Sinden Jepang dan Sinden AS Tampil Menghibur Penggemar Wayang Kulit di Indonesia

Sinden Megan asal Amerika Serikat saat tampil di pementasan wayang kulit. (Foto: Istimewa)

DUA sinden asing, Hiromi dari Jepang dan Megan dari Amerika Serikat, menjadi perhatian para penggemar wayang kulit di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah (Jateng). Setiap tampil mengikuti dalang, mereka selalu memikat dan menghibur pendemen seni tradisional wayang.

Sinden Hiromi sering menjadi sinden tamu dalang Ki Seno Nugroho. Sedangkan sinden Megan dulu sering tampil mendukung dalam Ki Enthus Susmono. Kini kedua dalang kondang itu sudah almarhum. Tetapi kedua sinden asing tersebut tetap melantunkan kiprahnya di dunia pewayangan.

Suara sinden Hiromi saat melantunkan Kutut Manggung benar-benar seperti sinden terkenal di kalangan penggemar wayang kulit. Jika hanya mendengar suaranya dan tidak diberi penjelasan oleh ki dalang, penonton tidak menyangka kalau dia orang Jepang. Suaranya melengking, jernih, nyaring, dan enak didengarkan.

Sedangkan Megan, pesinden asal Los Angeles Amerika Serikat, pintar mengimbangi gaya guyonan dalang Ki Enthus Susmono. Perbedaan bahasa, menjadi bahan ki dalang untuk menghibur para penonton wayang.

Saat tampil di Kabupaten Pemalang, Ki Enthus Susmono menjelaskan kepada Morgan, jika warga Pemalang itu memiliki Bahasa atau ungkapan yang aneh. Orang Pemalang kalau menyebutkan istirahat itu menthil. “Oh ya Pak Dalang, kalau merasa capek, jangan lupa menthil,” ujar Morgan yang disambut gelak tawa penonton.

Baca Juga:  Menjelang Wisuda, Siswa PSHT Berburu Ayam Jago

Merespons, ujaran Sinden Megan, Ki Enthus manyahutnya, “Woo….sinden pekok”. Mendengar kata yang dianggap aneh, Megan bertanya “Pekok itu artinya apa Pak Dalang”. “Pekok itu cantik, bagus,” jelas Ki Dalang Enthus. “Terimakasih, maturnuwun Pak Dalang. Pak Dalang juga pekok,” kata Morgan yang disambut tawa penonton.

Usai bercanda dengan Ki Enthus, pesinden Megan mengajak temannya Nur Handayani, pengendang perempuan, untuk mengiringinya. Lantas Megan memikat penggemar wayang kulit dengan tembang Nyidam Sari. “Umpomo sliramu sekar,,, melati, aku kembang nyidam sari// Umpomo sliramu margi…. wong manis, aku sing bakal nglewati…” suara Megan mengalun merdu.

Kini Ki Seno Nugroho dan Ki Enthus Susmono sudah almarhum. Namun kedua sinden asing itu terus terpikat dan jatuh hati dengan seni gamelan, seni karawitan, dan seni pedalangan, sebuah seni tradisional Indonesia yang layak diuri-uri dan dipuayakan jangan sampai hilang di telan zaman.

Kini banyak orang asing yang tertarik dengan seni pedalangan. Jika anak-anak muda Indonesia tidak berminat melestarikan seni wayang kulit, maka jangan heran suatu saat nanti, ada orang Indonesia yang justru belajar seni pedalangan di negara asing. “Sungguh memalukan jika hal itu terjadi,” ujar Prof Kasidi Hadiprayitno, Guru Besar Ilmu Pedalangan Institut Seni Indonesia, Yogyakarta, kemarin. (*)

Baca Juga:  Tiga Mahasiswa IUP Fapet UGM Ikuti Magang MBKM di Miyazaki University Jepang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *