YOGYAKARTA – Prof. Dr. Phil Hermin Indah Wahyuni, M.Si. dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Komunikasi, Selasa 9 November 2021 di Balai Senat UGM.
Hermin menjadi satu dari 16 guru besar aktif di FISIPOL UGM serta satu dari 350 guru besar aktif UGM saat ini.
“Semoga predikat dan tanggung jawab yang saya emban sebagai guru besar Ilmu Komunikasi dapat membawa kemanfaatan yang luas tidak hanya bagi pribadi saya, tetapi juga almamater, bangsa, dan kemanusiaan,” ucapnya.
Hermin merupakan pengajar di Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM, sekaligus menjabat sebagai Kepala Pusat Studi Sosial Asia Tenggara UGM sejak tahun 2015. Pada upacara pengukuhan ia menyampaikan pidato pengukuhan berjudul “Komunikasi Autopoiesis sebagai Energi Adaptasi Sistem Sosial: Respon, Resonansi, (R)Evolusi”.
Dalam pidatonya, Hermin memaparkan kondisi paling akhir yang menggambarkan gigantis dan kompleksnya problem komunikasi dalam masyarakat modern, sebuah potret masyarakat yang ditandai oleh karakter yang khas dengan struktur horizontal dan intensnya relasi yang terfasilitasi oleh teknologi informasi komunikasi.
Autopoiesis sendiri adalah istilah dalam ilmu biologi yang menggambarkan sistem dengan ciri self-referential, berorientasi pada dirinya sendiri. Dengan demikian, Hermin menjelaskan, sistem komunikasi autopoiesis adalah sistem komunikasi yang berorientasi dari elemen-elemen dirinya sendiri, berbasis kebutuhan dirinya dan mengembangkan sistem untuk merespons problemnya sendiri.
Hermin berpendapat bahwa komunikasi adalah penentu yang akan mendorong secara efektif bangunan response system. Semakin masyarakat memiliki kualitas komunikasi yang baik, mereka akan sampai pada cara merespon problem-problem masyarakat yang kedepannya pasti akan semakin kompleks.
“Beberapa dinamika komunikasi dan informasi paling akhir dalam masyarakat menuntut refleksi sistemik yang saling tergantung dan terhubung, bukan tawaran penyelesaian tunggal. Sistem dalam masyarakat kontemporer tidak lagi merepresentasikan sistem-sistem sosial yang klasik, tetapi membawa dalam dirinya kode yang tak terbayangkan sebelumnya,” urainya.
Hermin menambahkan, media baru yang awalnya menjanjikan komunikasi yang bebas dari belenggu negara dan pasar, justru dalam kenyataannya kini terbajak oleh kepentingan ekonomi politik para aktor yang tak mudah dikendalikan.
Di level nasional, penataan ekonomi politik ini yang tampaknya hanya didorong oleh motif bisnis semata secara pasti akan membuat sistem sosial kita pelan tapi pasti lumpuh bersama-sama.
Media massa Indonesia mungkin telah berhasil menjadi media dengan jangkauan luar biasa, disseminating media- verbreitung medien, tetapi belum dapat dikatakan sebagai success media-erfolg medien, media yang sukses mendorong perubahan menuju kondisi yang lebih baik.
Hermin menegaskan bahwa masyarakat butuh gizi penyeimbang melalui hadirnya komunikasi yang mencerdaskan serta menghadirkan alternatif yang lebih segar.
Melalui komunikasi, Hermin mengajak untuk berautopoesis dan beresonansi untuk menghidupkan narasi-narasi yang “smart” dan mencerdaskan tentang banyak problem dalam masyarakat Indonesia yang terus berevolusi ataupun berevolusi untuk kehidupan yang lebih baik.
“Kerisauan, refleksi, dan gagasan yang telah saya sampaikan semoga dapat memberikan perspektif dan membuka ruang-ruang diskusi yang lebih luas tidak hanya mengenai problem-problem komunikasi, tetapi juga problem-problem sosial yang kita hadapi bersama saat ini dan di waktu-waktu mendatang,” ucapnya. (*)