KULONPROGO – Pengembangan produk dari tas dan dompet rajut ditambah produk mukena dan sprei dilakukan Sumartini. Perajut tas benang nilon asal Bantar Wetan RT 07 RW 4 Banguncipto Sentolo Kulonprogo membikin sprei dan mukena kala tas rajut nilon dan dompet rajut nilon sepi pesanan akibat pandemi.
“Saat pandemi, pesanan rajut sepi. Macet total. Nah saat itu ada sisa kain. Bikin masker. Posting, banyak pesanan masker kain. Pas belanja kain buat masker lihat motif kain buat sprei dan mukena lalu mencoba bikin. Posting di Instagram dan status WA. Ternyata banyak yang pesan sprei dan mukena,” kata Sumartini kepada wiradesa.co Kamis 9 Maret 2023.
Sumartini menghitung kisaran pesanan mukena cenderung meningkat kala menjelang puasa dan Lebaran. Termasuk menjelang Ramadan saat ini. Puasa tahun lalu dia mencatat pesanan mukena sebulan tak kurang dari 150 potong. “Sprei juga begitu. Mau Lebaran ada peningkatan pesanan,” imbuhnya.
Memulai usaha rajut tas dan dompet bahan benang nilon pada 2012, Sumartini awalnya hanya buruh rajut. Ketika jadi buruh rajut, ia pinjam benang, mengerjakan rajut di rumah bersama beberapa tetangga sekitar. Hasil rajutan setengah jadi setor kepada pengepul. Tetapi ia sering kerepotan kala ada pesanan barang jadi dari para reseller. Ketika beli ke pengepul harga produk rajutan sudah melejit. Buat para reseller harga dari pengepul sudah tak masuk.
“Akhirnya nyari benang sendiri merajut hingga finishing dan diambil para reseller,” terang Sumartini yang mendapat pembinaan pembuatan aneka rajutan hingga finishing dari salah satu perguruan tinggi swasta di DIY.
Kini aneka model produk rajutan tersedia di rumah produksi milik Sumartini. Termurah dompet kecil, tas hape kecil kisaran harga Rp 30 ribu. Termahal tas rajut, mencapai Rp 300 ribu satunya. Tas dengan banderol harga Rp 300 ribu yakni tas dengan bagian dalam rangkap spon dan kain serta handle terbuat dari kulit, baik kulit asli maupun sintetis.
“Model tas mengerjakan sesuai pesanan. Untuk memotong bagian handle dibantu suami. Finishing setelah dipotong handle tas dijahit dan dicat veter,” imbuhnya sembari menyebut tas santai model sling bag saat ini masih banyak peminat. Tas webe model lama juga termasuk laris di pasaran.
Menurutnya, pasar luar Jawa surut drastis kini hanya menyisakan pesanan reseller dari Maluku. Sedangkan pasar lokal, pesanan menurun dan kini sebulan hanya produksi puluhan tas. “30-40 dompet laku, selain itu ada pula yang pesan untuk keperluan suvenir, di luar permintaan reseller,” ujarnya.
Sumartini tak bekerja seorang diri menyelesaikan bergam model tas rajut, dompet rajut hingga mukena dan sprei. Ia punya 20-an tenaga yang ia bayar borongan. Sementara di rumahnya ia dibantu tiga orang menyelesaikan finishing tas. Di rumahnya juga tersedia alat mesin jahit kain dua unit, mesin jahit kulit dan vinil dua unit serta satu unit mesin jahit bisa buat kain sekaligus buat vinil. (Sukron)