KULONPROGO- Anak stunting yakni anak yang pertumbuhan tinggi badannya terhambat. Bahkan bisa dikatakan, anak stunting pasti pendek. Akan tetapi tubuh yang pendek belum tentu masuk kategori stunting.
Hal itu disampaikan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) RI dr Hasto Wardoyo SpOG (K) saat menjadi salah satu narasumber dalam talkshow Roadshow Sosialisasi dan KIE Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting dalam Hari Ibu 2023 di Gedung Jogja Agro Park (JAP) Wijimulyo, Nanggulan, Kulonprogo, Minggu 26 November 2023.
Di hadapan ratusan kader keluarga berencana dan kader PKK, anggota Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK R), tim pendamping keluarga (TPK), juga tokoh masyarakat dari 12 kapanewon di Kulonprogo, Hasto menerangkan, stunting harus dicegah dan ditangani karena ada setidaknya tiga kejelekan.
Anak stunting kelak di masa depan akan tidak bisa bersaing pada beberapa bidang seperti tak memenuhi syarat tinggi badan bila ingin masuk tentara, polisi dan pekerjaan lain yang menggunakan persyaratan tinggi badan minimal. Anak stunting juga terhambat dalam hal kecerdasan otak. Ditambah lagi anak stunting biasanya mudah sakit.
“Jadi kalau di satu wilayah angka stuntingnya tinggi mencapai 35 persen misalnya tentu menjadikan masyarakat setempat menjadi kurang produktif. Kalau angka stunting saat ini masih tinggi akan mengancam momentum Indonesia emas 2045. Kita tidak akan dapat menikmati bonus demografi. Untuk bisa menikmati bonus demografi itu, yang usianya produktif harus lebih banyak sehat dan cerdas,” ujar Hasto.
Dikatakan Hasto, tantangan terberat menurunkan angka stunting di tingkat nasional yang masih di kisaran angka 21,6 persen yakni dalam mengubah pola dan perilaku masyarakat. Seperti menghindari pernikahan pada pasangan usia muda, pola konsumsi makanan sehat, kebiasaan merokok dan lain sebagainya. Karena itu, untuk mengatasi persoalan stunting, program penyuluhan, edukasi dengan membentuk para kader pendamping keluarga menjadi sangat penting artinya.
“Program edukasi seperti ini diharapkan bisa mengubah pola perilaku yang lebih peduli terhadap masalah stunting,” ujar Hasto yang bersyukur angka stunting di Kulonprogo saat ini jauh di bawah angka 20 persen yakni ada di kisaran 15,8 persen.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (PMD, Dalduk dan KB) Kulonprogo Drs Ariadi MM pada kesempatan talkshow menyampaikan, edukasi mengenai stunting disampaikan dalam berbagai forum melalui PIK R, komunitas generasi berencana (Genre), pasangan calon pengantin, dan ibu hamil. Edukasi itu dimaksudkan untuk mencegah jangan sampai muncul kasus stunting baru.
“Remaja, calon pengantin, setelah menikah lalu hamil, kami dampingi. Sampai anak berusia 24 bulan dan tumbuh kembang anak terus dipantau sampai berumur lima tahun,” jelas Ariadi seraya mengajak masyarakat tak boleh lengah dan tetap concern membangun generasi sehat,cerdas, berkualitas.
Ketua DPRD Kulonprogo Akhid Nuryati SE mengungkapkan kebijakan DPRD terkait penurunan angka stunting telah dilaksanakan diantaranya melalui pembuatan peraturan daerah, fungsi pengawasan, dan penganggaran.
“Dulu ketika isu stunting belum begitu bergema DPRD bersama pemerintah telah menyusun Perda Ketahanan Keluarga. Perda ini merupakan dasar untuk pencegahan stunting,” kata Akhid Nuryati.
Akhid mengimbau para orangtua khususnya di Kulonprogo bila menyiapkan hajatan pernikahan semestinya tak sekadar menyiapkan pesta tetapi juga berpikir dalam konteks menyiapkan generasi yang lahir nantinya sehat dan tidak mengalami stunting.
“Ada calon manten putri harus diamati, misalnya lingkar lengannya terlalu kecil apa tidak. Bila belum masuk kriteria aman maka yang bersangkutan di-suport makanan yang banyak protein agar sehat dan melahirkan putra-putri yang sehat,” jelasnya.
Ia juga kerap mengimbau dinas terkait seperti dinas pertanian untuk turut berupaya mengatasi stunting lewat kelompok KWT. KWT diharap turut berperan menanam bahan pangan bergizi untuk anak balita. (Sukron)