KLATEN- Kondisi makam Raden Ngabehi Ronggowarsito, pujangga besar terakhir tanah Jawa, yang terletak di Desa Palar Kecamatan Trucuk, Klaten, kini sangat memprihatinkan. Bukannya terawat sebagai situs cagar budaya, kompleks pemakamannya justru dipenuhi tumpukan kotoran burung dan kelelawar. Sementara proyek renovasi dari pemerintah belum ada kelanjutan.
Saat memasuki bangunan utama makam, bau tajam dari kotoran hewan terasa menyengat. Hampir di setiap sudut lantai keramik, terlihat jelas tumpukan kotoran yang jatuh dari atap. Bangunan yang seharusnya menjadi tempat peristirahatan mulia bagi sang pujangga kini telah beralih fungsi menjadi sarang bagi ratusan hewan malam.
“Setiap hari harus dibersihkan, Mas. Kalau tidak, ya, kotorannya menumpuk tinggi,” jelas Samini kepada Wiradesa.co, Kamis, 18 September 2025
Samini juru rawat makam Ronggowarsito yang telah mengabdi secara turun-temurun. Perempuan paruh baya itu telaten membersihkan makam, sebuah tugas yang seolah tak ada habisnya.
Dalam kunjungan Wiradesa.co terdapat rangka plafon dari baja ringan yang sudah terpasang di bagian atas. Menurut Samini itu adalah sebuah rencana renovasi dari Dinas Cagar Budaya. Namun, pemasangan berhenti di tengah jalan tanpa ada kejelasan lebih lanjut. Rangka yang dirancang menjadi tumpuan plafon baru kini justru menjadi tempat tambatan bagi kelelawar untuk bertengger.
Akibatnya, usaha Sumarni membersihkan makam setiap hari tampak sia-sia. Kotoran terus berjatuhan dari atap, mengotori pusara sang empu Serat Kalatidha yang termasyhur dengan ramalan “Zaman Edan”-nya. Kondisi ini menjadi potret menyedihkan tentang sebuah warisan sejarah dan sastra yang tak ternilai harganya justru tidak terurus.
“Saya ziarah tidak bisa lama karena tidak tahan dengan bau kotoran yang begitu menyengat. Sangat sedih sekali,” ujar Hadi, seorang peziarah.
Hingga kini, belum ada kejelasan kapan proyek renovasi tersebut akan dilanjutkan. Kondisi ironis ini jika berlanjut akan membuat makam terbengkalai dan terlupakan. (Yuniar Avicenna)








