KEBUMEN – Mengirat, membelah bambu hingga berwujud lembaran tipis lalu menganyamnya, menjadi aktivitas harian bagi sebagian warga Desa Jatimulyo Kecamatan Petanahan. Sejumlah warga di tujuh rukun tetangga (RT) di Jatimulyo tepatnya di RW 4, secara turun-temurun menekuni kerajinan anyaman bambu menghasilkan produk anyaman tradisional dan anyaman kreatif berdesain kekinian.
Kepala Desa Jatimulyo Sabit Banani menerangkan, para perajin anyaman bambu di wilayahnya tersebar di tiga padukuhan yakni Padukuhan Karangtawang, Karangtanjung dan Karajiwan. “Perajin jumlahnya ada 120 orang. Mereka fokus menganyam bambu di samping sebagai petani. Produknya terbagi menjadi anyaman tradisional dan kerajinan anyaman bambu dengan desain kreatif,” kata Sabit Banani kepada wiradesa.co Sabtu 7 Januari 2023.
Lambaran tudung, besek, tampah, produk-produk anyaman perajin Jatimulyo yang mewakili produk anyaman tradisional. Sedangkan produk anyaman kreatif dalam desain dan model terus berkembang, mencapai 20-an jenis anyaman kreatif yang bisa dibikin para perajin Jatimulyo. Model anyaman kreatif sudah barang tentu desain lebih artistik dan inovatif. “Anyaman kreatif bukan lagi untuk memenuhi barang-barang kebutuhan dapur tapi sudah bergeser untuk kebutuhan ruang tamu, keperluan dekoratif,” ucap Sabit.
Pengembangan produk anyaman Jatimulyo dari sisi desain yang variatif lantaran menyambut kebutuhan pasar yang dinamis. Produk-produk macam hampers, keranjang suvenir, tempat buah hingga tempat parsel hari raya, keperluan mengemas hantaran, seserahan pernikahan, lampion ibarat sumber pasar baru bagi produk kerajinan anyaman Jatimulyo yang semula berkonsentrasi penuh pada barang-barang kerajinan tradisional.
“Prospek barang-barang kerajinan untuk dipajang pesanan didapat antara lain dari interaksi lewat media sosial atau online,” ungkapnya. Guna mendukung para perajin, agar fokus dan serius, Pemerintah Desa (Pemdes) Jatimulyo melakukan sejumlah terobosan. Dua tahun lalu pelatihan pembuatan produk anyaman yang marketable dan propasar telah dilaksanakan.
Produk-produk macam hampers anyaman bambu, lampion, kap lampu, tas, lanjut Sabit secara bahan baku butuh iratan bambu lebih sedikit dengan margin untung lebih besar. Selain melalui pelatihan, dukungan pemdes juga dilakukan lewat pembentukan kelompok Green Kampoeng Craft serta bantuan peralatan sederhana dan handmade. Dengan adanya pelatihan, kini para perajin telah bisa menciptakan produk yang relevan dengan kebutuhan pasar. Tak lagi semata bikin produk setengah jadi seperti dulu. “Jatimulyo dari dulu sebagai daerah penyangga untuk kerajinan setengah jadi macam lambaran caping. Finishing di daerah lain,” imbuh Sabit.
Butuh Perhatian
Sabit menjelaskan, dukungan pemdes kepada para perajin memang tak semata berupa dukungan finansial atau modal, alat-alat atau permesinan. Namun, para perajin butuh perhatian. “Dukungan lebih ke need asasmen sebab usaha prospektif tak terlalu butuh banyak uang. Pernah ada tawaran bantuan alat mesin pemecah bambu dan lainnya namun biaya operasional tinggi dengan hasil kurang sempurna. Sehingga tawaran tersebut ditolak,” sambungnya.
Diakui Sabit, terlepas dari dukungan yang telah diberikan pihaknya, para perajin anyaman bambu di tempatnya masih menghadapi beberapa kendala. Diantaranya persoalan manajerial dan teknologi pengawetan bambu yang ramah lingkungan. (Sukron)