HUJAN lebat turun di kawasan Wadaslintang Wonosobo. Saking derasnya, jarak pandang ke depan di jalan raya setempat tersisa sekitar tiga meter.
Jalanan penghubung menuju Prembun gelap karena listrik penerangan jalan tak berfungsi atau malah belum terpasang merata, kurang tahu pasti. Saat berkendara roda dua pada kondisi gelap pandangan terbatas malam sehabis Magrib itu, tiba-tiba lampu utama sepeda motor padam. Menyisakan nyala lampu kota yang tak seberapa terang.
Perjalanan malam di tengah gulita terjadi pada 2015 silam. Sepulang dari kota Wonosobo menawarkan pengerjaan buku kepada pengusaha Carica Trisila Juwantara, bos Yuasa Food Wonosobo. Sebelumnya menyempatkan bertemu sosok Mubaidi seorang yang mengalami lumpuh total namun tengah menghafal Alquran dan dapat 20 juz. Mubaidi warga Pengarengan Kalibawang Wonosobo tersebut kabarnya telah tiada.
Berangkat dari Yogya pagi, via Borobudur-Sapuran belok ke kediaman Mubaidi. Lepas ngobrol dan wawancara, langsung bergeser ke Wonosobo kota. Sampai menjelang pukul 15.00 ngobrol ngalor ngidul bareng bos carica. Niatnya dari Wonosobo bablas ke rumah orangtua di Kebumen. Lewat jalur Kaliwiro-Wadaslintang. Jalur tengah yang full kelokan. Menerabas kawasan sepi padat pepohonan namun jalan raya halus dan lebar.
Sempat mampir di kediaman seorang kawan di Wadaslintang untuk Magriban, makan sore, lalu melanjutkan perjalanan. Di tengah situasi hujan, pandangan terbatas, niat menepikan kendaraan terhalangi kekhawatiran akan sampai Kebumen kemalaman. Pilihannya tetap jalan pelan, dengan mengandalkan kedip-kedip lampu sein kanan. Beruntung jalan sekitar satu kilometer, seorang driver truk yang baik hati memberi pengawalan gratis.
Ia memberi kode klakson dua kali. Tanda agar saya terus melaju. Sementara truk merayap pelan di belakang. Sama-sama menembus hujan. Meniti kelokan demi kelokan hingga mendekati pertigaan Wadaslintang-Padureso. Di mana saya mesti ambil lajur kanan menuju arah Kecamatan Alian, jalan tercepat menuju arah kota Kebumen. Alhasil meski hujan lebat, lampu utama padam, perjalanan lancar. Mendapat kebaikan pengawalan dari sopir truk yang rela mengikuti saya dari belakang. Kepada sopir truk satu-satunya yang melintas di belakang tak sempat mengucap terima kasih. Hanya saling berbalas klakson sebelum melanjutkan perjalanan masing-masing.
Apa yang dilakukan sopir truk merupakan tindakan terpuji. Bagian dari solidaritas di jalan. Respons cepat memberi pertolongan dengan penuh rasa empati. Sebuah kebaikan yang sudah pasti akan dibalas kebaikan. Sebagai pengguna jalan, saya terbilang wira-wiri bepergian. Beberapa kali mengalami kondisi yang memerlukan pertolongan. Terbaru akhir Juni lalu.
Di perbatasan Temon-Purworejo ketika melaju bersama anak istri tiba-tiba mesin sepeda motor mati. Beberapa kali mencoba menghidupkan tetapi gagal. Lihat kiri kanan sepi. Pos polisi jauh. SPBU di belakang jarak sekitar satu kilometer. Bengkel sudah tutup semua karena sudah pukul 20.00. Angkutan umum tak lewat jalur Daendels. Satu-satunya jalan meminta bantuan warga. Ndodog salah satu rumah. Menanyakan perihal bengkel yang bisa diundang saat darurat. Beruntung si bapak pemilik rumah termasuk orang peduli. Meski sudah sepuh, ia berinisiatif mencarikan bantuan. Satu jam berikutnya mesin kembali nyala meski perbaikan kurang sempurna. Katanya busi klomoh oli. Tanda mesin perlu dibongkar dan dicek untuk perbaikan. Meski belum sempurna yang penting bisa sampai ke rumah di Sentolo. Lagi-lagi di jalan raya mendapat pertolongan dari orang baik.
Solidaritas di jalan atau di tengah masyarakat masih terjalin baik. Beberapa kali pula saya ketemu orang yang tengah apes di jalan. Di perbatasan Purworejo-Yogya pernah menjumpai dua pemuda menuntun sepeda motor. Jarak SPBU sekitar dua kilometer di depan. Warung bensin eceran tutup semua. Bersyukur di dompet tersisa beberapa lembar duit. Cukup untuk mengisikan mereka satu liter lebih pertalite. Bermodal botol air mineral kosong ukuran besar. Maju ke SPBU di depan lalu balik lagi ke titik dua pemuda tadi tengah menunggu. Ada rasa syukur, bahagia ketika bisa menolong.
Solidaritas di jalan di antara lalu-lalang kendaraan, bak air dingin penuh kesejukan. Di antara banyak kepentingan orang-orang memancal pedal gas agar lekas sampai tujuan, di jalan masih mudah didapati orang baik hati penuh empati. Mau terganggu sejenak perjalanannya demi membantu orang lain.
Orang-orang yang lalu-lalang di jalan adalah cerminan sebagian kita. Para pencari nafkah, pejuang keluarga. Terkadang karena situasi ekonomi kondisi kendaraan roda dua, roda empat sampai terbengkalai. Telat pajak, telat servis dan ganti oli, ketika harus ganti onderdil harus diakali. Ban halus cukup ganti ban vulkanisir, knalpot kendaraan sudah ngebul tetap dipaksa jalan buat mencari nafkah. Berkendara jadi kurang nyaman. Ketar-ketir selama perjalanan. Sementara di kantong dompet berisi uang pas-pasan. Bagaimana yang kendaraannya kinyis? Kendaraan kinyis juga tak menjamin rasa tenang pemiliknya. Apalagi bila ingat besaran cicilan. Ketika biaya hidup meningkat, saban bulan wajib mengetatkan anggaran agar tetap tertib bayar cicilan.
Akhirnya, bagaimana pun kondisinya tetaplah syukur dan bahagia. Tulisan ini ingin mengingatkan, betapa penting bagi kita mempersiapkan kondisi kendaraan. Khususnya pada perjalanan jarak jauh. Cek sebelum berangkat: kondisi mesin, kelistrikan, timing belt, radiator, lampu-lampu, oli, minyak rem, kampas rem, hingga kondisi ban. Kendaraan tua asal semua kondisi terawat insya Allah aman digunakan. Tak lupa, banyak-banyaklah baca sholawat selama perjalanan. Sholallohu ‘Ala Muhammad. Agar dilancarkan selama bepergian. Slaman slumun slamet. Rezeki terbuka lebar datang mengalir dari berbagai sumber. Amin…
Sukron Makmun, perangkai kata di wiradesa.co








