Gedangsari Sentra Penghasil Pisang di Gunungkidul

Salah satu petani pisang, Ibu Suk, warga Guyangan Lor. (Foto: Wiradesa)

GUNUNGKIDUL – Kapanewon Gedangsari merupakan sentra penghasil pisang di wilayah Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Hampir semua petani di daerah ini menanam pohon pisang.

Berdasarkan penelusuran salah satu peserta Sekolah Jurnalisme Desa, banyak warga Gedangsari yang memiliki pohon pisang di kebunnya. Karena penanamannya yang mudah dan struktur tanahnya yang subur, jadi tak heran banyak buah pisang yang dihasilkan di daerah Gedangsari.

Menurut salah satu petani pisang, Ibu Suk, warga Guyangan Lor, menanam pisang tidak memerlukan perawatan yang rumit hanya perlu ditanam di sawah kemudian setelah 5 sampai 7 bulan, pohon pisang akan berbuah dan siap untuk dipanen. Jenis buah pisang yang ada di Gedangsari di antaranya pisang Ambon, Raja, Kepok, Kidang, Abang, Lawak, Raja Putri, Potho, dan Menthek.

Harga jualnya sendiri bervariasi kisaran Rp 15.000,- hingga Rp 80.000,- per tundun. Para petani umumnya menjual saat biah pisang sudah matang. Warga Gedangsari tidak mengolahnya. Artinya tidak diinovasi menjadi olahan makanan berbahan dasar pisang seperti keripik dan kue bolu yang harga jualnya akan lebih tinggi.

Baca Juga:  Puluhan Awak Media Mancing Bawal dan Nila di PIAT UGM

Ibu Suk bisa panen sebanyak 7 pohon pisang selama sekali masa panen. Penanaman pohon pisang ia lakukan di sekitaran rumah dan sawah miliknya. Namun, hanya sebagai pendamping tanaman lain seperti padi, jagung, kacang tanah dan kedelai.

Ia tidak mengkhususkan 1 lahan untuk penanaman pohon pisang, namun menggunakan metode khusus dalam perawatannya. Jadi pisang yang dihasilkan banyak dan berkualitas. Tidak ada hama yang merusak pisangnya.

Metode yang digunakan yakni pemilihan bibit yang unggul, penanamannya pada tanah yang bersih dari hama dan pemberian pupuk organik secara berkala. Sehingga walaupun petani Gedangsari tidak menggunakan 1 lahan penuh namun dapat memanen pisang yang banyak dan menghasilkan rupiah.

Menurut pedagang pisang, Ibu Harto, Guyangan Lor, ia banyak membeli pisang dari daerah Krinjing, Gedangsari. “Saya banyak membeli pisang dari daerah Krinjing, jenisnya pisang lawak atau menthek. Biasanya petani pisang mengantarkan ke rumah saya,” jelasnya.

Ibu Harto sudah dikenal sebagai pedagang pisang di rumahnya jadi para petani pisang yang tidak mau menjualnya ke pasar memilih mengantarkan ke rumah ibu Harto. Beliau membeli kisaran harga Rp 15.000 sampai Rp 50.000,- tergantung jenis pisangnya.

Baca Juga:  PPK Depok dan PPS Condongcatur Sosialisasi Tahapan Pilkada Sleman Kepada Pemilih Muda

Kemudian Ibu Harto menjualnya kembali ke pasar, menjual di rumah per lirang atau diolah menjadi pisang goreng. Harga jual per lirang adalah Rp 2.000 sampai Rp 3.000,- dan pisang goreng seharga Rp 1.000,- /3 biji.

Keuntungan yang di dapatkan apabila dijual ke pasar Rp 5.000,- per tundun. Itu pun tidak menentu terkadang ia juga mengalami kerugian. Namun itu bisa ditutup sebab olahan pisang goreng yang dijual di rumahnya. Jadi walaupun tidak banyak ia masih tetap menerima keuntungan dari berdagang pisang.

Walaupun tidak memiliki lahan yang luas untuk penanaman pohon pisang namun masyarakat masih dapat menanam pohon pisang dan mendapat keuntungan. Penghasilannya akan lebih banyak, jika warga dapat mengolahnya menjadi camilan. Masyarakat berharap ada pelatihan dan pendampingan untuk mengembangkan UMKM yang memproduksi makanan berbahan baku pisang di daerah Gedangsari. (Fika Findi Astuti)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *