BANTUL – Kapanewon Banguntapan meluncurkan inovasi program Gerakan Masyarakat Peduli Sampah Rumah Tangga (Gempita). Fokus utama gerakan ini pada edukasi, pelibatan warga, dan optimalisasi Pengelola Sampah Mandiri (PSM).
Di wilayah Kapanewon Banguntapan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, tercatat ada 35 bank sampah. Bank sampah ini sebagai upaya pengelola sampah mandiri yang tersebar di 8 kalurahan.
Rinciannya, bank sampah di Kalurahan Banguntapan ada 10, Baturetno 6, Jagalan 4, Jambidan 3, Potorono 4, Singosaren 2, Tamanan 5, dan Wirokerten 1. Masyarakat sudah memilah sampah dari rumah, terus disetorkan ke bank sampah.
“Dengan inovasi Gempita ini, Kapanewon Banguntapan masuk nominasi penghargaan Bantul Inovasi Award,” ujar I Nyoman Gunarsa, S.Psi., M.Psi., saat ditemui wartawan Wiradesa.co di kantornya, Senin 14 Juli 2025.
Gerakan Masyarakat Peduli Sampah Rumah Tangga bertujuan untuk memberdayakan masyarakat dalam pengelolaan sampah dari rumah tangga. Ide ini berbasis partisipatif, berkelanjutan, serta mengintegrasikan pendekatan sosial, lingkungan, dan ekonomi. “Fokus utama, edukasi, pelibatan warga, dan optimalisasi Pengelola Sampah Mandiri,” jelas I Nyoman Gunarsa.
Manfaat inovasi Gempita, antara lain meningkatkan kesadaran warga dalam menjaga lingkungan. Mendorong kebiasaan memilah sampah dari sumbernya. Menciptakan peluang ekonomi melalui bank sampah dan shodaqoh sampah. Mengurangi volume sampah ke TPA. Mendorong kerjasama antarwarga dengan pembentukan kelompok PSM di tingkat RT.
Dampak Gempita, yakni terbentuknya kelompok PSM sebanyak 41 dari 57 padukuhan se Kapanewon Banguntapan dengan sistem Bank Sampah maupun Shodaqoh Sampah. Kemudian lingkungan lebih bersih, sehat, dan tertata.
Selain itu, Gerakan ini juga berdampak terhadap meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah dari sumbernya. Terjadi perubahan perilaku warga dalam memilah sampah secara mandiri.
Panewu Banguntapan, I Nyoman Gunarsa, mengapresiasi warga Perumahan Graha Banguntapan di Kalurahan Jambidan yang telah memilah sampah dari rumah. Mereka sudah memilah sampah organik dan non organik atau anorganik.
Sampah organik atau sisa-sisa makanan, daun, dan barang-barang yang mudah terurai, oleh warga dijadikan pupuk kompos, melalui proses pengomposan. Sedangkan sampah anorganik, seperti botol, plastik, kardus, bungkus makanan dan minuman disetorkan ke Bank Sampah.
Pupuk kompos yang diproduksi warga, selain untuk memupuk atau media tanaman di sekitar rumah, juga dimanfaatkan untuk memupuk kebun warga Perumahan Graha Banguntapan. “Warga secara mandiri menyewa lahan kas desa seluas 1.600 meter persegi untuk ditanami sayur mayur dan tanaman empon-empon. Pupuknya diambilkan dari pupuk kompos hasil dari pengolahan sampah organik,” papar Panewu Banguntapan.
Hasil dari inovasi Gempita, sampah yang berhasil dipilah meningkat. Bank sampah menjadi aktif mingguan atau bulanan. Kapasitas warga meningkat dalam pengelolaan sampah. Selanjutnya, masyarakat lebih peduli dan bertanggungjawab atas timbulan sampah yang dihasilkan.
Yang menggembirakan, ada peningkatan ekonomi warga dari hasil penjualan sampah yang sudah terpilah dan laku dijual. Dengan inovasi Gempita, sampah menjadi berkah di Kapanewon Banguntapan. (Ono)








