KOMPLEKSITAS persoalan, terutama yang berujung pada persoalan ekonomi dan finansial hari-hari ini sangat bisa dirasakan. Begitu keluar rumah, cobalah bertemu dan berdialog dengan tetangga, teman, atau siapa pun secara acak. Ajak ngobrol, tanyakan masalah apa yang sedang dihadapi dan menjadi beban batinnya.
Dari obrolan singkat itu tak jarang tanpa harus berdialog secara mendalam, berbagai ganjalan dan kegundahan akan keluar. Ada yang lagi gabut akibat anaknya terjerat pinjaman online dan judi online, sehingga sebagai orangtua ia ikut keseret pusaran beban bayar utang. Utang yang nilainya puluhan bahkan ratusan juta. Sapi di kandang sudah lepas terjual tapi kewajiban belum lunas. Kebutuhan uang yang tinggi dalam operasional kehidupan juga banyak dikeluhkan ditambah besaran pendapatan yang ajek. Sebagian lagi justru lebih apes akibat kehilangan sumber pendapatan. Itu terjadi pada orang-orang yang kena pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat perusahaan tempat mereka bekerja bangkrut tak lagi punya daya bayar untuk menggaji atau sekadar memberi honor buruh/karyawan.
Jika mau metani satu per satu, masalah dalam kehidupan tentu banyak macamnya. Dari yang sepele sampai yang pelik. Dari seabrek-abrek persoalan kehidupan, persoalan ekonomi dan finansial boleh jadi paling kerap jadi bahan obrolan. Dari obrolan di warung angkringan hingga jadi topik utama diskusi para pengambil keputusan dan penentu kebijakan. Contoh kasus, rendahnya daya beli masyarakat, lemahnya daya bayar perusahaan coba diatasi pemerintah lewat berbagai stimulus di Juni-Juli 2025 diantaranya bantuan subsidi upah (BSU) bagi kalangan buruh, pekerja swasta dengan gaji di bawah Rp 3,5 juta. Bahkan para guru honorer pun kabarnya ikut kebagian. Mengenai BSU dan berbagai kebijakan itu, sudah barang tentu mesti disyukuri. Walau mungkin kecil nilainya. Serta sudah pasti terdapat syarat dan ketentuan berlaku agar masyarakat calon penerima manfaat bisa mengakses.
Lantas, di tengah situasi ekonomi dan finansial dan realitas kehidupan saat ini yang acapkali disebut sebagian kalangan penuh ketidakpastian, hal apa saja yang bisa kita perbuat? Agar kehidupan kita bisa berjalan normal, tak terperosok dan jatuh lebih dalam menuju mode ketidakpastian situasi dan kondisi saat ini serta persoalan turunannya.
Pertama, kita perlu membangun kesadaran kolektif bahwa situasi apa pun dalam kehidupan harus diterima. Berbagai realitas kesusahan, kecewa, khawatir, takut, cemas, marah, kesal terhadap keadaan, terlebih dulu harus diterima dan dirilis dengan penuh kesadaran. Perasaan tersebut masuk dalam ranah bagasi emosi negatif yang apabila tak diterima dan dilepas justru akan dapat menghambat dan memperberat langkah ke depan.
Kedua, menjaga kualitas rasa syukur. Rasa syukur adalah senjata paling ampuh dalam melawan ketidakberdayaan hingga pada akhirnya saluran-saluran rezeki yang tersumbat akan terbuka kembali dan membawa kepada suasana keberlimpahan. Dalam kepercayaan agama apa pun, rasa syukur ditempatkan dalam posisi yang utama. Bahkan menjadi sebuah solusi yang baku tatkala manusia dihadapkan kepada berbagai kesulitan, hidup yang rungkad, bangkrut, nyaris tak bisa makan, dan seterusnya. Sebab, sesuai janji Tuhan, barangsiapa pandai bersyukur, nikmat dari Tuhan akan ditambah. Dan sebaliknya yang kufur atas nikmat-Nya maka akan menuai azab yang pedih. Jadikan ungkapan rasa syukur sebagai rutinitas harian. Pagi bangun tidur, malam jelang tidur, sadari nafas, ungkapkan rasa syukur mendalam dalam hati. Syukuri nikmat yang kita terima sepanjang hari. Paling utama syukur atas nafas, atas kesehatan, atas makanan, atas uang atau apa pun, sekecil apa pun kebaikan yang didapat sepanjang hari wajib disyukuri.
Ketiga, sikap membuka diri, hapus mental blok. Kebutuhan hidup sehari-hari dalam konteks ekonomi keluarga, tiap orang, punya besaran angka yang berbeda. Orang hidup di kota, dengan yang hidup di desa besaran angka rupiah yang mesti disediakan bisa berbeda.
Walaupun, seiring kemajuan zaman, item kebutuhan orang desa juga cenderung meningkat seiring fasilitas hidup yang dinikmati. Zaman dulu orang desa tak perlu dana bayar wifi bulanan, karena tuntutan zaman digital, orang desa mulai banyak yang pasang wifi pribadi. Dengan sendirinya duit hasil jualan padi akan disisihkan buat bayar wifi saban bulan. Begitu pun dengan kendaraan. Populasi kendaraan roda dua hingga roda empat makin banyak dimiliki orang desa. Tentu pos perawatan kendaraan, BBM, hingga pajak tahunan butuh alokasi khusus menambah pos-pos keuangan lain macam belanja bahan pangan, bayar listrik, bayar anak sekolah, keperluan sosial, arisan, kondangan dan lainnya. Bahkan untuk kebutuhan air minum saja, banyak orang di desa yang sudah bergeser. Jika dulu cukup ngangsu air sumur, kini mesti beli air minum galon bermerek atau air isi ulang.
Menyikapi kecenderungan angka biaya kehidupan yang meningkat, hal yang paling realistis dilakukan yakni adanya upaya meningkatan pendapatan. Situasi darurat pendapatan dengan angka rupiah kecil mesti diatasi. Jika mengandalkan gaji bulanan sebagai pekerja atau buruh, sebagai petani, guru atau sebagai apa pun sudah dianggap tak lagi mencukupi kebutuhan, maka sudah waktunya bagi kita untuk melepas batasan.
Sadari bahwa rezeki bisa datang dari berbagai sumber. Sumber terduga maupun sumber tak terduga. Repotnya, banyak diantara kita terjebak pada zona nyaman. Otak bawah sadar masih banyak berkutat pada satu pintu rezeki tanpa mampu melihat adanya peluang bidang lain. Memang untuk dapat memasuki bidang lain, tidak gampang. Mental blok bahwa bidang lain itu sulit dan tak mungkin dikerjakan terlebih dahulu harus dilepas. Kesempatan belajar bidang pekerjaan baru/sambilan bisa diambil. Selain mengikuti pelatihan, proses belajar bisa melalui orang yang sudah lebih dulu sukses, melalui tutorial di Youtube.
Kesadaran untuk menekuni lebih dari satu bidang pekerjaan sebenarnya sudah tumbuh cukup lama. Tak sedikit pekerja profesional menanggalkan spesialisasi pekerjaan. Boleh diamati di sekitar. Seorang profesor di kampus, di rumah memproduksi obat herbal, seorang peneliti dan dosen nyambi ternak ayam, dokter yang dinas di rumah sakit punya usaha ruko, guru nyambi buka usaha katering, wartawan sambilan menulis buku, sopir bus nyambi jadi youtuber, lurah nyambi ternak puluhan domba. Masih banyak lagi contoh kalau mau mengamati sekitar. Tak jarang dua atau lebih bidang pekerjaan yang ditekuni menetas semua. Cuan mengalir deras, kesejahteraan finansial mereka tercukupi. Sukses tidak diraih begitu saja. Tentu awalnya perlu menanggalkan gengsi, melepas mental blok, lalu bertumbuh, hingga akhirnya bisa berkontribusi bagi diri sendiri dan orang-orang sekitar.
Keempat, fokus memberdayakan diri. Awal dari pemberdayaan diri dapat dimulai dengan menata mental. Mental sukses sebagai pemenang bukan pecundang. Yakin setiap usaha yang ditekuni bakal sukses. Secara mental penting pula melepas doktrin atau belief sistem yang tidak memberdayakan. Bagaimana cara memandang tentang uang, misalnya. Banyak dijumpai orang-orang yang masih memeluk pemahaman keliru seputar uang. Bahwa uang adalah sumber masalah, orang kaya itu jahat, duit sebagai sesuatu yang kurang penting jadi jangan bekerja demi uang. Doktrin semacam itu bila disampaikan oleh figur otoritas dan ditelan mentah akan berpengaruh kepada pencapaian seseorang secara finansial. Di satu sisi seseorang butuh uang untuk membayar kehidupan, namun alam bawah sadar sudah terseting menolak hadirnya uang karena adanya doktrin yang yang salah seputar finansial. Sehingga apa pun bidang kerja yang ditekuni menyebabkan yang bersangkutan sulit kaya dan berkelimpahan.
Soal mental kaya memang perlu diasah dan ditanamkan dalam alam bawah sadar. Merilis doktrin yang salah bisa dilakukan dengan jalan melihat bukti atau fakta sebenarnya. Faktanya tidak semua orang kaya jahat, tidak semua orang punya uang banyak, hidupnya bermasalah.
Memberdayakan diri dimulai secara mental dengan memperkuat program bawah sadar, membuang belief sistem yang tidak memberdayakan, belajar ilmu tentang vibrasi, memutus sirkel pertemanan yang toksik, membuang mental blok, belakangan banyak dipelajari. Termasuk di dalamnya memutus luka batin finansial, membentuk identitas diri yang kuat, juga kekuatan mindfullnes.
Selain itu semua, masih perlu ditambah lagi dengan yang terakhir aspek religius serta spiritualitas. Dekatilah sosok ustaz, kiai atau rohaniawan yang bisa membimbing kepada pencerahan kehidupan. Mengaji, salat tahajud, salat taubat, salat hajat, berdoa, bersholawat, bersedekah bisa diamalkan untuk menembus ‘jalur langit’ guna membantu melancarkan segala urusan terutama terkait persoalan ekonomi dan finansial. Banyak cerita sukses hidup, sukses secara finansial diperoleh berkah amalan seperti sholawat dan sedekah.
Lebih dari itu, dengan kekuatan religi dan spiritual, jiwa menjadi tenang. Dan dengan ketenangan, berbagai persoalan ekonomi, finansial akan dapat diselesaikan. Ide-ide segar memperbaiki kualitas kehidupan akan mudah hadir atas petunjuk dari-Nya. Wallohu’alam.
Sukron Makmun, penulis adalah bapak satu anak dengan penghasilan dari sumber terduga dan tak terduga.








