Mengenal Lokomotif Uap, Meja Putar Loko, dan Artefak Perkeretaapian di Stasiun Willem I Ambarawa

Tut…tut…tut… Anak-anak bermain dan mengenal berbagai jenis lokomotif kereta api tempo dulu di Museum Kereta Api Ambarawa. (Foto: Wiradesa)

SUARA lengkingan klakson kereta api, terdengar nyaring saat rombongan wisatawan memasuki area Museum Kereta Api Ambarawa, Minggu pagi. Itu tandanya masih ada kereta api yang beroperasional meski Stasiun Ambarawa ditutup sejak 21 April 1978 dan beralih fungsi menjadi museum kereta api.

Setelah membeli tiket masuk, untuk dewasa Rp 20.000 dan anak-anak Rp 10.000, rombongan wisatawan memasuki lorong museum yang di sepanjang selasar terpasang foto-foto lokomotif tempo dulu, jembatan, stasiun, dan artefak perkeretaapian di Indonesia, sejak penjajahan Belanda.

Puluhan foto bersejarah itu, antara lain “Lokomotif dan Rel Bergigi”. Keberadaan lokomotif dan rel bergigi masih dapat ditemui di Museum Kereta Api Sawahlunto, Sumatera Barat, dan Museum Kereta Api Ambarawa, Jawa Tengah.

Jalur rel bergigi yang masih aktif sampai saat ini adalah rute Jambu-Bedono yang dapat dinikmati menggunakan Kereta Api Wisata Uap Ambarawa-Bedono. Lokomotif Uap bergigi di Ambarawa terdiri dari 2, yaitu Seri B 2502 dan B 2503. Sedangkan di Sawahlunto Lokomotif Uap Seri E 1060 yang dikenal dengan nama Mak Itam.

Baca Juga:  Untuk Apa Koperasi Desa Merah Putih Didirikan?

Selanjutnya ada foto “Depo Lokomotif Ambarawa”. Bangunan Depo Lokomotif Uap Ambarawa dibangun bersamaan dengan pekerjaan renovasi Stasiun Willem I Ambarawa tahun 1907-1910. Stasiun Ambarawa merupakan stasiun kereta api yang memiliki dua lebar sepur yang berbeda, yakni lebar sepur 1435 mm dan 1067 mm.

Depo Lokomotif Ambarawa. (Foto: Repro)

Juga ada foto sejarah “Stasiun Ambarawa Willem I”. Stasiun Ambarawa yang semula bernama Stasiun Willem I diresmikan pada tanggal 21 Mei 1873 oleh Belanda. Nama Willem I diambil dari nama Raja Pertama Belanda, Willem Frederik Prins van Orange-Nassau (1772-1843).

Stasiun Ambarawa menghubungkan jalur Kedungjati-Beringin-Tuntang-Ambarawa yang dibangun oleh Netherlands Indische Spoorweg Maatschappij (NISM). Bangunan Stasiun Ambarawa saat ini adalah bangunan kedua yang dibangun tahun 1907, menggantikan bangunan lama (1873) yang terbuat dari kayu dan berdinding bambu.

Latar belakang dibangunnya jalur kereta api di Ambarawa antara lain untuk kepentingan militer Belanda dan transportasi barang komoditas sekitar Ambarawa dan daerah pedalaman ke pelabuhan di Semarang. Namun, karena dianggap tidak lagi menguntungkan kemudian pada tahun 1976 jalur ini ditutup.

Baca Juga:  Desa Wisata Girpasang, Surga Tersembunyi di Lereng Bukit Bibi Gunung Merapi

Menyusul penutupan jalur tersebut pada tanggal 21 april 1978, Stasiun Ambarawa beralih fungsi menjadi Museum Kereta Api Ambarawa yang diresmikan oleh Menteri Perhubungan Roesmin Noerjadin. Saat ini Museum Kereta Api Ambarawa telah ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya yang harus dilestarikan berdasarkan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.57/PW.007/MKP/2010 Tahun 2010.

Wisatawan duduk santai di area Museum Kereta Api Ambarawa. (Foto: Wiradesa)

Usai keluar dari selasar museum terlihat sejumlah Lokomotif Uap, Lokomotif Diesel, kereta dan gerbong, serta artefak perkeretaapian yang terparkir di sekitar bangunan stasiun dan menjadi koleksi Museum Kereta Api Ambarawa. Ada 26 Lokomotif Uap, 4 Lokomotif Diesel, 5 kereta, dan 6 gerbong dari berbagai daerah.

Sedangkan di Stasiun Ambarawa yang masih tertulis Stasiun Willem I, tampak berjejer wisatawan yang ingin menikmati perjalanan dengan kereta uap dengan rute Ambarawa-Tuntang dan kembali lagi ke Ambarawa. Tiket regulernya Rp 120.000 per orang.

“Dulu selain rute Ambarawa-Tuntang juga ada rute Ambarawa-Jambu yang memakai rel bergigi. Namun yang rel bergigi dihentikan dan sekarang tinggal Ambarawa-Tuntang dengan rel biasa,” ujar Jalil, petugas kebersihan, sambil menyapu di sekitar bangunan melingkar, seperti wajan, dan ada rel kereta apinya.

Baca Juga:  TV Digital di Yogyakarta Bisa Menangkap 31 Channel

Bangunan yang memiliki sejarah terkait dengan perkeretaapian di Indonesia itu bernama Meja Putar Lokomotif Uap. Keberadaan Meja Putar itu dulu sangat diperlukan, karena untuk memutar arah Lokomotif Uap. Maklum lokomotif ini tidak bisa maju mundur seperti Lokomotif Diesel.

Meja Putar Lokomotif Uap di Museum Kereta Api Ambarawa. (Foto: Wiradesa)

Selain mengenal Lokomotif Uap, Meja Putar Loko, dan artefak perkeretaapian, wisatawan juga disediakan kereta (odong-odong) dengan rute menyusuri area Museum Kereta Api Ambarawa. Selain itu juga tersedia souvenir, makan minum, dan spot foto dengan bangunan tua khas stasiun kereta api zaman Belanda. (Ono)

Tinggalkan Komentar