anak perempuannya itu ingin masuk sekolah negeri yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Tetapi tidak diterima karena nilai ijazahnya tidak mencukupi. Sehingga terpaksa meneruskan sekolah di swasta.
Setelah lulus SMA, anaknya mau melanjutkan kuliah di Farmasi, namun penjual es di pinggir jalan itu merasa tidak mampu membiayainya. Karena kuliah di Farmasi, menurutnya biayanya besar.
Kemungkinan setelah bisa mengambil ijazah, anaknya akan mendaftar di akuntansi, kalau bisa di perguruan tinggi negeri, agar biayanya tidak terlalu mahal. “Kulo bade kerja sekuat tenaga, supados anak saget kuliah (Saya akan bekerja sekuat tenaga, agar anak bisa kuliah),” tegas Budi Utomo, sambil menggiling tebunya.
Orang seperti Budi Utomo, tidak terlalu penting ucapan selamat Idul Fitri 1445 H mohon maaf lahir dan batin. Baginya bekerja agar mendapatkan uang untuk mengambil ijazah anaknya, jauh lebih penting. Pengorbanan orangtua tidak pernah sia-sia. (Ono)