Gogoh Wedi di Kali Mruwe: Dapat Uang Badan Sehat

Kamidjan sedang menaikkan pasir hasil gogoh-nya ke ember, Kamis (15/5/2025). (Foto: Wiradesa)

GOGOH wedi atau mencari pasir di Kali (Sungai) Mruwe yang dijalani Kamidjan (56 tahun) bukan hanya sekadar mencari uang, tetapi yang utama menjaga pikiran dan tubuh agar terus waras dan sehat.

Kamidjan, warga Ironayan, Baturetno, Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, semasa remaja pernah merantau di berbagai daerah. Bahkan sampai punya istri dan anak di Lampung.

Setelah berliku menjalani kehidupan, ayah dua anak ini pulang ke tanah kelahirannya di Ironayan, dekat Kali Mruwe. Istrinya menikah lagi di Lampung dan dua anaknya ikut pulang ke Bantul.

Sekarang anak pertamanya laki-laki sudah menikah dan anak kedua perempuan menjadi guru, tetapi belum menikah. “Anak kedua yang perempuan menyusul ke Bantul dari Lampung sendirian saat dia masih SMP,” ujar Kamidjan sambil menaikkan pasir hasil gogoh-nya ke keranjang, Kamis 15 Mei 2025.

Menambang pasir di Kali Mruwe, menjadi salah satu mata pencahariannya untuk menopang kehidupan keluarganya. Selain gogoh pasir, bapak ini juga menggarap sawah atau bertani dan jika hari Minggu ikut membantu kakaknya berjualan bakso.

Baca Juga:  Tivi Jadul, Radio Kuno dan Nuansa Klasik di Ponpes Darul Quran Imam Asy Syafii

Pada Kamis pagi, ada pemesan pasir yang datang ke lokasi penambangannya di sisi barat Kali Mruwe. Seorang jasa bangunan itu membeli satu bak mobil pickup. Harga pasir satu bak mobil colt Rp 180.000.

Jadi pagi itu, saat sejumlah warga jalan-jalan mengitari Embung Potorono, Pak Kamidjan sudah mendapatkam uang Rp 180.000. “Yang penting sehat mas. Jika beraktivitas, badan menjadi sehat,” tegas Pak Kamidjan.

Bagi Kamidjan warga Ironayan, gogoh (mengambil) pasir di Kali Mruwe bukan semata mencari uang, tetapi yang utama agar badannya terus sehat. Karena dengan menyelam di sungai, menaikkan pasir ke alat pelampung yang terbuat dari ban bekas, dan membawa pasir ke pinggir kali, membuat badan menjadi kuat.

Hasil dari gogoh pasir, bertani, dan ikut jualan bakso untuk beli kebutuhan keluarga dan sosial kemasyarakatan. Hidup bermasyarakat itu harus mengikuti adat istiadat masyarakat setempat, tengok tetangga yang sakit, nyumbang, kerja bakti, dan lainnya.

Dengan menyelam di sungai, bergerak, dan tubuhnya terpapar sinar matahari, penambang pasir ini terus sehat. Meski pendapatannya tidak menentu, tetapi pencari pasir, seperti Pak Kamidjan tampak semringah dan merasa bahagia. (*)

Tinggalkan Komentar