JEMBER – Batik Priti’s menawarkan mode Custom Design. Para kostumer dapat memesan motif yang diinginkan. Dengan cara seperti ini, model batik yang dirintis Supriyati dan suaminya Kukuh Hasan Hidayat menjadi batik khas Desa Jombang, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jember, Jawa Timur.
Selain melayani motif yang diinginkan customer, Batik Priti’s khas Desa Jombang juga menyediakan batik cap, print dan tentu batik tulis. Batik yang diproduksi bersama enam karyawan setiap hari di rumahnya ini memiliki keunikan yang khas. Selain menyediakan ragam motif, Batik Priti’s menawarkan mode Custom Design, sehingga para customer dapat request motif yang diinginkan.
“Terkadang ada juga yang bingung menentukan motif. Biasanya saya ajak ngobrol dulu, sembari saya menggambarkan design batiknya. Jika cocok baru selanjutnya diproses,” jelas Kukuh Hasan Hidayat kepada wiradesa.co, Sabtu 14 Januari 2023.
Menariknya bermacam-macam motif Batik Priti’s tidak diproduksi lebih dari 10 lembar kain. Motif yang ada sangat terbatas dan tidak pasaran. Hal ini diharapkan agar customer lebih percaya diri dan puas dalam memakainya.
Selain itu, mode Custom Design dapat meningkatkan kebanggaan, sebab setiap goresan corak yang digambar memiliki filosofi dan cerita yang difahami juga oleh customer. Batik Priti’s pun sangat terbuka, seringkali mengedukasi para customer tentang cara perawatan batik agar lebih awet.
Keunikan tersebut mampu membawa batik khas Desa Jombang ini membalut antero Nusantara. Seperti Jawa Tengah, Jakarta, Kalimantan hingga Papua. Terjual pula di Hongkong dan Arab Saudi.
“Waktu lalu kami menerima pesanan sebanyak 1.351 lembar untuk seragam RSUD H. Jusuf SK Tarakan. Kami mempekerjakan 40 karyawan dalam pesanan ini,” ungkap Supriyati. Batik ini juga sering dipesan oleh pejabat pemerintah. Bupati Jember H. Hendy dan Gubernur Jatim Khofifah Indarparawansa pernah membeli produk dari Batik Priti’s.
Harga batik bermacam-macam. Dipatok mulai dari Rp 150 ribu, tergantung kualitas kain serta tingkat kerumitan produksinya. Pemesanan dan promosi dapat dilakukan via WhatsApp, Facebook dan Instagram. Para karyawan Batik Priti’s juga telah terdaftar dalam BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi). Profesionalitasnya tentu tidak abal-abal.
Supriyati berharap agar masyarakat bangga dengan budaya warisan Nusantara. Ia sangat terbuka jika ada orang yang ingin belajar membatik. Batik Priti’s juga seringkali diminta untuk mengisi pelatihan membatik, baik di desa maupun sekolah-sekolah. Menurutnya untuk bisa membatik butuh waktu yang tidak sebentar, tergantung pada kesungguhannya belajar. Biasanya butuh sekitar tiga bulan.
Kendala yang dialami selain harga bahan baku yang fluktuatif naik, juga terbatasnya Sumber Daya Manusia untuk memproduksi batik. “Seringkali para karyawan yang belajar dan sudah bisa membatik tidak sampai satu tahun itu payu rabi (menikah) mas, dan akhirnya ya resign,” keluh Ibu Supriyati.
Rencana ke depan Batik Priti’s akan lebih selektif lagi dalam merekrut karyawan yang sungguh-sungguh serta mengembangkan dan membudayakan batik sebagai pakaian khas Nusantara. (M. Putera Yuniar Avicenna)