SLEMAN – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) bekerjasama dengan Dinas Pemberdayaaan Masyarakat dan Kalurahan (PMK) Kabupaten Sleman melaksanakan sosialisasi pengelolaan sampah di Kalurahan Condongcatur Senin, 27 November 2023.
Acara dihadiri kepala dinas lingkungan hidup Sleman, panewu anom Kapanewon Depok, lurah Condongcatur, pamong, dukuh, perwakilan lembaga kalurahan dan perwakilan kelompok pengelola sampah mandiri Kalurahan Condongcatur.
Dalam sambutannya Lurah Condongcatur, Reno Candra Sangaji, S.IP, M.IP mengatakan, Kalurahan Condongcatur step by step akan menuju sebagai kalurahan yang mandiri dalam pengelolaan sampah.
“Saat ini di semua padukuhan sudah ada Kelompok Pengelola Sampah Mandiri (KPSM) bahkan di tingkat RW. Baik berbentuk bank sampah, sedekah sampah maupun lainnya. Pusat pengelolaan sampah direncanakan di Pringwulung dan Tambakboyo dengan TPS-3R-nya yang akan diusulkan untuk mendapat bantuan alat pengolah sampah agar dapat mengelola sampah sendiri,” jelas Reno.
Panewu Anom Kapanewon Depok Wawan Heriawan S.I.P, M.Si menyampaikan di wilayah Kapanewon Depok khususnya Condongcatur merupakan penghasil sampah yang besar. Saat ini sudah ada 31 KPSM di Condongcatur untuk mengatasi permasalahan sampah.
“Kesadaran masyarakat Condongcatur terhadap sampah sangatlah tinggi. Di Kapanewon Depok sendiri sudah kami gencarkan Gede Lampah atau gerakan Depok memilah sampah,” ujar Wawan.
Kapanewon Depok bersama kalurahan juga sudah melakukan patroli sampah untuk menangkap tangan para pembuang sampah liar “Sudah sering kita mendapatkan pelaku “OTT” para pembuang sampah liar saat patroli. Kebanyakan malah bukan warga Depok. Kembali lagi kepada perilaku dan kesadaran para individu. Kita harus berani memulai dari diri kita sendiri, dari lingkungan terdekat dengan kesadaran untuk mengelola sampah secara mandiri dan kegiatan pengelolaan sampah lain,” imbuhnya.
Kepala DLH Sleman, Dra. Epiphama Kristiyani, MM menyampaikan, pesan Gubernur DIY tentang desentralisasi pengelolaan sampah diserahkan kepada kabupaten / kota. Di Sleman dilakukan pembangunan 2 TPST yang berlokasi di Tamanmartani Kalasan dan Sendangsari Minggir yang sedang di uji coba.
“Di Sleman harus mengatasi sampah kurang lebih 750 ton perhari. Padahal saat ini kemampuan menangani sampah di Sleman kurang lebih hanya 330 ton perhari. Hal ini merupakan latar belakang peristiwa penutupan TPA Piyungan,” jelas Epiphama.
Dalam menyelesaikan permasalahan sampah pemerintah tidak bisa bekerja sendiri dan harus dibantu masyarakat. Hal tersebut sudah dibubuhkan dalam Perda Kabupaten Sleman No 04 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga. Masyarakat dapat memilah sampah dan melakukan kegiatan pembatasan timbulan sampah (reduce), pendauran ulang sampah (reuse), dan pemanfaatan kembali sampah (recycle) atau yang disebut 3R.
Usai sosialisasi diserahkan bantuan alat pengelola sampah berupa komposter 60 liter, alat bor biopori, biopori pralon dan kelengkapan lain dan diserahkan secara simbolis oleh Kepala DLH Sleman kepada Dukuh Gejayan. Selanjutnya di tiap-tiap padukuhan akan diberikan beberapa paket alat bantuan tersebut.
Biopori merupakan salah satu metode pengolahan sampah organik yang menggunakan mikroorganisme untuk mendaur ulang sampah menjadi kompos atau bahan organik yang dapat digunakan kembali. Proses biopori membantu dalam mengurai sampah organik lebih cepat dan menghasilkan bahan yang ramah lingkungan untuk tanah, membantu mengurangi volume sampah yang masuk ke tempat pembuangan akhir, serta mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
Metode biopori melibatkan penggunaan mikroorganisme seperti bakteri dan fungi untuk mengurai sampah organik di mana dalam proses ini membantu menghasilkan kompos yang kaya akan nutrisi dan berguna sebagai pupuk organik untuk tanaman. Biopori juga membantu mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh sampah yang terurai secara alami, menjadikannya salah satu solusi yang ramah lingkungan dalam mengelola sampah organik. (*)