Di balik gelar Daerah Istimewa, kemegahan Tugu Pal Putih dan keagungan Keraton, ternyata Yogyakarta menyimpan realitas sosial yang memprihatinkan. Sebagai kota budaya yang kerap menjadi destinasi wisata, baik wisatawan lokal maupun mancanegara, Yogyakarta hingga kini masih menghadapi tantangan serius dalam menanggulangi kemiskinan rakyatnya.
Ketidakmampuan dalam mengentaskan permasalahan tersebut, melahirkan persoalan sosial yaitu ketimpangan kesejahteraan masyarakat di Yogyakarta. Ketimpangan sosial yang terjadi di Yogyakarta ini menyebabkan Yogyakarta berada di posisi teratas sebagai provinsi termiskin di pulau jawa. Hal ini dibuktikan dengan data dari Badan Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta (BPS DIY) tahun 2024 kemiskinan di Yogyakarta mencapai 10,83% atau sekitar 445.000 jiwa.
Fenomena ini menunjukkan bahwa kontribusi ekonomi dari sektor pariwisata yang menjadi andalan pembangunan daerah dan terus dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Yogyakarta belum sepenuhnya dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama masyarakat yang rentan secara sosial dan ekonomi. Dengan memperhatikan kondisi tersebut, muncul satu pertanyaan reflektif: sejauh mana gelar “istimewa” yang disematkan kepada Provinsi Yogyakarta mencerminkan kesejahteraan nyata bagi seluruh rakyatnya, sedangkan masih banyak rakyatnya yang menjerit karena kemiskinan?
Untuk menjawab hal tersebut, diperlukan perubahan dalam pendekatan pariwisata Yogyakarta menuju pariwisata berbasis Quality Tourism. Quality Tourism ini merupakan konsep dalam dunia pariwisata yang berfokus pada Quality of Experience, Quality of Profit, dan Quality of Life. Harapannya melalui quality tourism ini dapat menekan angka kemiskinan di Yogyakarta.
Menindaklanjuti isu ini, mahasiswa Hukum Universitas Islam Indonesia yang diketuai M. Mustofah Bisri dan beranggotakan Safira Ika Maharani, Aurell Sava Fil Salsha Billa, Namira Eltsabita Annabih, dan Ryan Rezza Mahendra di bawah bimbingan dosen psikologi Dr. Rina Mulyati, S.Psi., M.Si., Psikolog melalui program Kementerian Perguruan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) yaitu Program Kreativitas Mahasiswa Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) melakukan penelitian mendalam untuk mengoptimalkan Quality Tourism dalam pendekatan melalui place attachment dan identitas sosial.
Objek penelitian dalam riset ini berfokus pada Kawasan Sumbu Filosofi Yogyakarta. Kawasan ini dipilih tidak hanya karena Kawasan Sumbu Filosofi Yogyakarta sudah ditetapkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO tapi juga merupakan identitas budaya yang kaya akan nilai filosofi mengenai hubungan manusia tidak hanya dengan sesama tapi juga dengan tuhan dan alam. Kawasan Sumbu Filosofi Yogyakarta ini meliputi Panggung Krapyak, Keraton Yogyakarta, dan Tugu Pal Putih (Tugu Yogyakarta).
Fenomena kemiskinan di Yogyakarta ini menggerakan Mahasiswa Universitas Islam Indonesia untuk berupaya mengentaskan kemiskinan sebagaimana slogan: “Mengentaskan kemiskinan kota budaya, menuju Quality Tourism Yogyakarta”.
“Upaya ini juga dilakukan sebagai bentuk implementasi dari peran mahasiswa sebagai agent of change. Agent of change ini merupakan salah satu dari 5 peran mahasiswa yang menekankan pada peran mahasiswa untuk turut serta sebagai bagian dari perubahan masyarakat menuju arah yang lebih baik,” pungkas M Mustofah Bisri. (*)








