KULONPROGO – Pada masa pandemi lalu, saat sejumlah usaha mengalami kemandekan, bebeberapa jenis usaha justru membukukan lonjakan omzet penjualan. Salah satu diantaranya usaha penjualan tanaman hias. Hal itu diakui Wahyudi, pemilik Latar Asri Garden saat ditemui di kediamannya di Jangkang Kidul Kalurahan Sentolo, Minggu 1 Oktober 2023.
“Di saat pandemi banyak orang kena lockdown. Mereka tak bisa ke mana-mana. Sehari-hari hanya berkutat di sekitar rumah. Jadinya banyak yang menghabiskan waktu di rumah. Agar tak bosan banyak yang kemudian menekuni hobi berkebun merawat tanaman. Termasuk tanaman hias. Omzet penjualan pun naik fantastis kala itu. Bisa dibilang kami memperoleh berkah pandemi,” ujar Yudi kepada wiradesa.co.
Yudi menyebut dan menunjukkan beberapa jenis tanaman hias yang masuk kategori tanaman ‘sultan’ lantaran harganya saat pandemi menembus ratusan ribu hingga jutaan rupiah perpot. Seperti cercestis mirabilis yang punya nama lokal keladi tato, dulu harganya mencapai ratusan ribu, ada lagi singonium, monstera.
“Tren tanaman hias waktu itu relatif cepat. Tren bisa ganti tiap minggu. Beberapa sampai langka di pasaran dan pembeli sampai harus pre-order,” ungkap Yudi yang pernah membukukan omzet usaha hingga tembus Rp 250 juta dalam sebulan.
Nilai omzet jualan Rp 250 juta dalam sebulan, kata Yudi, menjadi puncak omzet tertinggi pada 2021. Setelah itu omzet usaha kembali melandai. Pada 2022 dan 2023 tren usaha tanaman hias meredup bahkan bisa dibilang lesu.
Yudi mengisahkan, usaha tanaman hias dia bangun dari nol pada 2016. Sebagai pedagang tanaman, kini masih menyediakan banyak bibit. Baik tanaman bunga, aneka anggrek hingga bibit buah. “Saat ini tren bougenvil di musim seperti sekarang lebih mudah berbunga. Di taman kota ada bougenvil berbunga tren biasanya mengikuti. Sedangkan anggrek cenderung ke penggemar khusus,” ujarnya.
Dulu, sang istri Defi Kurniawati mengoleksi tanaman hias. Kebetulan di Jangkang Kidul hampir tiap rumah punya tanaman hias tetapi di rumah Yudi koleksi lebih banyak. Ditambah lagi di Jangkang Kidul kala itu ada bulan bakti gotong royong sehingga koleksi tanaman ditambahi.
“Dari situ muncul ide usaha. Awal hanya sebagai reseller. Bikin media sosial buat jualan lewat lapak online. Baru pada 2020 bikin green house,” imbuhnya.
Dikatakannya, sebagai reseller dulu dia punya lapak namun tak punya kebun sendiri. Ia pun kemudian berupaya menanam pakai polibag. Sehari menanam seperti krokot merah sampai 50 polibag. Ia pun mengikuti berbagai pameran. “Usaha boleh dibilang modal tenaga dan karep. Baru pada 2019 mulai mengubah pola. Di pameran laku mulai kulak luar kota. Kulakan tanaman hias ke Malang, Kediri. Booming-nya ya 2020-2021 itu,” tukasnya.
Sempat pula ia jualan keliling ke pasar modal membeli pick up jet star. Begitu jualan di pasar meredup ia jual pick up buat membangun green house. Sayang, begitu green house kelar langsung disambut lockdown lantaran pandemi.
“Meski awal pandemi sempat mandek dua bulan, habis itu booming. Dan justru setelah itu bisa menikmati berkah pandemi,” pungkasnya. (Sukron)