BERKUNJUNG ke Kampung Sanggrahan Pemukti, pada Rabu 9 November 2022, terasa nyaman dan terlihat asri. Kanan kini jalan kampung tertanami pohon Kelengkeng. Kondisi jalannya bagus, tidak ada genangan air. Udaranya bersih, seperti di perdesaan. Padahal Sanggrahan itu berada di Kalurahan Giwangan, Kemantren Umbulharjo, Kota Yogyakarta.
Jika dicermati, ada resapan air yang tertutup rapi di sejumlah titik sepanjang jalan kampung. Pohon-pohon Kelengkeng yang kemarin sedang berbuah, tidak ditanam di kebun atau lahan pekarangan, tetapi di sepanjang jalan. Resapan itu ada yang di atas saluran drainase dan ada yang langsung ke dalam tanah.
Kalau resapan yang ada di atas saluran drainase, airnya langsung disalurkan melalui drainase. Sedangkan resapan yang airnya masuk ke dalam tanah, disebut Bipori. Warga yang didukung pemerintah kalurahan membuat Bipori Jumbo dengan lebar 80 centimeter dan dalam 2 meter di sejumlah titik.
“Bipori Jumbo itu untuk menampung sampah dari daun Kelengkeng dan resapan air,” jelas Slamet Haryanta (60 tahun), Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kalurahan (LPMK) Giwangan. Setiap tiga tahun, sampah yang ada dalam Bipori diambil dan diayak untuk pupuk Kelengkeng. Setiap satu Bipori Jumbo mampu menghasilkan pupuk untuk sembilan pohon Kelengkeng.

Sekarang sudah ada 27 Bipori Jumbo dan 158 pohon Kelengkeng di sepanjang jalan Kampung Sanggrahan. Jenis Kelengkengnya dibedakan dengan warna buahnya, ada Kelengkeng Merah, Putih, Hijau, dan Coklat. Selain lingkungannya tampak asri dan udaranya bersih, warga juga bisa memanen buah Kelengkeng.
Kondisi lingkungan di Sanggrahan saat ini sangat berbeda dengan situasi dan kondisi masa lalu. Pada tahun 70 – 90an, Sanggrahan terkenal dengan lokalisasi PSK, tempat prostitusi terbesar di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Sarangnya perjudian dan tempat berkumpulnya para maling.
Setelah lokalisasi Sanggrahan ditutup tahun 1997, para perempuan penjaja cinta tersebar dimana-mana. Lingkungan masih memprihatinkan. Namun sejumlah tokoh pemuda saat itu terketuk hatinya untuk berusaha merubah lingkungan yang kumuh kelam menjadi bersih bersinar.
Berangkat dari rasa keprihatinan, Slamet Haryanta, dulu tokoh pemuda yang kini menjadi Ketua LPMK Giwangan bersama Lurah Giwangan meluncurkan program atau konsep lingkungan “Konservasi Air, Peningkatan Kualitas Udara, dan Ketahanan Pangan dengan Tanaman Kelengkeng”.
Program ini dijalankan dengan memadukan atau mengolaborasikan unsur 5 K, Komunitas, Kampus, Kampung, Korporat, dan Kota. Kemudian dijalankan dengan Slogan: Semangat Tanpa Sambat, Peduli adalah Solusi. Selanjutnya apa yang dilakukan diupayakan agar tumoto, kroso, dan tumonjo.
Tumoto itu tertata lingkungannya, menjadi bersih, nyaman, dan asri. Sedangkan kroso itu bisa dirasakan manfaatnya. Udaranya bersih, tidak banyak polusi. Akhirnya tumonjo, tertata masyarakat dan lingkungannya. Hasilnya, lingkungan resik, silir, dan masyarakat tertib, sopan, dan beretika.
Lurah Giwangan Dyah Murniwarini, Ketua Kampung Wisata Kali Gajah Wong Suwarto, Ketua LPMK Giwangan Slamet Haryanta, dan wartawan Wiradesa.co, asyik berbincang di Pendopo Balai Kalurahan Giwangan yang nyaman, dengan lingkungan yang asri, indah, dan penuh pohon Kelengkeng.
Mas Yanto memperlihatkan sejumlah kotak kayu yang diletakkan di sisi atas bangunan joglo. Ternyata kotak itu tempat budidaya lebah Klanceng. Kemudian di depan sisi kiri ada tower berwarna biru. Tower itu nantinya untuk menampung urine wedus yang bisa dimanfaatkan untuk pupuk tanaman.
Tidak jauh dari Balai Kalurahan Giwangan, ada sepetak lahan merupakan Taman PKK RW X Sanggrahan Pemukti. Kebun “Tangguh Ekonomi” disemai bibit Anggur, beraneka jenis bunga Anggrek, dan berbagai bibit tanaman buah serta jenis sayuran. Itulah penopang ketangguhan ekonomi keluarga Sanggrahan Pemukti.

Duduk sambil ngopi di teras Balai Kalurahan Giwangan terasa nikmat dan nyaman. Nyeruput kopi panas, diterpa angin semilir, dengan udara bersih, rasanya liyer-liyer, silir, serasa di pegunungan yang sejak dan indah. Inilah hasil usaha konservasi air, peningkatan kualitas udara, dan ketahanan pangan di Kalurahan Giwangan. (Ono Jogja)