Melatih Kecerdasan Emosional Para Santri Lintang Songo

Santri anak menyuapi santri 58 tahun yang depresi di Lintang Songo, Selasa (14/2/2023). (Foto: Wiradesa)

BANTUL – Ada cara humanis yang diterapkan pengasuh Pesantren Lintang Songo untuk mengasah empati para santrinya. Antarsantri dibiasakan saling menyayangi, saling membantu, dan saling menguatkan.

Kebiasaan saling menyayangi itu terlihat pada Rabu 15 Februari 2023.  Ada santri remaja yang menyuapi santri tua. Ternyata santri berusia 58 tahun itu berasal dari Klaten dan dalam keadaan stres. Dia depresi, hidup sebatang kara.

Bapak asal Klaten tersebut setiap hari mendapat perhatian dari anak-anak yang sebenarnya juga bermasalah. Sungguh mengharukan, terlihat santri remaja menyuapi bapak yang selama ini hidup sebatang kara. Santri remaja itu berasal dari Lampung.

“Bapak yang depresi hidup sebatang kara asal Klaten dan santri remaja asal Lampung itu belajar kecerdasan emosional,” ujar KH. Heri Kuswanto, Pendiri Pesantren Lintang Songo. Apa yang diajarkan pesantren itu, agar para santri mampu mengenali serta mengelola perasaan diri sendiri maupun orang lain.

Santri lain, Sugiman asal pelosok Wadas Lintang, sampai saat ini tak tahu siapa ayahnya. Sejak kecil, dia nyantri di Yogyakarta. Sudah tiga pondok pesantren di Yogyakarta yang dia datangi untuk belajar, tetapi selalu tidak betah.

Baca Juga:  Pesantren Lintang Songo, Mengolah Kebun dan Persawahan untuk Kemandirian Pangan Santri
Santri yang tidak tahu siapa ayahnya. (Foto: Wiradesa)

Dulu santri itu datang malam, terus siang tidur. Sekarang sudah mau belajar dan lulus kejar paket C. Pesantren Lintang Songo mengajarkan tentang manajemen diri, pengontrolan reaksi terhadap pikiran dan perasaan yang memunculkan respon. Selain itu juga pengontrolan reaksi terhadap tujuan perilaku, pikiran, dan perasaan yang ingin dicapai. “Semoga jadi anak sholeh,” bisik Kyai Heri.

Pengasuh Pesantren Lintang Songo mendidik para santri dengan contoh dan doa, tanpa ada hukuman. Tentu tidak gampang menghadapi anak-anak yang mengalami goncangan jiwa karena orangtuanya meninggal, atau orangtuanya cerai, broken home. Juga anak dari keluarga tidak mampu, tidak tahu siapa ayah, dan juga karena salah teman, dan minum minuman keras, dan bahkan mengonsumsi narkoba.

Sedikitnya ada 12 santri yang memiliki masa lalu kelam, sekarang mondok di Pesantren Lintang Songo, Pagergunung, Sitimulyo, Piyungan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Rinciannya, 1 orang depresi, 1 anak autis kelas 1 SD, 1 anak kelas 1 MTs SLB, 5 orang korban cerai, 3 korban ekonomi, 1 korban kekerasan fisik. Mereka memiliki kisah-kisah pilu dalam menjalani kehidupannya.

Baca Juga:  Ponpes Bustanul Huffadz Assaidiyah Sampang Gelar Wisuda Santri Hafidz

Para santri yang dirasa kurang beruntung itu, rata-rata berusia antara 7 sampai 9 tahun. Ada satu santri yang berusia 58 tahun asal Klaten yang masuk ke pesantren dalam keadaan stres. Dia depresi, hidup sebatang kara.

Sungguh mulia, para pengasuh di Pesantren Lintang Songo. Mereka dengan sabar membimbing para santri, khususnya anak-anak dan remaja, agar bisa hidup mandiri, produktif, dan taat beribadah. Semoga anak-anak yang dirasa kurang beruntung itu kelak menjadi anak-anak sholeh. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *