SUMENEP – Menjual nira siwalan jadi kegiatan Mus sehari-hari. Jualan nira siwalan dilakukan Mus sebagai bagian dari ikhtiar memenuhi kebutuhan keluarga.
Dituturkan Mus, satu botol berisi 1500 mililiter nira dia jual Rp 10.000, sedangkan satu botol nira yang berisi 600 mililiter dihargai Rp 5.000. Sehari setidaknya dia bisa menjual 8 botol besar nira. Tetapi terkadang hanya laku 2 botol. Kala sepi pernah pula tidak ada nira siwalan yang terjual. Meski demikian semangat berjualan tidak pernah surut.
“Paling banyak delapan botol. Terjual segitu kadang-kadang saja. Biasanya cuma dua, tiga, kadang lima. Tidak tentu. Tapi Alhamdulillah masih ada yang laku,” katanya, saat ditemui wiradesa.co di Jalan Raya Pamekasan – Sumenep No 110, Ponjun, Jaddung, Pragaan, Kabupaten Sumenep, Jumat 7 Mei 2021.
Laki-laki kelahiran Sumenep tersebut, membuka usaha dari pukul 09.00-16.00. Sebelum jualan, kegiatan rutin Mus dan sang anak mesti memanjat 40 pohon siwalan miliknya, untuk mengambil nira dari pohon tersebut. Kemudian dia olah, sebagian lagi dibiarkan mentah.
Menurutnya, selera penikmat nira berbeda-beda. Ada yang suka nira yang sudah diolah atau dihangatkan. Ada yang suka mentah, karena lebih segar. “Yang suka nira beda-beda. Ada yang suka nira yang sudah diolah, ada yang suka nira mentah, karena lebih segar. Untuk harga nira mentah satu botol besar harganya Rp 15.000,” katanya.
Lebih lanjut Mus menuturkan, nira yang tak laku dia jadikan gula merah atau sering disebut gula jawa. Ada proses yang cukup panjang untuk mengubah nira menjadi gula jawa. Yaitu dengan mendidihkan nira ke dalam wajan besar sambil diaduk agar menghasilkan gula yang bagus. Setelah air mengental baru ditaruh dalam wadah yang sudah disediakan.
“Sisanya saya olah jadi gula merah. Saya jual juga. Satunya Rp 25.000. Tapi jarang laku,” katanya sambil menunjukkan gula merah yang dia taruh dalam botol bekas minuman. Di gubuk bambu berukuran sekitar 3×2 meter persegi, dia selalu berharap dagangannya terjual habis. (Syarifuddin)