Pusat Kuliner Sekar Mataram Hidupkan BUMKal Bangun Kamulyan Bangunjiwo

Sekar Mataram, salah satu unit usaha BUMKal Bangun Kamulyan Bangunjiwo, Kasihan, Bantul. (Foto: Budi)

Pusat kuliner Sekar Mataram, merupakan salah satu unit usaha yang mampu “menghidupkan” BUMKal (Badan Usaha Milik Kalurahan) Bangun Kamulyan Bangunjiwo. Unit usaha ini mampu menghasilkan keuntungan bersih Rp 60 juta hingga Rp 70 juta per tahun.

“Kami bersyukur Sekar Mataram sudah bisa memberikan pendapatan bagi BUMKal Bangunjiwo. Unit usaha tersebut mendapat keutungan bersih Rp 60 juta hingga Rp 70 juta per tahun,” kata Bambang Sudaryono (67) salah satu pengurus BUMKal “Bangun Kamulyan” Bangunjiwo, Kasihan, Bantul.

Ia sadar jika dirinya tidak muda lagi, makanya  Bambang yang pernah aktif di Yayasan Indonesia Sejahtera (YIS) ini lebih memilih menjadi Wakil Ketua BUMKal “Bangun Kamulyan” Bangunjiwo. Sementara Direkturnya diserahkan kepada generasi muda yakni Agus Mulyono.

“Sesuai AD/ART BUMKal “Bangun Kamulyan” kan usia saya sudah lewat, namun oleh Pak Parja, Lurah  Bangunjiwo, saya diminta untuk membantu menghidupkan Sekar Mataram,” kata mantan Program Unit Manager, Plan Internasional Indonesia pada 2003 hingga 2008 ini kepada Wiradesa.co, Senin 22 September 2025.

Baca Juga:  Agar Tampil Lebih Percaya Diri, 300 Mahasiswa Yogya Ikuti Edukasi Ellips Shine Sister Goes to Campus

Bambang Sudaryono adalah lulusan Sosiologi  yang sejak 1982 bekerja sebagai Credit Union Worker, di Parent Plan Yogyakarta sangat aktif dalam Program Pemberdayaan Masyarakat hingga saat ini. Ia memiliki spesialisasi dalam pelatihan peningkatan kapasitas Pemberdayaan Masyarakat. Tak salah jika ia dipercaya membantu “menyehatkan” salah satu BUMKal Bangunjiwo ini.

Ia mengaku  BUMKal Bangunjiwo  pernah dirintis pada 2016. Sebelum  menjadi BUMKal andalan, usaha “Sekar Mataram” digunakan sebagai tempat ngopi terkenal dengan nama “Kopi Sawah Kajigelem”. Nama Kajigelem adalah singkatan dari Kasongan, Jipangan, Gendeng, dan Lemahdadi, keempatnya merupakan sentra industri yang paling menonjol di Desa Bangunjiwo.

Kajigelem adalah konsep desa wisata edukasi merupakan destinasi wisata yang menawarkan berbagai kegiatan kepariwisataan minat khusus yaitu tentang pembelajaran terkait industri kerajinan dan seni budaya. Contohnya, pembuatan keramik Kasongan, pembuatan wayang kulit di Dusun Gendeng, pembuatan kipas di Jipangan, edukasi seni pertunjukan misal tari tradisional atau instrumen gamelan, di  Dusun Gendeng dan Dusun Lemahdadi serta berbagai kuliner tradisional.

Baca Juga:  Jemari Batang Merah yang Tetap Gagah

Saat terjadi wabah Corona, beberapa BUMKal sempat terhenti alias mati suri termasuk kegiatan wisata edukasi Kajigelem yang merupakan singkatan dari Kasongan, Jipangan, Gendeng, dan Lemah dadi, tidak ada wisatawan yang berkunjung. Bahkan penjualan produk industri juga mengalami penurunan.

“Dengan situasi dan kondisi yang demikian, maka pengelola melakukan upaya untuk menghidupkan kembali kegiatan wisata edukasi tersebut dengan mempromosikan melalui kuliner,” ucap Bambang.

Bambang Sudaryono, pengelola Sekar Mataram. (Foto: Budi)

Caranya dengan pengembangan wisata edukasi dipersiapkan beberapa kegiatan yang antara lain pondok joglo (limasan) digunakan untuk pusat penerangan kegiatan wisata. Sementara pondok edukasi digunakan sebagai ruang pamer dan pembelajaran bagi wisatawan dan pondok kulinernya merupakan gazebo-gazebo untuk memenuhi kebutuhan para pengunjung.

“Saya diundang Pak Parja, Lurah Bangunjiwo diminta untuk menjalankan Sekar Mataram. Sebenarnya yang diundang bukan saya, namun Pak Jumakir, sementara waktu itu saya adalah Ketua Forum RT se Bangunjiwo. Pak Jumakir malah menunjuk saya untuk datang ke kelurahan,” ujarnya.

Iapun mulai aktif membantu “Sekar Mataram” pada 2020. Ia dipasrahi infrastruktur berupa dua limasan di Sekar Mataram yang dibangun di atas lahan seluas sekitar 1.600 meter persegi. “Saya perlahan menatanya dan berupaya menjadikan Sekar Mataram ini sebagai  salah satu unit usaha andalan BUMKal Bangunjiwo,” ungkap pendiri Yayasan Mataram Mandiri dan Yayasan Bina Keluarga (Yabinka).

Baca Juga:  Uji Coba Si Jelita Sukses dan Lampaui Target

Kala itu modal awalnya sekitar Rp 130 juta dalam bentuk fisik. Sementara modal tunai   hanya Rp 2 juta dan dikembangkan hingga setiap akhir tahun  disetorkan ke kelurahan. Ia kemudian menjalin kerjasama dengan pedagang di sini, hingga tahun lalu diberikan tambahan modal oleh kalurahan sebesar Rp70 juta yang ia gunakan  untuk penataan “Sekar Mataram”.

Dengan merekrut sebanyak 12 karyawan Sekar Mataram mampu menghasilkan omzet rata-rata Rp 800 juta. Booking “Sekar Mataram” meluber pada bulan Ramadhan, Hari Raya Idul Fitri, dan musim pernikahan September – Desember. (Budi)

Tinggalkan Komentar