YOGYAKARTA – Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof. Yudian Wahyudi memaparkan, di Indonesia hanya Al–Asma’ yang pancasilais selalu menang, dan dapat memegang tampuk pemerintahan. Hanya Al–Asma’ yang pancasilais dapat diterima Bangsa Indonesia.
Al-Asma’ yang dimaksud Prof. Yudian, dalam bahasa Indonesia bisa dimaknai sebagai nama-nama, tetapi bukan nama biologis. Dalam pengakuan akademik disebut gelar, sedangkan dalam dunia profesional, disebut sebagai keahlian dalam bidang tertentu.
“Umat muslim harus dapat meraih Al-Asma’ itu agar dapat berperan menjadi para pemimpin bangsa dalam semua bidang. Melalui tekun belajar meraih gelar keilmuan yang profesional dan konstitusional, dan memenuhi syarat administrasi dalam bingkai negara Pancasila,” papar Prof. Yudian dalam acara bedah buku Tajdid-Tajdid Prof. Yudian Wahyudi, M.A., Ph.D., Mempancasilakan Al-Asma’, di Convention Hall UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Minggu 17 April 2022.
Ilmuwan muslim di Indonesia agar menjadi hebat, menurut Prof. Yudian harus menguatkan pemahaman tentang makna Pancasila. Jangan tanggung-tanggung mengabdi pada Pancasila, jadi beribadahlah kepada Allah melalui Pancasila.
“Maka marilah umat Muslim di Indonesia, melalui Iqro’ yang diperintahkan Allah SWT, tekunlah belajar, dan kuasai keilmuan bidang apa pun. Raihlah Al-Asma’ atau gelar keilmuan dalam bingkai Pancasila, agar dapat beribadah dengan nyaman, amanah, meraih ketakwaan kepada Allah SWT melalui negara Pancasila,” papar Prof. Yudian Wahyudi.
Ketua Senat UIN Sunan Kalijaga, Prof. Siswanto Masruri, menyampaikan bahwa Prof. Yudian Wahyudi adalah teladan. Dia menilai Kepala BPIP itu sebagai pembaharu, dan pemikirannya selalu diimplementasikan.
“Sebagai pembaharu, Prof. Yudian itu melihat yang dulu, sekarang, dan akan datang. Selai itu, beliau memiliki sifat yang jujur, bisa dipercaya, tabligh, dan cerdas. Pemikirannya selalu diimplementasikan dan berupaya mendekatkan muslim dengan negara dan pemerintahan,” ungakpnya.
Direktur Analisis dan Penyelarasan BPIP RI Prof. Agus Muh Najib, mengatakan Prof. Yudian punya landasan teori yang kuat. Seperti mendefinisikan Islam sebagai proses mencari keamanan dan keselamatan dunia dan akhirat. Teori yang digunakan untuk meraihnya melalui teologis, alamiah, dan sosial.
Setelah landasan teori, ada metodologi yang digunakan yaitu maqosid syari’ah, sehingga bisa diaktualisasikan dalam segala bidang kehidupan. Prof. Yudian mendorong agar masyarakat tekun belajar menguasai keilmuan dan berbuat untuk kemaslahatan manusia dan lingkungan.
“Prof. Yudian Wahyudi terus melakukan dorongan untuk meraih Al-Asma’. Jika umat muslim tak melalukan itu, dia khufur sosial-kemanusiaan. Sebab, Al-Asma’ yang paling kuat di Indonesia adalah yang pancasialais,” katanya.
Sementara itu, Khoirul Anam mengatakan umat muslim banyak yang terjebak dalam pemahaman nilai-nilai Islam tekstual semata. Akibatnya, mereka kehilangan rasa kasih sayang dan kemanusiaan, dan justru menjadi radikal.
Karena itu, Prof. Yudian berupaya melakukan pembaharuan pemahaman agama yang lebih kontekstual dan manusiawi, melalui pendekatan yang tidak parsial. Bahwa Islam tidak hanya berkaitan dengan ibadah ritual, tetapi juga menjaga hubungan dengan alam dan sesama manusia.
“Inilah yang diperjuangan Prof. Yudian Wahyudi. Beliau tidak hanya berpikir, namun juga berbuat, dan memberi tauladan kesederhanaan, kasih sayang dan merakyat. Prof. Yudian juga konsisten melakukan kaderisasi/pembibitan baik secara kelembagaan sebagai pejabat maupun secara pribadi,” ungkap Khoirul Anam, penulis buku Tajdid-Tajdid Prof. Yudian Wahyudi, M.A., Ph.D., Mempancasilakan Al-Asma’.