BREBES – Lima kepala desa terseret tindak pidana korupsi dana desa (DD). Mereka, umumnya me-mark-up atau menggelembungkan anggaran, tidak merealisasikan rencana pembangunan padahal sudah dianggarkan, dan memalsukan laporan pertanggungjawaban.
Berdasarkan penelusuran Wiradesa, lima kepada desa yang melakukan tindak pidana korupsi dana desa itu, Kepala Desa (Kades) Bangri Kecamatan Bulukamba Kabupaten Brebes Jawa Tengah (Jateng), Kades Bayongbong Kabupaten Garut Jawa Barat (Jabar).
Kemudian Kades Bunisari Kecamatan Warungkondang Kabupaten Cianjur Jabar, Kades Lompo Tengah Kabupaten Barru Sulawesi Selatan (Sulsel), dan Kades Wonosari Kecamatan Kemiri Kabupaten Purworejo Jateng.
Kades Bangri Devi Ferdian Susanto diduga menilep dana anggaran beberapa rencana kegiatan yang tidak dilaksanakan. Kegiatan itu, antara lain Sistem Informasi Pembangunan Berbasis Masyarakat (SIPBM) yang dianggarkan Rp 62.174.000 dan Pelatihan MS Office bagi Perangkat Desa senilai Rp 22.646.000. Selain itu Devi Ferdian juga mengambil sisa anggaran pembelian mobil siaga sebesar Rp 17.000.000. Atas perbuatannya itu Kades Bangri merugikan uang negara sebesar Rp 101.820.000.
Sedangkan Kades Bayongbong Eri Susanto terbukti melakukan tindak pidana korupsi dana desa dan telah divonis 6 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor Bandung. Dia terbukti memalsukan laporan pertanggungjawaban pemerintah desa Bayongbong tahun 2017. Nilai korupsinya Rp 400.000.000.
“Berdasarkan keterangan tersangka, uang hasil korupsi digunakan untuk menghidupi dua orang istrinya. Satu istri di Indramayu dan satu istri di Garut,” kata Deny Marincka, Kasi Pidana Khusus Kejari Garut pada Jumat 20 Maret 2020.
Kemudian Kades Bunisari RH mengorupsi dana desa Tahap III tahun anggaran 2019 untuk bayar hutang. Rencana pembangunan TPT dan irigasi dengan nilai anggaran Rp 106.000.000 dan fasilitas pengelolaan senilai Rp 139.000.000 yang sudah dianggarkan, tetapi tidak dilaksanakan.
Kapolres Cianjur AKBP Moch Rifai mengemukakan ada dua temuan terkait dugaan tindak pidana korupsi dana desa yang dilakukan RH, yakni mark-up proyek dan rencana pembangunan tidak dilaksanakan.
Atas perbuatannya, RH dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. “Ancaman hukuman 20 tahun penjara,” tegas Moch Rifai.
RH mengaku uang hasil korupsi dana desa digunakan untuk membayar hutang. Sebelumnya dia meminjam uang untuk menutup masalahnya yang terkena tipu.
Kades Lompo Tengah BA diduga korupsi dana desa sebesar Rp 600.000.000 dari dana desa tahun anggaran 2018 dan 2019. Modusnya membuat perjalanan fiktif dan rencana pembangunan yang sudah dianggarkan tapi tidak direalisasikan. Kasus ini juga menjerat Bendahara Desa IR dan Ketua Tim Pengelola Kegiatan (TPK) AL.
Sedangkan Kades Wonosari Sri Darwati diduga korupsi dana desa mulai tahun 2016 sampai 2018. Dia tidak melaksanakan pengelolaan keuangan desa sesuai aturan. Keuangan desa tahun anggaran 2016, 2017, dan 2018 tidak dikelola Kaur Keuangan, tetapi Plt Sekdes. Setelah dana desa ditarik dari rekening kas desa olah kades disetorkan ke Plt Sekdes Untung.
Uang dana desa yang sedianya untuk pembangunan fisik tidak dilaksanakan oleh Tim Pengelola Kegiatan, tetapi dijalankan oleh tersangka Untung. Plt Sekdes me-mark-up rencana anggaran belanja pada kegiatan fisik maupun nonfisik. (*)