YOGYAKARTA – Hambatan dan kesulitan dalam dunia usaha selama musim pandemi hendaknya tak menghalangi para pelaku usaha untuk tetap semangat, tak kehilangan ide, karya dan cara. Hal itu diungkapkan H Eko Prayitno SE, pengusaha sekaligus Direktur Utama PT Pesona Cipta.
“Diam tidak bergerak, salah. Justru dalam situasi seperti ini mesti tetap bergerak. Berikhtiar menepis kabut kehidupan,” ucap Eko Prayitno saat ditemui wiradesa.co di Wisma Hartono Yogyakarta, Kamis 2 Desember 2021.
Di balik kesulitan pasti ada kemudahan. Eko Prayitno kemudian mengutip janji Allah Swt yang tertuang dalam Surat Al Insyiroh ayat 5 itu. “Saat pandemi ada yang putus kontrak, tidak perpanjang ya biasa saja. Ke dalam, berupaya melakukan evaluasi. Bagaimana soal strategi pemasaran, menguatkan semangat tim, membangun super tim, dan seterusnya,” papar lelaki kelahiran Muntok, Bangka Belitung 51 tahun lalu.
Saat kondisi sulit, sebagai pengusaha ia berusaha memperkuat imun (daya tahan) perusahaan. Imun perusahaan antara lain dibangun lewat budaya perusahaan. “Budaya perusahaan keren, hasilnya keren. Kadang banyak pengusaha lupa membangun chemistry, lupa pada bagaimana cara membangun budaya perusahaan yang keren. Lupa membangun tim yang super,” imbuhnya.
Di samping bergerak dalam bidang outsourcing, di masa pandemi Eko Prayitno membangun bisnis baru konveksi kaos dan cenderamata. Menurutnya, bisnis atau usaha baru tak lahir begitu saja tetapi hasil analisis bisnis. Analisis paling sederhana, produk yang dibutuhkan terus-menerus oleh pasar yakni pangan, sandang dan papan. Orang ganti baju tak pernah libur. “Usaha konveksi dirilis saat pandemi. Pada 2020. Saat dihantui kondisi sulit, kami gas pol. Modalnya semangat. Orang kere kayak kita uang boleh tidak ada tetapi semangat tiap hari harus ada,” ujarnya sembari menambahkan bekal keyakinannya bahwa Allah yang akan menolong bilamana perusahaan yang dibangun punya visi dan misi kemaslahatan bagi hidup dan kehidupan.
Lahir di Muntok, Bangka Belitung, Eko Prayitno mengisahkan perjalanan hidupnya. Ia lahir dari orangtua yang punya pekerjaan sebagai karyawan kecil PT Timah. Hingga SMA kelas 1 masih tinggal di Bangka. Baru pada saat kelas 2 SMA pindah ke SMAN I Banjarnegara. Ikut keluarga kakek dari ayah. Tamat SMA ia pergi ke Yogya. Karena tak punya cukup uang saku, ia sempat menggelandang, tidur di kawasan Terminal Umbulharjo pada 1990-an. Cari kerja mendaftar ke losmen-losmen tak diterima. Ia mengaku kerja pertama kali di Yogya sebagai pembantu. “Diterima sebagai jongos (pembantu-red) di rumah seorang dosen. Dikuliahkan di perhotelan. Tapi kemudian diusir karena pulang terlambat. Lalu jalan, ngetok-ngetok pintu rumah orang. Nawari jasa bersih-bersih. Sambil jualan roti,” kenangnya.
Dari pekerjaan bersih-bersih itulah, Eko Prayitno merintis usaha cleaning service. Dibuatkan perusahaan oleh notaris Oman Abdurahman yang menolongnya saat itu. “Betul, jadi direktur modal akta,” ujarnya sambil tersenyum. Dengan tangan dingin dan kepemimpinannya, kini Pesona Cipta terus tumbuh dan berkembang mengusung slogan; Bersama Memberi Arti. Mengelola sumber daya manusia sebanyak 8 ribu orang melayani jasa pengamanan (satpam) bersih-bersih (cleaning service), gardener, costumer service, admin hingga marketing bagi perbankan, perhotelan, pabrik dan perusahaan. Di tengah ketatnya persaingan usaha jasa outsourcing, lanjut Eko Prayitno, Jakarta masih menjadi pasar terbesarnya.
Sukses karier, Eko Prayitno juga sukses membina rumah tangga. Putri pertama Nurulita Nur Jannah dan putri kedua Nurani Mutiara Insani selain kuliah di UGM mulai mengikuti jejaknya, turut mengelola usaha konveksi. Sementara anak ketiga Nur Muhammad Ikhsan masih di bangku STM. “Anak pertama kuliah di Filsafat. Anak kedua Pertanian. Yang kecil masih STM,” ujar Eko Prayitno yang tak mau kalah ikut mengambil kuliah lagi di program Pascasarjana UGM mengambil S2 Magister Manajemen angkatan 37. “Bisnis butuh ilmu, maka perlu belajar lagi agar ilmu jadi tambah,” pungkasnya. (Sukron)