Study Excursie Unija di Sambirejo: Aparat Kalurahan Layani Masyarakat dengan Aplikasi Simpel Desa

Mahasiswa melihat langsung ruang Command Center Kalurahan Sambirejo. (Foto: Wiradesa)

SLEMAN – Digitalisasi sistem administrasi desa sudah dijalankan Kalurahan Sambirejo, Kapanewon Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sejak tahun 2020. Layanan digital ini dikendalikan dari ruang Command Center Smart Village Nusantara yang ada di kantor kalurahan dan bisa diakses melalui smartphone berbasis android.

Carik Sambirejo, Mujimin SSos menuturkan, sejak 2020, Kalurahan Sambirejo sudah masuk kepada ekosistem digital. Di Sambirejo terdapat layanan aplikasi Simpel Desa guna memberi pelayanan administrasi pemerintahan, perekonomian dan sosial kemasyarakatan. Di samping dikendalikan lewat ruang Command Center Smart Village Nusantara, layanan digital desa bisa diakses melalui perangkat smartphone.

Ruang Command Center sehari-hari dikelola dua orang staf yang bekerja bergantian selama jam kerja. Bila malam hari layanan bisa diakses melalui aplikasi android. “Ada kejadian apa pun layanan dan interaksi dengan masyarakat dapat dilangsungkan via android. Ada tanah longsor, kebakaran, kematian, terupdate langsung sehingga bisa cepat tersiar dan terkondisikan,” ucap Pak Je, panggilan Mujimin.

Ditambahkan, layanan digital pada bidang ekonomi antara lain melalui e-warung binaan di tiap dusun. Lewat jaring pasar digital warga Sambirejo bisa efektif berjualan online. “Ada panen jambu bisa ditawarkan, mau COD di mana. Bahkan mau order mie ayam jadi sangat mudah. Digitalisasi pembangunan desa baru dibangun. Harapan kami layanan administrasi pemerintahan akan semakin simpel, cepat dan efektif. Lurah pergi ke mana, carik pergi ke mana, layanan administrasi kalurahan tetap jalan tanpa hambatan. Namun, bagaimana pun silaturahmi langsung tetap dibutuhkan. Jangan sampai kemudahan layanan digital justru merenggangkan hubungan sosial,” harapnya.

Baca Juga:  Mahasiswa KKN UPN “Veteran” Yogyakarta Gelar Pengajian di Masjid Baiturrohmah Ngipikrejo

Usai menyimak paparan Pak Je, secara bergantian mahasiswa Unija berkesempatan melongok aktivitas di ruang Command Center dan mendapat penjelasan singkat serta melakukan tanya jawab dengan petugas operator yang berjaga.

Dengan digitalisasi, Pemerintah Kalurahan Sambirejo juga berhasil mewujudkan destinasi wisata Tebing Breksi menjadi obyek wisata favorit saat ini. Tahun 2019, Taman Wisata Tebing Breksi dikunjungi tak kurang 1,6 juta wisatawan. Breksi menjadi salah satu destinasi wisata terfavorit di Sleman. Setelah sempat menurun jumlah pengunjungnya saat pandemi, pada libur Lebaran dan Hari Waisak, Mei 2022, angka kunjungan wisata ke Tebing Breksi mulai pulih dan merangkak naik meski belum mampu melampaui rekor kunjungan seperti saat sebelum pandemi.

Lalu-lalang rombongan bus pariwisata, dan mobil pribadi yang memadati kawasan parkiran Tebing Breksi masuk wilayah Sambirejo, Prambanan, Sleman boleh jadi tak pernah dibayangkan sebelum 2014. Hal itu diungkapkan Carik Sambirejo Pak Je saat menerima kunjungan study excursie mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Wiraraja (Unija) Sumenep, Madura Sabtu 28 Mei 2022 di ruang Aula Kalurahan Sambirejo.

“Dulu, kawasan wisata Tebing Breksi merupakan area tandus. Aktivitas warga banyak mengandalkan ekonomi tambang galian C. Kalau ada lagu nenek moyangku seorang pelaut maka nenek moyang di sini orang penambang. Bukan penambang pasir tapi penambang batu apung,” kata Pak Je.

Mahasiswa saat mendengarkan penjelasan Pak Je (Carik Sambirejo). (Foto: Wiradesa)

Kawasan Tlatar Seneng di mana Taman Wisata Tebing Breksi masuk di wilayahnya, kemudian digagas untuk dijadikan sebagai tempat wisata setelah pada 2014 dilakukan penelitian oleh beberapa pihak. “Penelitian secara  geologi, tempat yang sebelumnya ditambang ternyata dulunya merupakan abu vulkanik gunung purba formasi abu Gunung Sumilir. Dari penelitian tersebut, kawasan Tebing Breksi ditetapkan sebagai situs geo heritage dan dilindungi. Otomatis aktivitas penambangan harus dihentikan,” papar Pak Je di hadapan 78 mahasiswa Unija yang tengah mengikuti rangkaian kegiatan Study Excursie di Yogyakarta.

Baca Juga:  UGM Akan Melayani Vaksinasi Ketiga untuk Masyarakat Tanggal 31 Januari

Kepada para mahasiswa yang didampingi Dekan Fisip Unija Dra Irma Irawati Puspaningrum MSi dan Wakil Dekan (Bagian Akademik) Enza Resdiana SE MAB serta Kaprodi Administrasi Publik Ida Syafriyani SSos juga Ketua Pelaksana Study Excursie  Wilda Rasaili SIP MA, Pak Je menjelaskan, penghentian aktivitas penambangan batu apung awalnya ditolak oleh 50 kepala keluarga penambang. Namun, upaya pendekatan kepada mereka terus dilakukan. Salah satu upaya dengan merintis membangun kawasan tersebut sebagai destinasi wisata.

“Pertama kali spot yang dibangun berupa amphiteater. Namun ada kendala lagi. Amphiteater dibangun senilai Rp 200 juta bantuan provinsi harus diterimakan kepada kelompok masyarakat berbadan hukum. Karena itu dibuat kelompok sadar wisata (Pokdarwis). Pada 30 Mei 2015  Wisata Tebing Breksi diresmikan. Sejak saat itu kami terus berbuat sesuatu,” imbuhnya.

Pak Je mengakui, dirinya termasuk satu dari lima warga Sambirejo yang babat alas membangun destinasi wisata. Kunjungan awal harian rata-rata 50 sampai 100 orang penggowes. Dengan pembenahan dan sentuhan kreatif serta penataan kawasan, rupanya Tebing Breksi mampu menarik perhatian khalayak. Terbukti pada 2016 angka kunjungan melonjak pesat mencapai 316 ribu wisatawan. Bahkan pada 2017 makin booming dengan 800 ribu pengunjung.

Baca Juga:  Jambu Air, Buah Favorit yang Bisa Dipetik Wisatawan Tebing Breksi

“Pada 2017 Kementerian Pariwisata menganugerahi penghargaan Breksi sebagai destinasi tujuan wisata terfavorit. Berturut-turut dua tahun setelah itu, pengunjung tembus 1 juta orang dan 1,6 juta orang pada 2018 dan 2019,” ujarnya. Sayangnya, target kunjungan wisata mencapai 2 juta orang pada 2020 gagal terwujud akibat pandemi.

Dengan booming-nya wisata Breksi, tingginya angka kunjungan sebelum pandemi, lanjut Pak Je, berdampak positif kepada perekonomian warga setempat. Bila awalnya hanya dirintis oleh lima orang, kini tak kurang 400 orang warga mendapat berkah dari bekerja di sektor wisata. Mereka beroleh penghasilan dari jualan, bekerja paruh waktu melayani kunjungan wisata, juru parkir, pedagang kios pakaian, souvenir kuliner dan jasa wisata jeep serta homestay.

“Ke kalurahan, dulu sebelum 2014 pendapatan asli kalurahan pertahun hanya Rp 10 juta. Pada 2019 sumbangan masuk murni dari Breksi untuk pendapatan asli kalurahan mencapai Rp 1,2 miliar. Penambahan pendapatan asli kalurahan dari Rp 10 juta menjadi Rp 1,2 miliar pada 2019 ini bukan omong-kosong,” jelas Pak Je.

Dosen dan mahasiswa mengabadikan suasana alam di Breksi. (Foto: Wiradesa)

Sementara itu, Dekan Fisip Unija Irma Irawati Puspaningrum mengatakan, tujuan study excursie pihaknya ingin menggali lebih banyak ide dan berharap dari ide yang didapat akan dapat diimplementasikan. Sebab menurutnya, latar alam di Sumenep seperti di kawasan Batu Putih sebenarnya tak jauh berbeda dengan suasana alam di  Breksi. “Banyak ilmu dan wawasan yang didapatkan mahasiswa dari kegiatan seperti ini. Kami menjumpai praktik nyata pengelolaan dan pelayanan kantor pemerintah desa secara digital,” tandasnya. (Sukron Makmun)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *