Tribute to Kretek; Komunitas Kretek dan KNPK Tolak Perayaan Hari Tanpa Tembakau Sedunia

Komunitas Kretek dan Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) menyelenggarakan Tribute to Kretek 2024. (Foto: Wiradesa).

SLEMAN-Komunitas Kretek dan Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) berkolaborasi menyelenggarakan acara Tribute to Kretek. Pagelaran live musik grup band Silampukau asal Surabaya diselingi orasi budaya oleh AB Widyanta, Tribute to Kretek diselenggarakan di Kancane Coffe & Tea Bar, Jumat 31 Mei 2024 siang.

Koordinator KNPK Moddie Alvianto mengatakan, pihaknya menolak merayakan hari tanpa tembakau sedunia (HTTS) karena selama ini karena di balik isu tembakau dan industri rokok ada keringat para petani tembakau, cengkeh juga para pekerja pabrik rokok. Mereka menggantungkan hidup selama belasan bahkan puluhan tahun dari kegiatan bertanam tembakau juga pekerjaan di industri rokok.

“Kretek keberadaannya legal juga bukan barang haram tapi adanya berbagai regulasi yang sangat ketat mulai dari peraturan pemerintah, kebijakan cukai rokok dan pajak rokok yang tinggi mulai menghimpit nasib para petani tembakau. Luas lahan tembakau perlahan tapi pasti makin menyempit. Akhirnya untuk memenuhi kebutuhan, impor tembakau naik,” ucap Moddie.

Moddie menyatakan, peringatan HTTS sebagai sebuah upaya untuk mematikan industri hasil tembakau. Diantaranya melalui narasi agar Indonesia ikut bergabung dalam Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Hingga saat ini Indonesia memang masuk sebagai salah satu negara yang belum menandatangani FCTC karena negeri kita masih punya lahan pertanian cengkeh yang besar dan 97 persen cengkeh dipasok ke industri rokok kretek.

Baca Juga:  Bela Kepentingan Petani Tembakau, P4TM Deklarasi di Pamekasan

“Negeri kita punya kepentingan besar terhadap kehadiran tembakau dari hulu ke hilir. Sehingga semestinya tak perlu ikut merayakan HTTS. Di negeri kita ada puluhan juta orang menggantungkan hidup dari kebun tembakau. Utamanya petani tembakau. Juga para buruh pabrik rokok,” ungkapnya.

Moddie juga mengkritisi lembaga kesehatan dunia WHO yang banyak megurusi pertembakauan dan rokok selalu memepet dan mendesak melalui berbagai kementerian. Padahal kalau berbicara rokok, rokok bukan faktor tunggal atau faktor satu-satunya jika disebut sebagai pangkal penyebab berbagai persoalan kesehatan. Sayangnya, pemerintah lebih sering mengamini apa yang disampaikan mereka. “Ketika cukai rokok naik, pajak rokok naik, maka rokok ilegal jadi opsi,” imbuhnya.

Juru bicara Komunitas Kretek Khoirul Atfifuddin mengatakan, imbas dari ketatnya aturan naiknya kebijakan cukai dan makin meningkatnya impor tembakau sejak 2021-2024, para petani mulai menjual tembakau ke pabrik ilegal harga tembakau lokal pun jatuh. Selama ini industri kretek 80 persen mengakomodir pasokan tembakau lokal.

Menyinggung aturan kawasan tanpa rokok yang sudah diberlakukan, ia menyebut ruang bagi perokok khususnya di kawasan tanpa asap rokok di Malioboro Yogyakarta dinilai kurang representatif. Dia tak menolak adanya kawasan tanpa rokok tapi para perokok butuh ruang merokok yang layak. Pesan pentingnya Komunitas Kretek tak mengharap adanya konflik horizontal yang berakar dari tuduhan egoisnya para perokok. Karena pihaknya juga mendorong para perokok agar menjadi perokok santun dan berilmu. Tidak merokok dekat anak kecil, tidak merokok di kawasan tanpa rokok juga tak merokok di jalan raya sambil berkendara.

Baca Juga:  Ternyata Tembakau Itu Lebih dari 60 Rasa

“Kami dari awal mengkampanyekan merokok santun, para perokok didorong memperbanyak wawasan itulah kenapa kami sediakan buku karena perokok harus melek dengan kebijakan baik yang pro maupun yang kontra. Kami mendorong perokok punya kapasitas keilmuan,” terangnya.

Terkait hari antitembakau sedunia, juru bicara Koalisi Tembakau Indonesia Mahendra Adytama menuturkan 31 Mei merupakan hari tanpa tembakau sedunia (HTTS). Sebuah penamaan yang sering dikaitkan dengan tekanan asing yang memengaruhi kekayaan kebudayaan Indonesia yang berdaulat.

Ia mengingatkan, di luar Indonesia, ekosistem industri pertembakauan tidak sekompleks dan seholistik di Indonesia. Meskipun gula juga memiliki dampak negatif, tidak ada inisiatif dari pihak manapun untuk membentuk hari anti gula sedunia.

Ia menyebut, baru-baru ini, pemerintah meluncurkan kebijakan Kerangka Ekonomi Makro – Pokok Pokok Kebijakan Fiskal 2025 (KEM PPKF) yang merencanakan simplifikasi Golongan Tier Tembakau dan penyesuaian tarif rokok.

Data primer menunjukkan tren negatif terkait produksi rokok dan penurunan prevalensi perokok di bawah umur.
Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan fiskal dan non-fiskal saat ini sudah cukup mengawasi dan mengendalikan industri rokok.

Baca Juga:  Operasi Zebra Candi 2021 di Purbalingga, Ditemukan 1.832 Pelanggaran

Namun, upaya simplifikasi pada KEM PPKF 2025 ini dianggap sebagai titipan oknum tertentu yang hanya menguntungkan mereka dan kroninya, yang akan membunuh pabrikan menengah kecil karena kenaikan tarif cukai dan berdampak pada serapan tembakau lokal.

“Data menunjukkan bahwa rokok ilegal terus meningkat setiap tahun akibat kenaikan cukai yang tinggi. Kebijakan non-fiskal seperti PP 109/2012 sudah cukup ketat dan akomodatif, bahkan lebih ketat dari Framework Convention on Tobacco Control,” jelasnya sembari menyebut rancangan Peraturan Pemerintah tentang kesehatan ini dianggap sebagai upaya dari oknum untuk membasmi rokok. (Sukron)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *