Batik Pajjar, Batik Khas Desa Ging-Ging

Pajjar muncul di setiap motifnya (Foto: Wiradesa)

SUMENEP – Setiap daerah mempunyai ciri khas batik masing-masing. Baik dari warna maupun motif. Begitu juga batik yang diproduksi Moh Tohari. Laki-laki yang dipanggil Totok tersebut, menuturkan, batik yang diproduksi setiap hari di rumahnya, memiliki ciri khas, yaitu Pajjar yang muncul di setiap motif batiknya.

“Ciri khas batik di sini, motif pajjar. Seperti ini,” katanya sambil menunjukkan pada Wiradesa.co, saat ditemui di Desa Ging-Ging, Kecamatan Blutoh, Kabupaten Sumenep, pada Kamis 24 Juni 2021.

Dipilihnya pajjar atau fajar dalam Bahasa Indonesia, karena pengrajin batik di Desa Ging-Ging hanya dia yang pertama. Pajjar merupakan simbol yang memiliki arti penting bagi Totok. Dia berharap akan ada pengrajin lagi di desanya atau pengusaha-pengusaha lain bermunculan.

“Kenapa saya pilih pajjar, karena yang pertama kali pengrajin batik di Desa Ging-Ging hanya satu ini. Saya berharap nanti akan seperti pajjar. Tidak hanya satu, walaupun bukan batik, tetapi usaha-usaha yang lain mulai bermunculan,” terangnya.

Memulai membatik di rumahnya, dilakukan laki-laki alumni pesantren Annuqayah itu sejak November 2017 hingga saat ini. Hal itu dilakukan setelah mengikuti pelatihan membatik pada Oktober 2017. Berbekal pengetahuan yang didapat dan kesabaran dalam melukis untuk menuangkan ide pada kain berwarna putih, kini batik yang diproduksi Totok menjadi sorotan banyak orang.

Baca Juga:  Kenang Jasa Para Pahlawan, Batik Garuda Merah Putih Diluncurkan

Orang-orang yang memesan batik dari berbagai kalangan, dari kelas bawah hingga kelas menengah ke atas. Diantaranya kepala desa dan dokter. “Peminatnya dari berbagai kalangan. Yang pesan ke sini ada juga kepala desa, kepala Puskesmas. Dan dokter Bluto banyak yang pesan ke sini. Alhamdulillah sudah lumayan banyak pelanggan. Dari Batu Putih (kecamatan) banyak pesan di sini,” terangnya.

Banyaknya pesanan batik membuat laki-laki kelahiran Sumenep tersebut menarik pemuda-pemuda di sekitarnya yang membutuhkan pekerjaan untuk membantu produksi batik. Saat ini dia memiliki 4 karyawan.

Dia mengatakan, paling sulit dan lama dalam proses batik yaitu membuat gambar atau motif batik. Biasanya Totok menggunakan kertas karton sebelum dia menggambar di kain. Dalam sehari dia bisa memproduksi enam batik tulis.

Totok menggambar di kain (Foto: Wiradesa)

Harga satu potong kain batik dia patok Rp 300 ribu sampai Rp 500 ribu, ada juga yang lebih. Harga tersebut tergantung pada kesulitan membuat motif dan bahan yang digunakan. “Untuk harga ada yang tiga ratus ribu ada juga yang lima ratus ribu. Ya tergantung sulitnya gambar, selain itu kain juga menentukan. Kalau yang itu, yang tengah, itu harganya lima ratus ribu, itu milik kepala desa,” katanya sambil menunjukkan batik hasil produksinya.

Baca Juga:  Mengulik Potensi Untung Produksi Minyak Klentik

Untuk penjualan, Totok menjual lewat online dan offline. Untuk sementara dia masih fokus menjual di offline. Dalam satu bulan minimal 10 kain batik terjual. Hal itu cukup baginya untuk berbagi ke empat karyawan dan keluarga. (Syarifuddin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *