Gunung Semeru Semburkan “Wedus Gembel”: Awan Panas Guguran Beda dengan Awan Panas Erupsi

Erupsi Gunung Semeru pada Minggu 4 Desember 2022. (Foto: Istimewa)

LUMAJANG – Gunung Semeru kembali erupsi. Akibat letusan pada Minggu dini hari, menyemburkan awan panas guguran setinggi 1.500 meter dan sejauh 14 kilometer dari puncak gunung tertinggi di Jawa ini. Awan panas guguran berbeda dengan awan panas erupsi.

Ahli Vulkanologi Mbah Rono (Surono) mengapresiasi Bupati Lumajang Thoriqul Haq yang menyebutkan terjadi awan panas guguran. “Karena ada perbedaan antara awan panas guguran dan awan panas erupsi,” ujar Mbah Rono, Minggu 4 Desember 2022.

Awan panas guguran diproduksi oleh guguran kubah lava. Sedangkan awan panas erupsi dihasilkan dari perut bumi. Sehingga awan panas erupsi lebih berbahaya dan dampaknya luar biasa. Namun semuanya, baik awan panas guguran maupun awan panas erupsi, sama-sama berbahaya.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Wiradesa.co, Gunung Semeru di Lumajang, Jawa Timur, Minggu (4/12/2022) pukul 02.46, kembali meletus. Akibat erupsi itu gunung tertinggi di Pulau Jawa ini menyemburkan awan panas guguran setinggi 1.500 meter dan sejauh 14 kilometer.

Bupati Lumajang Thoriqul Haq melaporkan ada dua desa yang terdampak langsung awan panas guguran, Desa Supiturang Kecamatan Pronojiwo dan Desa Sumberwulung Kecamatan Kadipiro. Kedua desa tersebut terlewati aliran sungai yang berhulu di puncak Semeru.

Baca Juga:  Kankemenag Kulonprogo Gelar Basic Training Juru Sembelih Halal

Ada 1.979 orang yang mengungsi di tempat-tempat fasilitas umum sekitar Desa Kajarkuning dan Desa Oro-oro Ombo. “Malam ini situasi dan kondisinya sudah membaik. Akibat hujan gerimis, hujan abu mulai reda,” jelas Bupati Lumajang.

Namun Thoriqul Haq menghimbau kepada masyarakat yang ada atau tinggal di dekat sungai jalur aliran lahar untuk mengungsi atau tetap tinggal di pengungsian. Karena dengan curah hujan yang lebat akhir-akhir ini bisa menyebabkan banjir lahar dingin.

Mbah Rono merekomendasikan masyarakat yang masih tinggal di sekitar aliran sungai yang berhulu di puncak Semeru agar direlokasi. Banjir lahar dingin itu sangat berbahaya, karena tidak hanya menghanyutkan pasir dan kerikil saja, tetapi juga batu-batu besar. Jika sungai sudah penuh, maka laju material itu akan meluber ke mana-mana. “Kita tidak bisa melawan alam,” tegas Mbah Rono.

Menurut Mbah Rono, endapan awan panas jika terkena hujan lebat maka akan meluncur ke bawah. Kekentalannya seperti semen dan memiliki daya rusak yang hebat. Maka jangan main-main dengan banjir lahan dingin pasca erupsi atau setelah terjadi awan panas guguran.

Baca Juga:  Gestianus Sino: Olah Tanah Gersang Berbatu Karang Jadi Kebun Organik Pertanian Terpadu

Masyarakat yang selama ini tinggal di sekitar aliran sungai berhulu di puncak Semeru, boleh memanfaatkan alam, tetapi ke depan harus bersedia direlokasi atau tinggal di daerah yang aman.

Jika relokasi tidak bisa dilaksanakan, maka setiap tahun akan menghadapi hal yang sama seperti saat ini. Karena hampir setiap tahun, Gunung Semeru selalu menyemburkan awan panas, baik itu karena guguran kubah lava, maupun erupsi. Sebelumnya setahun lalu, tepatnya pada 4 Desember 2021 juga terjadi erupsi yang hebat. Pada tahun 2020 juga terjadi letusan. Sehingga relokasi bagi warga yang terdampak langsung akibat erupsi Semeru, wajib dilakukan. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *