Reda Manthovani: Jelang 2024 Sengketa Media Sosial Akan Meningkat

Reda Manthovani (kanan) bersama Firdaus, Ketum SMSI Pusat. (Foto: Istimewa)

JAKARTA – Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Dr. Reda Manthovani, SH, LLM, memprediksi sengketa pidana terkait penggunaan media sosial (medsos) akan meningkat menjelang tahun 2024. Untuk itu, masyarakat harus berhati-hati dalam menggunakan media sosial, baik melalui Instagram, Twitter, Yoetube, Tiktok, Whatsapp, Facebook, maupun lainnya.

“Hati-hati bermedia sosial. Jika tidak memahami Undang-undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) bisa masuk penjara,” ujar Reda Manthovani saat tampil sebagai narasumber pada Diskusi Lingkar Merdeka SMSI di Kantor Pusat Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Jalan Veteran II, Jakarta Pusat, Rabu, 8 Juni 2022.

Diskusi yang digelar secara hybrid, online dan offline, kemarin juga menghadirkan narasumber Dr. Taufiqurokhman, A.Ks, S.Sos, M.Si, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Prof Dr Moestopo (Beragama) dan dipandu HM. Nasir (Sekjen SMSI Pusat).

Hadir memberi sambutan, Ketua Umum SMSI Firdaus. Juga Penasihat SMSI Pusat, Ervik Ari Susanto, dan Ketua Umum Forum Pemred Siber Indonesia Bernadus Wilson Lumi. Dari layer zoom, tampak sejumlah pengurus SMSI Pusat dan para Ketua SMSI Provinsi dari 34 provinsi di Indonesia.

Reda Manthovani mengingatkan, berhati-hatilah dalam memetik manfaat bermedia sosial, karena banyak ranjau yang bisa menjebloskan pengguna ke penjara. Pengguna medsos harus mengenali betul jenis-jenis pelanggaran undang-undang dan ancaman hukumannya. Sebab masyarakat sudah dianggap tahu semua Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). “Sebaiknya, Serikat Media Siber Indonesia turut mensosialisasikan UU ITE,” ajak Kepala Kejati DKI Jakarta.

Baca Juga:  Fokus Lindungi Konsumen, Posisi BPKN Makin Kokoh Setelah Gandeng SMSI

Kepala Kejati DKI Jakarta memaparkan, berdasarkan riset Data Reportal menunjukkan jumlah pengguna media sosial mainstream, seperti You Tube, Whatsapp, Facebook, Instagram, Tik Tok, Facebook Messenger, Twitter, di Indonesia jumlahnya mencapai 191,4 juta pada Januari 2022.

Meskipun demikian, kata Reda, media sosial ini dapat diibaratkan seperti “pedang bermata dua”. Sebab selain mendatangkan banyak manfaat, tetapi jika digunakan secara tidak bertanggungjawab sudah pasti akan berujung dengan persoalan hukum.

“Fakta menunjukkan tren kriminal saat ini bukan hanya korupsi, terorisme, narkotika, namun kasus-kasus yang turut mewarnai adalah berhubungan dengan teknologi internet dan media sosial, termasuk kasus pencemaran nama baik lewat media sosial internet. Disamping pencemaran nama baik, termasuk pula perdagangan gelap, penipuan, pemalsuan, pornografi, SARA dan berita bohong,” tutur Reda.

Penggunaan media sosial, kata Reda, telah cukup banyak yang berujung pada permasalahan hukum. Reda memberi contoh Adam Deni dan Ni Made dituntut 8 tahun penjara (melanggar Pasal 48 Ayat (3) jo Pasal 32 Ayat (3) UU No. 11 Tahun 2008 jo.UU No. 19 Tahun 2016 tentang ITE Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP).

Baca Juga:  Kerjasama SMSI-UPDM, Perusahaan Pers Pilih UKW Berbasis Undang-Undang Pers

Kemudian Buni Yani divonis 1,5 tahun penjara (melanggar Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45A ayat (2) dan/atau Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2008 jo.UU No. 19 Tahun 2016 tentang ITE).

Lalu I Gede Ari Astina alias Jerinx (JRX) divonis 1,2 tahun penjara (melanggar Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45A ayat (2) dan/atau Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2008 jo.UU No. 19 Tahun 2016 tentang ITE).

Dhani Ahmad divonis 1,6 tahun penjara (melanggar Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45A ayat (2) UU No. 11 Tahun 2008 jo.UU No. 19 Tahun 2016 tentang ITE).

Bahwa aktivitas di ruang virtual sebenarnya telah diatur dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 19 Tahun 2016.

Suasana diskusi di Kantor SMSI Pusat. (Foto: Istimewa)

Sementara itu Dr. Taufiqurokhman, A.Ks, S.Sos, M.Si mengutip Data Puskakom UI & Kominfo bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 88,1 Juta (34,9% dari total jumlah penduduk di Indonesia). Akses internet masyarakat Indonesia selama 1 – 3 jam per hari (Telepon & Celluler: 85 %; Laptop/Notebook: 32 %; PC/Komputer: 14 %; Tablet 13 %) Mayoritas pengguna, Wanita (Wanita 55 %; Laki2 45 %).

Baca Juga:  Indonesia Optimis Wujudkan Akselerasi Transformasi Digital

Menurut laporan yang diterbitkan oleh PewCenter.org, sebagian besar anak telah menjadi korban penindasan maya di masa lalu. Hal ini dapat berpengaruh kepada perkembangan orang tersebut serta menimbulkan ketidaknyamanan. Biasanya orang yang melakukan hal tersebut menggunakan akun palsu sehingga tidak diketahui.

Melalui media sosial, seseorang dapat meretas data pribadi orang lain dan disebarluaskan di internet. Hal ini juga bisa dijadikan sebagai pencurian identitas yang menyebabkan kerugian terhadap orang lain.

Media sosial bisa menyebabkan rasa candu kepada seseorang. Hal tersebut terkadang membuatnya melupakan dunia nyata sehingga berbagai hal terabaikan begitu saja. Oleh karena itu, seseorang yang kecanduan media sosial akan sangat mengganggu kehidupan pribadi mereka.

Dampak negatif media sosial lainnya, kata Taufiqurokhman, adalah malas berkomunikasi di dunia nyata, mengabaikan keterampilan menulis, mengeja dan lain-lain. Membanggakan diri sendiri secara berlebihan atas apa yang dimilikinya (narsis), dan adanya garis pemisah antara kelas sosial atas dan kelas sosial menengah bawah.

Ketua Umum SMSI Pusat, Firdaus, berpesan kepada para anggota SMSI untuk menguasai UU ITE, untuk membekali diri sendiri dan keluarga agar tidak terjerat hukum ketika bermedia sosial. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *