JAKARTA – Analis Kebijakan Pertama Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Paradhika Galih Satria mengatakan proyek pengendalian perubahan iklim di Indonesia membutuhkan kerja sama antara pemerintah dan swasta.
Hal ini disampaikan Galih pada Festival Ecological Fiscal Transfer (EFT) Seri Focus Group Discussion (FGD) dengan Tajuk “Pengembangan Skema EFT Melalui Pendanaan Privat Sektor” yang disiarkan langsung melalui channel YouTube FITRA Riau, Senin (15/11).
“Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan cukup rentan terhadap bencana, sekitar 80 persen total di Indonesia berhubungan dengan hidrometeorologi, tetapi di sisi lain juga ini juga berimplikasi secara ekonomi. Perkiraan di tahun 2030 potensi kerugian yang timbulkan oleh perubahan iklim mencapai 0,66 hingga 3,45 persen dari PBD,” tutur Galih.
Galih mengatakan, agenda pengendalian perubahan iklim semakin menguat dan menjadi perhatian dari negara maju dan berkembang di seluruh dunia. Dikatakan juga, Indonesia sudah berkomitmen untuk menurunkan emisi sebanyak 29 persen. “Perkiraan dari roadmap pembiayaannya mencapai 3.700 triliun,” katanya.
Galih lebih lanjut menyampaikan tantangan pengembangan sustainable finance. Yaitu, evaluasi kelayakan proyek hijau nasional.
“Banyak proyek yang harus di-upgrade kelayakannya. Kemudian ada mekanisme pasar, dan komitmen politik, harmonisasi peraturan,” tambah dia.
Dia pun menegaskan, pemerintah Indonesia terus mengupayakan proses transisi menuju ekonomi hijau agar dapat berlangsung dengan efektif, adil, dan terjangkau. “Kebijakan fiskal melalui APBN selama ini telah mendukung berbagai inisiatif dan kegiatan mitigasi serta adaptasi perubahan iklim nasional,” tegas Galih.
Sementara itu, lanjut Galih, dukungan APBN saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan perubahan iklim. Diperlukan kerja sama dengan pihak swasta untuk menutup gap pembiayaan.
“Kami juga saat ini sedang mengembangkan climate change fiscal framework untuk berusaha alternatif bagaimana sumber pendanaan dari swasta agar dapat dilibatkan,” pungkasnya. (*)