Kolom  

Bukan Wartawan Kok Menulis Berita?

Foto: Wiradesa

KEMAMPUAN menulis, skill yang dapat dikuasai siapa saja. Asal mau belajar. Kesempatan belajar menulis pun terbuka lebar. Sejak di bangku sekolah, SMP-SMA biasanya pada Pelajaran Bahasa Indonesia sudah dikenalkan tentang mengarang.

Diterangkan jenis-jenis karangan: deskripsi, narasi, argumentasi, eksposisi dan persuasi. Diajarkan cara menyusun karangan dimulai dengan membuat kerangka karangan lalu mengembangkannya. Di sekolah diajarkan tentang kalimat. Kalimat pasif, kalimat aktif. Kalimat langsung, kalimat tidak langsung. Diajarkan mengenal tanda baca: titik, koma, tanda petik, tanda kurung, penulisan huruf besar, huruf kecil, kata serapan, kata baku tidak baku, hingga banyak materi bahasa lainnya. Termasuk materi menulis berita, menulis cerpen, puisi dan naskah drama masuk di dalamnya. Juga materi yang lain seperti materi bikin teks iklan, teks poster.

Belajar menulis di sekolah barangkali masih dianggap banyak berkutat seputar teori. Untuk penajaman materi menulis bisa disimak dan dipelajari dari banyak buku tutorial penulisan kreatif. Buku-buku bertema penulisan kreatif bisa didapat dengan mudah. Selain mencari di toko buku juga bisa di perpustakaan daerah masing-masing, di taman baca masyarakat. Buku-buku yang mengulas perihal menulis kreatif misalnya karya Arswendo Atmowiloto berjudul Mengarang itu Gampang, Buku Andrias Harefa berjudul Agar Menulis-Mengarang Bisa Gampang juga bisa menjadi pemandu.

Baca Juga:  Penyaluran dan Pencairan Dana Desa

Dua buku itu memandu saya saat awal mulai menulis artikel, cerita anak, berita, opini, resensi buku dan lainnya. Hingga pada akhirnya mengarang-menulis jadi gampang–seperti Arswendo Atmowiloto dan Andrias Harefa beberkan dalam bukunya, kuncinya satu, mau memulai. Berikutnya fokus berlatih. Jangan takut salah. Abaikan hasil bila kurang memuaskan. Bila jenuh saat menulis, berhentilah sampai meletik ide-ide baru. Dalam situasi tenang, berhenti menulis sejenak, terkadang ide-ide bermunculan. Diksi atau pilihan kata bisa kita dapat dari bacaan. Dengan praktik banyak membaca, peluang bisa menulis makin terbuka.

Satu tulisan selesai, bikin tulisan lain. Ungkapan bisa karena biasa, boleh jadi berlaku pula dalam urusan tulis-menulis. Ada teori mengatakan, orang akan mahir dalam menguasai skill baru, butuh waktu sekian jam latihan. Secara teknis memang begitulah adanya. Lebih dari itu, ada sesuatu yang lebih besar yang mesti disadari. Yaitu tujuan kita. Untuk apa kita menulis. Tujuan yang paling pokok dan hakiki tiada lain untuk bertumbuh dan berkontribusi. Selebihnya dengan terbiasa menulis kita akan bertransformasi. Dengan spirit transformasi maka timbul keinginan kuat dari dalam sehingga menikmati proses dalam menuangkan kata demi kata. Hadir penuh, pikiran tenang, nyaman dan fokus.

Pikiran tenang, hati nyaman, hadir penuh dan fokus, memungkinkan ide-ide menulis datang begitu saja. Saat-saat tenang, hadir penuh, fokus, otak dalam gelombang alfa, tidak selalu ketika duduk di depan laptop, layar komputer. Kondisi tersebut dapat dialami dalam berbagai kondisi dan waktu.

Baca Juga:  Menaburkan Kedamaian di Tengah Perbedaan 1 Syawal

Misalnya saat rileks pas nyetir jauh di jalanan halus tiba-tiba hadir ide menulis. Bisa saat bangun di sepertiga malam sehabis tahajud dan berdoa, saat mandi, saat bikin kopi lalu ngopi, saat jalan pagi. Sebaiknya segera catat ide agar tak terdistraksi hal lain lantas lupa. Input ide tulisan bisa pula dari aktivitas harian. Saat nonton podcast, ngobrol dengan teman, nongkrong dan mengamati kegiatan sehari-hari di sekitar kita atau dari peristiwa keseharian.

Kalau mau disederhanakan, tanpa banyak teori dan retorika, bila sudah punya niat untuk menulis ya menulis saja. Pasalnya jika terlalu banyak mikir bisa-bisa malah lama dan batal tereksekusi. Repot bila rencana menulis justru tersabotase pikiran sendiri yang kontraproduktif. Misal muncul pikiran: aku bukan wartawan kok menulis berita? aku bukan orang yang pandai dan banyak ilmu kok mau menulis buku.

Padahal, menulis berita di era sekarang bukan semata area wartawan. Menulis buku bukan semata wilayah orang pintar. Dengan niat agar dapat bertumbuh dan berkontribusi, aktivitas tulis-menulis bisa dilakukan siapa saja, latar belakang profesi apa saja. Banyak contoh: dokter menulis, pengusaha menulis, kiai menulis, bupati menulis, petani menulis, pemuda menulis, Anda pun bisa menulis. Tema-tema sesuai minat dan latar keseharian masing-masing.

Baca Juga:  Orang Desa Melek Data

Yang jelas, dengan menulis kita bisa berkontribusi, berbagi informasi serta inspirasi yang mungkin bermanfaat bagi sesama. Bukan tidak mungkin dari proses menulis yang dijalani, pergaulan makin luas. Pengetahuan bertambah.

Sedikit berbagi pengalaman, dari rutinitas menulis jalan lima tahunan, ditambah pergaulan, dulu sekitar 2012, sebagai penulis lepas, tanpa embel-embel sebagai jurnalis, lha wong belum punya id pers, belum pula punya sertifikat kompetensi wartawan, saya berhasil bertemu empat mata dan wawancara bupati Kebumen kala itu H Buyar Winarso di ruang kerjanya. Diberi waktu ngobrol satu jam, dan alhamdulillah jadi tulisan dan terbit di salah satu media cetak terbitan Yogya. Isi tulisan standar saja seputar latar kehidupan beliau sebelum jadi bupati, dan apa-apa yang dilakukan sesuai amanah jabatannya sebagai bupati.

Jadi, untuk menulis berita, tak harus menunggu jadi wartawan. Untuk menulis buku, tak perlu menunggu jadi orang pintar. Kala ada ide, coba mulai tulis saja.


Sukron Makmun, perangkai kata di wiradesa.co

Tinggalkan Komentar