Mudik Bukan Ajang Pamer Kekayaan

Meski arus lalu lintas tersendat akibat kepadatan kendaraan, para pemudik tertib tak memaksa untuk mengambil lajur kanan. (Foto: M Nur Ikhsan)

YOGYAKARTA – Mudik dan arus balik, bagian dari rutinitas tahunan masyarakat menyambut Idul Fitri. Fenomena mudikpun menarik dikaji.

Sosiolog Universitas Gadjah Mada, Derajat Sulistyo Widhyharto, S.Sos.,M.Si., mengatakan pemerintah harus memfasilitasi mudik karena mudik merupakan momentum sosial politik masyarakat Indonesia. Meski fenomena mudik ini tidak hanya ada di Indonesia, tapi mudik di Indonesia tidak sekadar “pulang” tapi tahun ini berbeda.

Mudik mempunyai makna politis untuk menunjukkan hubungan harmonis masyarakat dan pemerintah saat ini. “Mengingat tahun depan Pemilu. Citra lancar harus terlihat sejak tahun ini sebagai refleksi politis untuk menunjukkan keberhasilan pengelolaan event-event besar sosial di Indonesia dan mudik termasuk dalam event besar itu,” kata Derajat, beberapa waktu lalu.

Upaya untuk memfasilitasi pemudik menurutnya memang harus dilakukan oleh pemerintah, namun juga perlu ada upaya secara paralel yang harus dilakukan dalam menyiapkan kondisi kesehatan pemudik. Selain kondisi kesehatan pemudik harus diiringi juga fasilitas infrastruktur jalan yang nyaman dan aman. Kondisi jalan apapun jika kondisi pemudik capek atau Lelah dan kesehatan menurun, risiko kecelakan akan terjadi. “Saya kira perlu kampanye kesehatan, berkendara aman, dan menyiagakan Puskesmas di jalan yang dilewati pemudik,” ungkapnya.

Baca Juga:  Tanah, Air, dan Kotoran Hewan yang Disukai Cacing Sutra

Bagi Derajat, berkendara aman dan menjaga kesehatan adalah hal penting bagi pemudik karena untuk mengembalikan semangat bahwa mudik memperkuat relasi sosial dan looh menegaskan hubungan desa kota ataupun antar wilayah.

Soal imbauan pemerintah untuk tidak mudik menggunakan roda dua untuk kendaraan mudik menurutnya ada benarnya dikarenakan pemudik motor memang paling berisiko sehingga pelarangan tersebut sangat beralasan. Namun demikian, imbuhnya, dengan larangan tersebut bukan berarti tidak ada yang mudik menggunakan motor, sebab motor mewakili pemudik kelas menengah ke bawah. Apalagi pemudik belum sepenuhnya mendapat layanan angkutan umum dan fleksibilitas akses kelompok tertentu masyarakat untuk mendapatkan akses angkutan umum yang nyaman dan murah. “Transportasi umum di daerah tujuan mudik yang berbeda kondisi sehingga tidak salah jika masih saja ada pemudik motor nekat,” tegasnya.

Namun yang tidak kalah lebih penting dan tidak bisa dihindari bagi pemudik menurut hematnya adalah ada semangat untuk menunjukkan aktualisasi diri sebagai seorang perantau ketika kembali ke kampung halamannya. Menurutnya pemudik sebaiknya tidak memamerkan harta kekayaannya melainkan berbagi ide usaha, pengetahuan dan kegiatan produktif lainnya.

Baca Juga:  Liga Bridge Siswa dan Mahasiswa Digelar, 49 Wakil DIY Berlaga

“Yang dipamerkan bukan kekayaannya tapi usaha, pengetahuan, dan berbagai kegiatan produktif,” pungkasnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *