Keberagaman Bisa Jadi Kekuatan Sekaligus Ancaman

Kasubdit Bhabinkamtibmas Ditbinmas Polda DIY AKBP Sinungwati SH MIP saat acara Seminar Nasional yang diselenggarakan Dewan Eksekutif Mahasiswa UIN SUKA Yogyakarta, Senin 28 Maret 2022. (Foto: Wiradesa)

YOGYAKARTA – Indonesia memiliki ragam suku, bahasa, adat, budaya, dan agama. Ada 1.340 suku, 718 bahasa, dan 6 agama resmi, serta puluhan penganut aliran kepercayaan. Keberagaman ini menjadi kekuatan sekaligus ancaman bagi Indonesia.

Kasubdit Bhabinkamtibmas Ditbinmas Polda DIY AKBP Sinungwati SH MIP mengatakan Indonesia harus bangga dengan keberagaman yang ada. Jika dapat dikelola dengan baik, bisa menjadi kekuatan. Namun, bila kurang baik mengelolanya, maka berpotensi menjadi sumber bencana.

“Radikalisme, terorisme, konflik sosial, merupakan salah satu ancaman jika keberagaman yang ada dikelola secara kurang baik. Radikalisme dimulai dari intoleransi. Intoleransi bisa terjadi dalam satu agama. Gak mesti intoleransi antar agama. Begitu pun intoleransi bisa terjadi dalam satu suku,” kata AKBP Sinungwati dalam Seminar Nasional yang diselenggarakan Dewan Eksekutif Mahasiswa UIN SUKA Yogyakarta, Senin 28 Maret 2022.

Menurut Sinungwati, our founding fathers menyadari bahwa perbedaan suku, budaya, daerah dan terutama agama potensial melahirkan konflik dan perpecahan yang mengancam keutuhan NKRI. Karena itu, Bhineka Tunggal Ika adalah satu semboyan yang dipilih dan ditetapkan sebagai simbol pemersatu bangsa.

Baca Juga:  Hari yang Istimewa: dari Telusur Candi Borobudur hingga Pentas Seni

“Masyarakat juga punya peran penting menolak adanya terorisme agar tidak berkembang di Indonesia. Mulai dari diri sendiri bahwa ideologi kita adalah Pancasila, bukan ideologi yang lain,” katanya.

Selain itu, dikatakan bahwa mahasiswa juga memiliki peran besar dalam rangka menanggulangi intoleransi dan terorisme. Sebab, mahasiswa belajar, berkembang dan tumbuh di lingkungan akademisi. Sehingga dapat mengedepankan aspek kritis, rasional, logis, dan beretika santun.

“Jadilah agen perubahan dan patuh hukum. Bisa menyebarkan imunitas anti radikal dan intoleransi. Tumbuhkan pemikiran solutif, jangan rusak stabilitas dan keamanan dalam rangka bela negara demi keutuhan NKRI,” tegasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Deputi VII Badan Intelejen Negara RI Wawan Hari Purwanto menegaskan bahwa Pancasila sebagai penangkal radikalisme dan terorisme. hal utama yang mampu mencegah radikalisme ataupun terorisme, yaitu internalisasi nilai-nilai Pancasila.

“Pancasila merupakan sebuah Sistem Dasar Negara yang ditawarkan oleh Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno, sebagai philosofische gronslag atau dasar, filsafat, jiwa Indonesia. Pancasila dan nilai-nilainya adalah sebuah pedoman atau jati diri dari masyarakat Indonesia,” imbuh Wawan Hari Purwanto.

Baca Juga:  Ketum PWI Pusat Lapor Presiden: Kick-off Sosialisasi Pers Kebangsaan dan Pembangunan Grha Pers Pancasila di Yogyakarta

Sila-sila dalam Pancasila, menurut Wawan bisa menjadi benteng NKRI dan mampu memberikan sebuah pedoman hidup untuk terus menjaga keberagaman yang ada. Dengan demikian, kita mampu melawan paham radikal dan intoleran demi keamanan serta stabilitas bangsa dan negara.

Sementara itu, Direktur Analisis dan Penyelarasan BPIP RI Prof Dr H Agus Moh Najib MAg mengatakan, Pancasila berlaku bagi semua warga negara. Tak terkecuali pemimpin maupun rakyat biasa.

Menurutnya, keimanan dan kebangsaan tidak dipertentangkan. Bahkan kebangsaan dapat menjadi bagian dari keimanan. Dalam artian, kedua hal tersebut tidak bisa dipisahkan karena keduanya saling mendukung dan.

“Dalam Islam persaudaraan dan persatuan menjadi hal yang utama. Tidak saja persaudaraan seagama, tetapi juga persaudaraan kemanusiaan, dan juga persaudaraan sebangsa dan setanah air. Agama yang baik menjaga persatuan dan kesatuan negara Indonesia. Ber-Tuhan yang baik tanpa melanggar nilai-nilai Pancasila yang lain seperti kemanusiaan,” pungkas Agus Moh Najib. (Ilyasi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *