KEBUMEN – Tiga pola dapat dipilih oleh setiap satuan pendidikan pasca diluncurkannya Kurikulum Merdeka oleh Mendikbud Ristek Nadiem Makarim beberapa waktu lalu. Tiga pola tersebut sekolah masih menggunakan kurikulum lama (2013) dengan penyesuaian, pola kedua menggunakan kurikulum darurat, dan yang ketiga adalah kurikulum merdeka.
Hal itu disampaikan Ketua Asosiasi Guru Penulis Indonesia (Agupena) wilayah Jawa Tengah Martiyono pada Focus Group Discussion (FGD) bertema kearifan lokal dalam Kurikulum Merdeka di Grand Kolopaking Kebumen Sabtu 26 Februari 2022. Pada FGD yang digagas bersama oleh Asosiasi Guru Penulis Indonesia (Agupena) Wilayah Jawa Tengah bekerja sama dengan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Jawa SMP Kabupaten Kebumen dibahas pula kesiapan capaian pembelajaran (CP) pada Kurikulum Merdeka. Martiyono menegaskan, setiap satuan pendidikan nantinya perlu mengakomodasi kearifan lokal di dalam Kurikulum Merdeka.
Menurutnya, bahasa dan budaya Jawa dapat diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Seni Budaya dan atau Prakarya. Bahasa Jawa tidak terakomodasi seperti mata pelajaran lainnya. Karena itu sebagai muatan lokal setiap daerah perlu menentukan CP yang hendak disampaikan dalam kegiatan pembelajaran nantinya. Jika daerah, seperti halnya Jawa Tengah telah memiliki Perda dan Pergub yang mengatur kurikulum bahasa Jawa, maka bisa disampaikan secara mandiri sejajar dengan mata pelajaran lainnya.
“Kurikulum Merdeka masih menjadi pilihan. Setidak-tidaknya ditentukan bagi siswa kelas 1 dan 4 SD, 7 SMP, dan 10 SMA/SMK, pada tahun pelajaran 2022/2023 mendatang,” lanjut Martiyono.
Sementara itu, Ketua MGMP Bahasa Jawa SMP Kabupaten Kebumen Eko Wahyudi menyatakan bahwa CP bahasa Jawa sudah dirumuskan oleh tim Provinsi Jawa Tengah. Penetapan CP bahasa Jawa pada Kurikulum Merdeka dimungkinkan terkendala teknis terkait dikotomi pengelolaan jenjang pendidikan. Provinsi mengelola jenjang Dikmen, sedangkan jenjang Dikdas dikelola oleh bupati/walikota sehingga CP bahasa Jawa jenjang SD dan SMP ini semestinya akan dirumuskan oleh pemerintah kabupaten.
“Setidak-tidaknya rumusan yang sudah ada ini bisa digunakan sebagai acuan. Khususnya bagi setiap satuan pendidikan yang sudah melaksanakan Kurikulum Merdeka dan atau menjadi Sekolah Penggerak,” lanjut Eko.
Dalam diskusi tersebut, Agupena juga mengadakan musyawarah wilayah guna menentukan kepengurusan yang baru. Periode kepengurusan yang berlangsung empat tahunan tersebut sudah memasuki masa reorganisasi. Hadir melalui daring, pengurus- ketua Agupena kabupaten se-Jawa Tengah dan Ketua Agupena Pusat, Muhammad Ardy Ali dari Makassar.
Ardy Ali menyambut baik prakarsa diskusi terpumpun (terhimpun) mengangkat tema yang sedang hangat diperbincangkan.
Dalam kesempatan itu, Martiyono terpilih kembali secara aklamasi memimpin Agupena wilayah Jawa Tengah untuk periode kedua. Agupena berencana membuka ruang bagi guru untuk berkiprah dalam pengembangan potensi menulis, baik fiksi maupun nonfiksi yang kelak dapat dipublikasikan dalam bentuk buku. (Sukron)