BENDUNG Lepen Kali Gajah Wong Dam Mrican kini menjadi destinasi wisata favorit di Yogyakarta. Padahal dulu di tempat ini untuk sarang judi, prostitusi, dan kandang babi. Sekarang menjadi tempat wisata yang ramai dikunjungi wisatawan dari berbagai daerah.
Mengubah tempat yang dulu kelam memprihatinkan, menjadi terang menggembirakan itu tidak gampang. Memerlukan perjuangan yang keras, tidak mengenal lelah, dan tangguh menghadapi perlawanan.
Perjuangan untuk merubah keadaan itu pasti ada tokoh atau pejuang yang memiliki visi, strategi, cara, dan keberanian untuk merealisasikannya. Tokoh di balik keberhasilan merubah kampung prostitusi menjadi kampung wisata itu di antaranya Slamet Haryanta dan Suwarto.
Mas Yanto, panggilan akrab Slamet Haryanta, lahir dan besar di Kampung Sanggrahan Kalurahan Giwangan. Dia hidup di lingkungan prostitusi, perjudian, mabuk-mabukan, dan berinteraksi dengan perempuan penjaja cinta, pria hidung belang, penjudi, peminum, dan para maling. Dia sekarang diamanahi sebagai Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kalurahan (LPMK) Giwangan.
Berangkat dari rasa keprihatinan, Mas Yanto bersama Mas Warto dan warga yang peduli lingkungan ingin mengubah yang dulu kelam tidak beragama menjadi terang bertaqwa. “Slogan kami semangat tanpa sambat, peduli adalah solusi, agar tumonjo, kroso, tumoto,” ujar Mas Yanto saat berbincang dengan Wiradesa.co di sebuah warung makan Bendung Lepen, Rabu 9 November 2022.
Sambil menyeruput Wedang Uwuh, menikmati indahnya pemandangan di pinggir kali, dan menatap bebasnya ikan bergerak di aliran kali, pikiran menjadi jernih menerawang masa depan. Perjuangan para pejuang lingkungan ini tidak sia-sia. Lingkungan yang dulu kelam, sarang judi dan prostitusi, kini menjadi tempat yang ngrejekeni, terasa nyaman, dan terlihat indah.
Dengan semangat tanpa mengeluh dan peduli adalah solusi, tahun 2007 mulailah warga menata dan membersihkan Bendung Lepen di Dam Mrican Kampung Mrican Kalurahan Giwangan, Kemantren Umbulharjo, Kota Yogyakarta. Tempat ini sebelumnya kumuh, tempat pembuangan sampah, kandang babi, tempat judi, dan sarang prostitusi diupayakan agar menjadi lokasi yang mendatangkan rejeki halal, nyaman dirasakan, terlihat asri.
“Bisa dibayangkan bagaimana sulitnya menghadapi warga yang terbiasa membuang sampah sembarangan, para penjudi, para lonte (pelacur), gentho, dan maling untuk kembali ke jalan yang benar. Maka untuk merubah pola pikir dan perilakunya kita juga harus ngedan, tapi maton,” papar Mas Yanto. Prinsip semangat tanpa sambat, peduli adalah solusi terus dipegangnya.
Mas Yanto, Mas Warto, dan para warga peduli lingkungan, yang tidak mengenal Lelah, pelan-pelan bisa menyadarkan masyarakat pinggir kali Gajah Wong untuk membersihkan lingkungan. Warga yang memiliki rumah di girli dengan kesadarannya mengepras bangunan rumahnya untuk dimudurkan dan dihadapkan pada sungai. Langkah positif itu dikenal dengan sebutan mundur madep kali.
Mundur madep kali ini merupakan realisasi dari konsep sungai bukan tempat di belakang rumah, tetapi di depan rumah. Jadi rumah dihadapkan pada sungai. Halaman rumah itu sungai. Sehingga warga terpacu untuk mewujudkan halaman rumahnya itu tumonjo, kroso, dan tumoto. Bisa mendatangkan rezeki, terasa nyaman, dan terlihat indah.
Kemudian aliran Bendung Lepen yang merupakan jalur irigasi di wilayah Bantul dibersihkan dan dimanfaatkan untuk memelihara ikan. Warga menebar 4 kuintal bibit nila. Dalam waktu 4 bulan sudah panen 3,5 ton, tanpa makani. Pakan ikan dipenuhi oleh planton-planton bendungan dan para wisatawan yang berkunjung ke Bendung Lepen.
Outcome dari kepedulian adalah solusi itu tidak hanya panen ikan saja, tetapi juga sungainya menjadi bersih dan gerakan irigasi bersih dari Kota Yogyakarta ini mampu mengaliri irigasi di 169 hektar area persawahan di wilayah Kabupaten Bantul. Petani senang dan ketahanan pangan terjaga. “Yang membanggakan dan menggembirakan, Bendung Lepen kini menjadi destinasi wisata dan tempat untuk belajar bagaimana memanfaatkan sungai serta menata lingkungan,” kata Mas Warto, Ketua Kampung Wisata Kali Gajah Wong.
Dengan menjadi destinasi wisata, warga girli di wilayah Kampung Mrican merasakan dampak ekonominya. Banyak warga yang dulu tidak punya pekerjaan, kini membuka warung dan mendapatkan uang dari usaha jual makanan dan minuman. Misalnya Agus Ember, yang dulu tidak punya pekerjaan, sekarang bisa jualan dan merasa senang terbantu ekonominya. “Selain menyediakan makanan dan minuman, kami juga menjual pakan ikan,” ujar Agus.
Akhirnya yang perlu dicamkan atau dijadikan dasar pemikiran, bahwa kesuksesan itu perlu diperjuangkan. Keberhasilan itu tidak datang dengan tiba-tiba, tetapi diupayakan dengan sungguh-sungguh dan kerja keras. Mengubah mindset, pola pikir, dan perilaku warga itu tidak gampang, perlu waktu bertahun-tahun tetapi dengan kerja yang tidak mengenal lelah dan siap dikatakan wong edan, pasti perubahan ke arah yang baik itu akan terwujud.
Dengan semangat tanpa sambat, peduli adalah solusi, akhirnya mampu mewujudkan Bendung Lepen dan warga girli Gajah Wong bisa menghidupi keluarganya secara layak, tempat terasa nyaman untuk tinggal dan dikunjungi, serta lingkungannya terlihat asri, indah, untuk dinikmati wisatawan. Orang yang tinggal dan hadir di Bendung Lepen akan merasakan nikmatnya bersedekah, beribadah, dan berkah dalam kehidupan sesungguhnya. (Ono Jogja)