Belajar Hidup dari “Pak Ogah”: Urip Opo Anane

Orangtua berusia 77 tahun ini masih bersemangat kerja menyeberangkan pengguna jalan di pertigaan Ngipik, Baturetno, Banguntapan, Bantul, Selasa (1/10/2024). (Foto: Wiradesa)

“Sehat terus…sehat terus…sekolah sing pinter yo ya…,” sapa bapak pengatur jalan yang sering disebut “Pak Ogah” di pertigaan Ngipik, Baturetno, Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa 1 Oktober 2024.

Bapak bernama Jatmiko (54) itu tidak henti-hentinya menyapa dan mengingatkan para pengguna jalan yang pagi itu kebanyakan berangkat ke sekolah. Dia duduk di pinggir jalan. Sedangkan yang mengatur jalan orang yang lebih tua.

“Bapak itu orangtua saya. Umurnya sudah 77 tahun,” ujar Jatmiko yang juga memberitahu jika orangtuanya bernama, Sutadi (77). Orangtuanya itu dulu tentara Kostrad. Dulu pernah ikut latihan dua bulan untuk persiapan dikirim ke Kongo, bersama pasukan Garuda 2.

Namun setelah latihan dengan keras, ternyata tidak dikirim, yang dikirim waktu itu pasukan Marinir dan Angkatan Laut. “Lantas bapak mutung keluar dari tentara dan pulang ke rumah,” cerita Jatmiko.

Jatmiko ingin orangtuanya kerja. Apapun pekerjaannya yang penting halal. (Foto: Wiradesa)

Sebagai anak yang ingin terus berbakti pada orangtua, Jatmiko sedih jika setiap hari melihat orangtuanya murung, menyesali perjalanan hidupnya. Lantas dia ajak orangtuanya untuk kerja mengatur jalan di pertigaan Ngipik.

Baca Juga:  Tunaikan Nazar, Hendro Pleret Menunggang Kuda Keliling Kampus UGM

“Sing penting nyambut gawe, ora gawe rugi wong liyo (Yang penting bekerja, tidak membuat rugi orang lain),” ujar Jatmiko menyampaikan pegangan hidupnya. Bagi Jatmiko yang tinggal di Pendowoharjo, Sewon, Bantul ini, hidup tenang dan nyaman itu hidup yang apa adanya.

“Urip opo anane. Ora usah kesusu, sing kuasa sing ngandum (Hidup apa adanya. Tisak usah terburu-buru, Yang Kuasa yang membagi rejeki),” papar Jatmiko yang bertahun-tahun hidup di jalanan. Dia dulu tergabung dengan geng remaja dan sering berkelai.

Saat berbincang dengan wartawan Wiradesa.co di pojok pertigaan Ngipik, mata kiri Jatmiko terlihat hitam. “Apa njenengan habis berkelai,” tanya Wiradesa. Dia menjawab, “Tidak, kemarin jam 3 (pukul 03.00) saya nabrak pembatas jalan. Mau pulang ngantuk”.

Sekarang pria yang lahir di Bantul 8 Desember 1970 ini sudah insyaf. Dia ingin hidup apa adanya. Tidak usah terburu-buru mengejar materi. Rejeki sudah ada yang ngatur. Bagi Jatmiko yang penting bekerja, tidak membuat rugi atau susah orang lain. (*)

Baca Juga:  Pengurus Baru LPMKal Condongcatur Terbentuk

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *