Pasar Kebon Empring Makin Besar Kumandange

 Pasar Kebon Empring Makin Besar Kumandange

Suasana sejuk, adem, dan nyaman di Pasar Kebon Empring, Senin (14/8/2023). (Foto: Wiradesa)

Destinasi wisata yang berbasis pada kepentingan masyarakat, keaslian (originalitas), dan kelestarian lingkungan, umumnya berkelanjutan. Salah satu contohnya, Pasar Kebon Empring di Bintaran Wetan, Srimulyo, Piyungan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sudah lima tahun, destinasi wisata Pasar Kebon Empring masih eksis. Meski bermunculan tempat wisata desa, tetapi Kebon Empring tidak ilang kumandange, tetapi justru makin besar kumandange. Semakin hari semakin ramai dikunjungi wisatawan.

Gagasan membangun Pasar Kebon Empring itu memang dari masyarakat. Awalnya pada Mei 2018, warga RT 5 Dusun Bintaran Wetan menggelar Pasar Ramadan. Ternyata cukup ramai. Kemudian masyarakat memiliki gagasan, bagaimana kalau pasar seperti di bulan Ramadan itu diteruskan.

Warga sepakat, lantas Pasar Ramadan itu dilanjutkan dengan memanfaatkan lahan di pinggir Kali Gawe di bawah rerimbunan Pohon Empring. Kebetulan di dekatnya, sisi utara, ada jembatan gantung yang pernah viral.

“Dulu ada gagasan untuk membuat destinasi wisata di perbukitan, ngikuti trend wisatawan yang suka view atau melihat pemandangan dari atas bukit. Tapi setelah musyawarah dengan warga, gagasan itu tidak jadi dilaksanakan,” papar Titik Ailuh, salah satu inisiator Pasar Kebon Empring, Senin 14 Agustus 2023.

Jika ngikuti trend wisata pada tahun 2018, warga Bintaran Wetan merasa tidak akan mendapat apa-apa. Tetapi jika membangun destinasi wisata di pinggir kali, bawah Pohon Empring, dekat perkampungan warga, maka masyarakat akan langsung merasakan manfaatnya.

Setelah sepakat untuk melanjutkan Pasar Ramadan di bawah Pohon Empring, lantas ada persoalan lagi. Lahan yang akan dijadikan lokasi pasar, tanahnya milik penduduk. Jadi harus ada kesediaan dan kesepakatan dengan warga pemilik tanah. “Ada 13 petak tanah milik warga di lokasi Pasar Empring,” jelas Titik.

Baca Juga:  Pemkab Kediri Bantu Bibit Kedelai

Selanjutnya dimusyawarahkan lagi dengan pemilik tanah. Pemilik lahan setuju, tanahnya dijadikan lokasi pasar. Bagi warga pemilik tanah, yang penting bersih, syukur bisa mendatangkan rejeki warga Kampung Bintaran Wetan. Karena sebelumnya, lokasi itu kumuh, untuk pembuangan sampah.

Proses untuk merealisasikan wisata desa yang langgeng, terus ada, atau berkelanjutan itu tidak semudah membalikkan tangan. Perlu perjuangan lahir batin. Karena pasti banyak tantangan dan hambatan. Tetapi jika diniatkan untuk ibadah, bermanfaat bagi masyarakat, pasti ada jalan keluar untuk mengatasi berbagai masalah.

Titik Ailuh, salah satu inisiator Pasar Kebon Empring. (Foto: Wiradesa)

“Ya alhamdulillah, keberadaan Pasar Kebon Empring sekarang sudah dirasakan manfaatnya bagi seratusan kepala keluarga, penduduk Bintaran Wetan,” ungkap Titik Ailuh. Berdasarkan data di pengurus, sekarang ada 32 lapak kuliner dan 5 lapak non kuliner. Juga ada panggung musik, tempat pertemuan, mushola, sejumlah toilet, tempat duduk, dan berbagai sarana yang diperlukan para pengunjung.

Dari sewa lapak, parkir, dan pemasukan lainnya, pengelola Pasar Kebon Empring, saat ini sudah mampu memberi masukan pendapatan per bulan kepada para pemilik tanah. Memberikan masukan kas 3 RW, tali asih para pengurus, dan membiayai pembangunan untuk pengembangan Pasar Kebon Empring.

Pasar Kebon Empring sejak awal dikelola secara mandiri. Modal awalnya hanya Rp 130.000. Para pengurus, awalnya urunan untuk beli paku dan kawat. Mereka ngampet, ora bayaran, bahkan berkorban waktu, tenaga, dan pikiran selama 7 bulan.

Para inisiator sudah siap lahir batin untuk menciptakan “mata air” kehidupan bagi masyarakat. Meski kecil, pengurus berusaha agar “mata air” tersebut terus mengalir, menyejukkan, menyenangkan, dan membahagiakan masyarakat desa yang telah lama hidup dalam kekurangan.

Setidaknya sudah lima tahun “mata air” yang berwujud Pasar Kebon Empring itu terus mengalir, terus menjadi kran pembuka rejeki bagi ratusan penduduk setempat. Semoga dengan kebersamaan, menjaga adat istiadat, dan merawat kelestarian lingkungan, maka semesta alam juga akan dengan ikhlas membukakan rejeki bagi orang-orang yang peduli dengan alam. (Ono Jogja)

Artikel Terkait

Tinggalkan Komentar

%d blogger menyukai ini: